Selasa, Oktober 19, 2010

10 / 90

Bayangkan kejadian berikut ini terjadi pada kehidupan Anda, pembaca yang budiman :

Suatu pagi, Anda sedang sarapan bersama keluarga sebelum berangkat kuliah. Tiba-tiba adik perempuan Anda yang masih kelas 4 SD menumpahkan segelas susu cokelat ke kemeja putih yang sedang Anda kenakan untuk berangkat ke kampus.
Secepat kilat Anda berada dalam situasi dimana Anda harus memilih untuk marah dan menumpahkan segala kekesalan Anda kepada adik kecil Anda itu atau Anda bersabar untuk memaafkannya.

Ternyata respon yang Anda pilih adalah “marah dan menumpahkan segala kekesalan Anda pada adik Anda”.
Anda pun mulai mengumpat, berkata-kata kasar memarahi adik Anda yang telah menumpahkan segelas susu cokelat ke kemeja putih Anda. Adik Anda pun menangis.

Setelah itu, Anda melihat ke arah ibu Anda, kemudian mengkritiknya karena telah menaruh segelas susu tadi terlalu dekat dengan tepi meja. Pertengkaran yang tidak perlu terjadi antara anak dan ibundanya pun terjadi. Anda pun semakin naik pitam dan sembari memukul meja makan untuk melampiaskan kekesalan Anda, Anda pun pergi ke kamar untuk mengganti kemeja. Setelah itu Anda kembali dan melihat adik perempuan Anda tadi baru saja menghabiskan sarapannya, namun masih menangis.
Keadaan semakin terasa buruk karena mobil jemputan adik Anda tidak bisa datang hari ini. Ini berarti Anda harus mengantar adik Anda ke sekolahnya terlebih dahulu, sementara waktu yang dibutuhkan untuk bisa sampai di kampus tepat waktu tidaklah banyak.
Akhirnya, Anda pun mengendarai sepeda motor Anda layaknya seorang pembalap liar. Sayangnya, pembalap liar yang kemudian harus berurusan dengan pihak berwajib. Terbuanglah 10 menit untuk membereskan urusan dengan pihak berwajib tadi. Akibatnya adik Anda pun terlambat selama 10 menit pula. Beruntung pintu gerbang sekolah belum tertutup untuknya. Anda mungkin tidak peduli. Yang Anda pedulikan, sambil tetap mengalirkan sumpah serapah kepada adik Anda, hanyalah bagaimana agar bisa tiba di kampus dalam waktu lima menit kedepan.
Secepat apapun Anda berusaha, sepuluh menit kemudian Anda baru tiba di parkiran kampus Anda. Satu-dua langkah lebar Anda ambil dan tiba-tiba Anda tersadar, print-out makalah tugas Anda yang harus dikumpulkan pagi ini (atau tidak ada nilai sama sekali) tertinggal di meja makan rumah Anda.
Hari itu pun berlalu dengan begitu buruk, ingin rasanya Anda segera pulang. Ketika Anda pulang, Anda masih menyalahkan adik dan ibu Anda sebagai pangkal permasalahan dari buruknya hari ini bagi Anda.

Anda sepakat dengan “Anda” pada kisah tadi? Siapakah yang menurut Anda patut disalahkan dari buruknya hari yang “Anda” alami? Segelas susu cokelat yang tumpah? Kecerobohan adik “Anda”? Pihak berwajib (polisi) yang menghambat perjalanan Anda? Atau kah “Anda” sendiri?

Apakah yang akan terjadi seandainya “Anda”, ketika segelas susu tadi tumpah mengenai kemeja Anda, memilih untuk bersabar dan memaafkan adik Anda? Mungkin “Anda” tetap perlu mengganti kemeja “Anda”, tapi “Anda” akan tetap tenang dan tidak tergesa-gesa sampai melupakan tugas penting yang harusnya tak boleh “Anda” lalaikan. “Anda” tidak perlu berurusan dengan pihak berwajib yang menyebabkan waktu anda banyak terbuang, dan hari itu pun akan berjalan dengan baik dan anda tidak kehilangan nilai sebagaimana yang Anda inginkan.

Renungkanlah kata-kata berikut ini;
-    10% kehidupan dibuat oleh hal-hal yang terjadi terhadap kita
-    90% kehidupan ditentukan oleh bagaimana kita bereaksi/ memberi respon

Kejadian “segelas susu cokelat yang tumpah ke kemeja ‘Anda’” dalam cerita di atas adalah “10%” peristiwa yang mungkin kita tidak punya kuasa apapun untuk merubah atau mengontrolnya. Yang bisa kita lakukan adalah mengontrol respon kita untuk menanggapi “10%” tadi, karena respon kitalah yang sesungguhnya bernilai “90%”. Tidak masalah apa yang menimpa kita, yang menjadi masalah adalah bagaimana respon kita dalam menanggapi masalah atau peristiwa yang terjadi.

Hal-hal yang mungkin terlihat menyulitkan kehidupan kita, kebijakan pemerintah lah, kebijakan  kampus yang tidak bersahabat lah, tuntutan akademis yang tinggi lah, kesibukan non akademis kampus lah, ketegangan antara kawan lah, kondisi keluarga lah, dsb. Bisa jadi hanya 1 bagian dari dinamika kehidupan kita. Respon atau reaksi kita terhadap peristiwa-peristiwa itulah yang menentukan 9 bagian lain dari usaha kita dalam mencapai kesusksesan yang ingin kita raih.

Dan karena cerita tadi menyangkut soal maaf-memaafkan, semoga petikan kisah ini pun dapat memberikan suatu skema baru mengenai makna dari “maaf” dan “memaafkan”.

Wallahu’alam bi showab..

*cerita ini saya dapatkan dari salah seorang sahabat saya, tapi beliaupun tidak menyebutkan sumber resmi darimana cerita ini berasal. Mudah-mudahan tidak dihitung sebagai plagiarisme, hehe..

gambar : http://3.bp.blogspot.com/_m8MeEEJOlPk/TE1JcGl72YI/AAAAAAAAAKw/4Z-Ik-Tdp4Q/s1600/SusuTumpah.jpg