Senin, Oktober 26, 2009

Mari Membina Diri

Judul buku : Tarbiyah Dzatiyah
Penulis : Abdullah bin Abdul Aziz Al-Aidan
Penerjemah : Fadhli Bahri, Lc.
Penerbit : An-Nadwah, Jakarta,

Tentunya kita semua pernah bertanya-tanya, mengapa dari seorang “guru” yang mengajarkan “ilmu” yang sama bisa lahir murid-murid dengan kualitas pemahaman ilmu yang berbeda-beda, ada yang sangat mahir, namun ada pula yang justru tertinggal oleh yang lainnya? Mungkin jawabannya akan beragam, tapi salah satu yang tidak boleh kita pungkiri adalah kemampuan dari “si mahir” untuk membina dirinya sendiri dengan optimal menuju kualitasnya yang terbaik. Kemampuan membina diri sendiri inilah yang diulas secara mendalam oleh Abdullah bun Abdul Aziz Al-Aidan dalam buku Tarbiyah Dzatiyah ini. Apakah makna dari tarbiyah dzatiyah itu sendiri? Makna dari tarbiyah (pembinaan) dzatiyah adalah sejumlah sarana pembinaan untuk setiap muslim dan muslimah kepada dirinya untuk membentuk kepribadian Islami yang sempurna di seluruh sisinya, baik ilmu, iman, akhlak, sosial, dan sebagainya untuk mencapai kesempurnaan sebagai manusia.

Mengapa kita perlu Tarbiyah Dzatiyah? Menurut penulis buku ini, pembinaan yang optimal terhadap diri sendiri ini merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia. Ada banyak hal yang mendasari pernyataan ini.
Pertama, sebagai seorang muslim memang kita diperintahkan untuk memperioritaskan keselamatan diri kita dari bahaya api neraka, sebelum kita mengajak orang lain untuk juga bisa selamat dari api neraka. Sebagaimana yang Allah sebutkan dalam QS At-Tahrim ayat 6; “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”.
Kedua, jika kita tidak berinisyatif untuk men-tarbiyah-I diri kita sendiri, lalu siapa yang akan melakukanya? Jangan sampai usia yang diberikan Allah kepada kita ini kita siasiakan dengan tidak mengoptimalkan apa yang telah Allah beri pada diri kita. Jangan lupa pula bahwa kelak hisab pada hari kiamat akan bersifat individual, artinya setiap diri kita akan diminta pertanggungjawaban atas amal perbuatannya di dunia, meskipun jika ada penyimpangan yang kita lakukan karena pengaruh orang lain. “Dan setiap mereka datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri” (QS Maryam; 95).
Ketiga. Setiap orang pasti memiliki kekurangan, ataupun pernah melakukan kelalaian, maka tarbiyah dzatiyah dapat menjadi upaya perbaikan diri menuju lebih baik lagi. Dengan terus mengupayakan perbaikan diri ini, seorang muslim akan semakin tsabat (sabar), istiqomah, dan mampu menjadi qudwah yang baik dalam dakwah. Dan akhirnya, dengan izin Allah kita dapat menunjukkan ke-syumul-an Islam untuk memperbaiki kondisi masyarakat saat ini yang masih kering dari nilai-nilai Islam.

