Minggu, Maret 10, 2013
Assalamu'alaykum.
Sudah lama tidak menuangkan gagasan melalui media blog ini,
Insya Allah blog ini akan "diisi" lagi, tunggu ya.. :)
Selasa, Oktober 19, 2010
10 / 90
Bayangkan kejadian berikut ini terjadi pada kehidupan Anda, pembaca yang budiman :
Suatu pagi, Anda sedang sarapan bersama keluarga sebelum berangkat kuliah. Tiba-tiba adik perempuan Anda yang masih kelas 4 SD menumpahkan segelas susu cokelat ke kemeja putih yang sedang Anda kenakan untuk berangkat ke kampus.
Secepat kilat Anda berada dalam situasi dimana Anda harus memilih untuk marah dan menumpahkan segala kekesalan Anda kepada adik kecil Anda itu atau Anda bersabar untuk memaafkannya.
Ternyata respon yang Anda pilih adalah “marah dan menumpahkan segala kekesalan Anda pada adik Anda”.
Anda pun mulai mengumpat, berkata-kata kasar memarahi adik Anda yang telah menumpahkan segelas susu cokelat ke kemeja putih Anda. Adik Anda pun menangis.
Setelah itu, Anda melihat ke arah ibu Anda, kemudian mengkritiknya karena telah menaruh segelas susu tadi terlalu dekat dengan tepi meja. Pertengkaran yang tidak perlu terjadi antara anak dan ibundanya pun terjadi. Anda pun semakin naik pitam dan sembari memukul meja makan untuk melampiaskan kekesalan Anda, Anda pun pergi ke kamar untuk mengganti kemeja. Setelah itu Anda kembali dan melihat adik perempuan Anda tadi baru saja menghabiskan sarapannya, namun masih menangis.
Keadaan semakin terasa buruk karena mobil jemputan adik Anda tidak bisa datang hari ini. Ini berarti Anda harus mengantar adik Anda ke sekolahnya terlebih dahulu, sementara waktu yang dibutuhkan untuk bisa sampai di kampus tepat waktu tidaklah banyak.
Akhirnya, Anda pun mengendarai sepeda motor Anda layaknya seorang pembalap liar. Sayangnya, pembalap liar yang kemudian harus berurusan dengan pihak berwajib. Terbuanglah 10 menit untuk membereskan urusan dengan pihak berwajib tadi. Akibatnya adik Anda pun terlambat selama 10 menit pula. Beruntung pintu gerbang sekolah belum tertutup untuknya. Anda mungkin tidak peduli. Yang Anda pedulikan, sambil tetap mengalirkan sumpah serapah kepada adik Anda, hanyalah bagaimana agar bisa tiba di kampus dalam waktu lima menit kedepan.
Secepat apapun Anda berusaha, sepuluh menit kemudian Anda baru tiba di parkiran kampus Anda. Satu-dua langkah lebar Anda ambil dan tiba-tiba Anda tersadar, print-out makalah tugas Anda yang harus dikumpulkan pagi ini (atau tidak ada nilai sama sekali) tertinggal di meja makan rumah Anda.
Hari itu pun berlalu dengan begitu buruk, ingin rasanya Anda segera pulang. Ketika Anda pulang, Anda masih menyalahkan adik dan ibu Anda sebagai pangkal permasalahan dari buruknya hari ini bagi Anda.
Anda sepakat dengan “Anda” pada kisah tadi? Siapakah yang menurut Anda patut disalahkan dari buruknya hari yang “Anda” alami? Segelas susu cokelat yang tumpah? Kecerobohan adik “Anda”? Pihak berwajib (polisi) yang menghambat perjalanan Anda? Atau kah “Anda” sendiri?
Apakah yang akan terjadi seandainya “Anda”, ketika segelas susu tadi tumpah mengenai kemeja Anda, memilih untuk bersabar dan memaafkan adik Anda? Mungkin “Anda” tetap perlu mengganti kemeja “Anda”, tapi “Anda” akan tetap tenang dan tidak tergesa-gesa sampai melupakan tugas penting yang harusnya tak boleh “Anda” lalaikan. “Anda” tidak perlu berurusan dengan pihak berwajib yang menyebabkan waktu anda banyak terbuang, dan hari itu pun akan berjalan dengan baik dan anda tidak kehilangan nilai sebagaimana yang Anda inginkan.
Renungkanlah kata-kata berikut ini;
- 10% kehidupan dibuat oleh hal-hal yang terjadi terhadap kita
- 90% kehidupan ditentukan oleh bagaimana kita bereaksi/ memberi respon
Kejadian “segelas susu cokelat yang tumpah ke kemeja ‘Anda’” dalam cerita di atas adalah “10%” peristiwa yang mungkin kita tidak punya kuasa apapun untuk merubah atau mengontrolnya. Yang bisa kita lakukan adalah mengontrol respon kita untuk menanggapi “10%” tadi, karena respon kitalah yang sesungguhnya bernilai “90%”. Tidak masalah apa yang menimpa kita, yang menjadi masalah adalah bagaimana respon kita dalam menanggapi masalah atau peristiwa yang terjadi.