Masihkah Tidak Peduli?
Sering kali ketika kita sudah mengetahui urgensi dari suatu hal, namun tetap saja pada kenyataanya "porsi" perhatian maksimal kita pada hal ini tidak maksimal. Apa sajakah penyebabnya? Dalam buku ini disebutkan beberapa penyebab masih minimnya perhatian pada tarbiyah dzatiyah ini. Diantaranya, minimnya ilmu kita tentang dalil-dalil Quran maupun Sunnah yang menganjurkan trabiyah dzatiyah ini, ketidakjelasan sasaran dan tujuan hidup yang membuat kita berjalan tanpa arah yang pasti dan akhirnya banyak mengisi kehidupan dengan hal yang sia-sia, "lengket"nya kita dengan kehidupan dunia (terlalu sibuk mencari sesuap nasi, dan hanya menaruh sedikit perhatian pada tarbiyah), pemahaman yang salah tentang tarbiyah seperti anggapan bahwa kegiatan tarbiyah membuat diri terputus dari kehidupan manusia, minimnya basis tarbiyah yang kondusif dan mampu menjaga agar tetap istiqomah, "langka"nya pembina (murabbi) yang mampu memberikan tarbiyah, taujih, dan pengamalan yang sesuai dengan kondisi "objek" yang perlu dibina, serta perasaan akan panjangnya angan-angan yang membuat kita menunda-nunda diri untuk melakukan tarbiyah pada diri.
Sarana-sarana Tarbiyah Dzatiyah
Banyak sekali sarana yang dapat digunakan untuk melakukan tarbiyah dzatiyah, diantaranya:
Muhasabah. Seluruh bagian dari hidup kita akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT di akhirat kelak. Maka, tarbiyah yang dilakukan seorang muslim kepada dirinya dengan diawali melakukan muhasabah (evaluasi diri) atas kebaikan dan keburukan yang telah ia kerjakan, dll, adalah langkah yang sangat baik.

Bertaubat dai segala dosa
. Setelah melakukan muhasabah dan mengetahui hal-hal yang perlu dievaluasi dari diri kita (kesalahan ataupun dosa), maka langkah yang harus dilakukan setelahnya adalah bertaubat dengan taubat yang sebenarnya (taubatan nasuha), dan bertekad tidak pernah mengulanginya kembali.
Dosa pada hakikatnya adalah kelalaian dalam mengerjakan kewajiban-kewajiban syar’I atau mengerja¬kan dengan tidak semestinya. Oleh karena itu membina diri dengan bertaubat adalah sarana yang tepat untuk meningkatkan kualitas diri dan menghindari hukuman Allah di dunia maupun akhirat atas dosa yang kita lakukan.

Mencari ilmu dan memperluas wawasan
. Dengan terus mencari ilmu dan menambah wawasan, kapasitas dan kemampuan kita dalam berbagai hal akan semakin terasah optimal. Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menambah ilmu dan memperluas wawasan kita, baik itu melalui kajian ilmu agama maupun ilmu pengetahuan, membaca buku, mengunjungi ahli ilmu, dll. Yang perlu diperhatikan dalam mencari ilmu antara lain, ikhlas dalam mencari ilmu, rajin dan meningkatkan pengetahuan, menerapkan ilmu yang didapatkan, dan tunaikan hak ilmu dengan berdakwah kepada orang lain.


Mengerjakan amalan-amalan iman.
Ini merupakan sarana tarbiyah diri melalui realisasi konkret perintah-perintah Allah dan RasulNya. Bentuk realisasi konkret tersebut diantaranya; mengerjakan ibadah-ibadah wajib seoptimal mungkin, Meningkatkan porsi ibadah-ibadah sunnah, serta peduli dengan ibadah dzikir seperti membaca al-qu’ran dan berdzikir.

Memerhatikan aspek akhlak. Islam sangat peduli dengan aspek akhlaq yang baik, kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Seperti yang diungkapkan Ibnu Qoyyim rahimahullah “ Agama itu akhlak. Barang siapa meningkatkan akhlak Anda, berarti ia meningkatkan ia meningkatkan akhlak Anda”. Beberapa bentuk tarbiyah dzatiyah dalam aspek moral antara lain : sabar, membersihkan hati dari akhlak tercela, meningkatkan kualitas akhlak, bergaul dengan orang-orang yang berakhlak mulia, serta memperhatikan etika-etika umum.

Terlibat dalam aktivitas dakwah
. Terlibat dalam aktivitas dakwah adalah salah satu sarana tarbiyah dzatiyah yang penting, karena Allah telah menyebutkan dalam surat Al-Ashr bahwa orang-orang yang tidak rugi di akhirat kelak adalah orang-orang yang memiliki empat sifat; beriman kepada Allah ta’ala, beramal shaleh, saling berwasiat dalam kebeenaran, dan saling berwasiat untuk sabar. Sifat ketiga dan keempat tidak akan dapat direalisasikan, kecuali kita menunaikan kewajiban kita untuk berdakwah ke jalan Allah.


Mujahadah
. Mujahadah atau jihad artinya bersungguh-sungguh. Bersungguh-sungguh juga merupakan sarana penting, karena melakukan tarbiyah dzatiyah ini tidaklah mudah, banyak tantangan yang akan kita hadapi dalam melaksanakannya. Kesungguhan kita dapat ditunjukkan dengan bersabar, motivasi karena Allah ta’ala, bertahap dalam melakukannya, serta jadilah orang yang tidak lalai.


Berdoa dengan jujur kepada Allah.
Doa menjadi salah satu sarana tarbiyah dzatiyah, karena doa adalah perminaan seorang hamba kepada Tuhannya, pengakuan ketidakberdayaan, peryataan tidak punya daya dan kekuatan, serta penegasan tentang daya, kekuatan, kodrat, dan nikmat Allah ta’ala.
Rasulullah SAW telah menjelaskan tentang korelasi antara doa dan tarbiyah dzatiyah, seperti dalam sabda Beliau, “Iman pasti lusuh di hati salah seorang diantara kalian, sebagaimana pakaian itu lusuh. Karena itu mintalah Allah memperbaharui iman di hati kalian.” (diriwayatkan Ath-Tabrani dan sanadnya hasan).


Apa yang kita dapat dari Tarbiyah Dzatiah
Tabiyah dzatiyah merupakan suatu proses. Jika diibaratkan dengan tanaman berbuah, maka pada akhirnya tarbiyah dzatiyah akan menghasilkan “buah yang ranum” (hasil atau manfaat) untuk kita rasakan. Beberapa manfaat yang Insya Allah akan kita rasakan diantaranya; mendapatkan keridhaan Allah dan surgaNya, kebahagiaan dan ketentraman, dicintai dan diterima Allah, sukses, terjaga dari keburukan dan hal-hal tidak mengenakkan, keberkahan waktu dan harta, kesabar atas penderitaan dan semua kondisi, dan jiwa yang merasa aman. Sungguh besar bukan manfaatnya? Semoga kita semakin termotivasi untuk melakukan tarbiyah dzatiyah ini dengan optimal.

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami adalah Allah’, kemudian mereka istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran pada mereka dan mereka tidak berduka cita.” (Al-Ahqaf: 13)

“Dia yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin, supaya keimanan me¬re¬ka bertambah selain keiamanan mereka (yang ada).” (QS Al-Fath: 4)

Minggu, Oktober 18, 2009

Mencari Permata

Sejenak ku termenung, kala kutatap luka hatiku yang masih terbuka

Setetes darah mengalir diantaranya, oh.. betapa lemah sungguh diri terasa,

Air mata tumpah tak sanggup menaggung duka,

Oh.. masih adakah ruang maaf di jiwa untuk diri yang melupakan karunia?


Kembali ku ke alam fana,

Saat kutemui raja yang tidak rela akan keberadaan para pewaris tahta sesungguhnya

Pewaris tahta yang datang dengan membawa sekeping permata

Namun dusta membuatnya terlihat bagai angkara murka,

Murka boleh melanda, tapi asa tidak akan sirna

Karena jika saatnya tiba, permata inilah yang akan menyinari dunia

Menyinari dunia dalam keabadian cinta..


Sejenak ku pergi kembali, ke sebuah negeri dengan emas berkilau di setiap hamparannya

Meskipun tidak seluruhnya memancarkan cahaya, meskipun sebagian masih tertutup debu-debu angkasa,

Damai terasa di jiwa saat melihat kilaunya…

Damai terasa saat melihat para pendulangnya tersenyum mesra,

Menggugah sukma, tuk menelisik indahnya makna

Makna dari sebuah perjuangan meraih bintang yang jauh di sana,

Untuk menyinari dunia dalam keabadian cinta..


Ah, aku harus kembali lagi ke alam fana..

Aku harus kembali tuk mendulang baja demi pencarian indahnya permata,

Aku harus pergi, tapi aku akan kembali ke negeri emas ini,

Entah lusa atau di kemudian hari,,

Karena dari sini, akan ku kayuh perahuku menuju samudra dunia

Tuk kemudian terbang membelah angkasa..