Hal-hal yang mungkin terlihat menyulitkan kehidupan kita, kebijakan pemerintah lah, kebijakan kampus yang tidak bersahabat lah, tuntutan akademis yang tinggi lah, kesibukan non akademis kampus lah, ketegangan antara kawan lah, kondisi keluarga lah, dsb. Bisa jadi hanya 1 bagian dari dinamika kehidupan kita. Respon atau reaksi kita terhadap peristiwa-peristiwa itulah yang menentukan 9 bagian lain dari usaha kita dalam mencapai kesusksesan yang ingin kita raih.
Dan karena cerita tadi menyangkut soal maaf-memaafkan, semoga petikan kisah ini pun dapat memberikan suatu skema baru mengenai makna dari “maaf” dan “memaafkan”.
Wallahu’alam bi showab..
*cerita ini saya dapatkan dari salah seorang sahabat saya, tapi beliaupun tidak menyebutkan sumber resmi darimana cerita ini berasal. Mudah-mudahan tidak dihitung sebagai plagiarisme, hehe..
gambar : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuXg07flCbl4ypgoxf1K7YzXzQoEagxayT8JsAUyywn57mWS0mIU5eggPbDS720gc2LQPAaNY_6SYffgMVjdpTCqClLgjcv5UhYB1TK8aWVo-po0bCYIcCZvcvkaOVzunMMkfW2MCLWTE/s1600/SusuTumpah.jpg
Suatu pagi, Anda sedang sarapan bersama keluarga sebelum berangkat kuliah. Tiba-tiba adik perempuan Anda yang masih kelas 4 SD menumpahkan segelas susu cokelat ke kemeja putih yang sedang Anda kenakan untuk berangkat ke kampus.
Secepat kilat Anda berada dalam situasi dimana Anda harus memilih untuk marah dan menumpahkan segala kekesalan Anda kepada adik kecil Anda itu atau Anda bersabar untuk memaafkannya.
Ternyata respon yang Anda pilih adalah “marah dan menumpahkan segala kekesalan Anda pada adik Anda”.
Anda pun mulai mengumpat, berkata-kata kasar memarahi adik Anda yang telah menumpahkan segelas susu cokelat ke kemeja putih Anda. Adik Anda pun menangis.
Setelah itu, Anda melihat ke arah ibu Anda, kemudian mengkritiknya karena telah menaruh segelas susu tadi terlalu dekat dengan tepi meja. Pertengkaran yang tidak perlu terjadi antara anak dan ibundanya pun terjadi. Anda pun semakin naik pitam dan sembari memukul meja makan untuk melampiaskan kekesalan Anda, Anda pun pergi ke kamar untuk mengganti kemeja. Setelah itu Anda kembali dan melihat adik perempuan Anda tadi baru saja menghabiskan sarapannya, namun masih menangis.
Keadaan semakin terasa buruk karena mobil jemputan adik Anda tidak bisa datang hari ini. Ini berarti Anda harus mengantar adik Anda ke sekolahnya terlebih dahulu, sementara waktu yang dibutuhkan untuk bisa sampai di kampus tepat waktu tidaklah banyak.
Akhirnya, Anda pun mengendarai sepeda motor Anda layaknya seorang pembalap liar. Sayangnya, pembalap liar yang kemudian harus berurusan dengan pihak berwajib. Terbuanglah 10 menit untuk membereskan urusan dengan pihak berwajib tadi. Akibatnya adik Anda pun terlambat selama 10 menit pula. Beruntung pintu gerbang sekolah belum tertutup untuknya. Anda mungkin tidak peduli. Yang Anda pedulikan, sambil tetap mengalirkan sumpah serapah kepada adik Anda, hanyalah bagaimana agar bisa tiba di kampus dalam waktu lima menit kedepan.
Secepat apapun Anda berusaha, sepuluh menit kemudian Anda baru tiba di parkiran kampus Anda. Satu-dua langkah lebar Anda ambil dan tiba-tiba Anda tersadar, print-out makalah tugas Anda yang harus dikumpulkan pagi ini (atau tidak ada nilai sama sekali) tertinggal di meja makan rumah Anda.
Hari itu pun berlalu dengan begitu buruk, ingin rasanya Anda segera pulang. Ketika Anda pulang, Anda masih menyalahkan adik dan ibu Anda sebagai pangkal permasalahan dari buruknya hari ini bagi Anda.
Anda sepakat dengan “Anda” pada kisah tadi? Siapakah yang menurut Anda patut disalahkan dari buruknya hari yang “Anda” alami? Segelas susu cokelat yang tumpah? Kecerobohan adik “Anda”? Pihak berwajib (polisi) yang menghambat perjalanan Anda? Atau kah “Anda” sendiri?
Apakah yang akan terjadi seandainya “Anda”, ketika segelas susu tadi tumpah mengenai kemeja Anda, memilih untuk bersabar dan memaafkan adik Anda? Mungkin “Anda” tetap perlu mengganti kemeja “Anda”, tapi “Anda” akan tetap tenang dan tidak tergesa-gesa sampai melupakan tugas penting yang harusnya tak boleh “Anda” lalaikan. “Anda” tidak perlu berurusan dengan pihak berwajib yang menyebabkan waktu anda banyak terbuang, dan hari itu pun akan berjalan dengan baik dan anda tidak kehilangan nilai sebagaimana yang Anda inginkan.
Renungkanlah kata-kata berikut ini;
- 10% kehidupan dibuat oleh hal-hal yang terjadi terhadap kita
- 90% kehidupan ditentukan oleh bagaimana kita bereaksi/ memberi respon
Kejadian “segelas susu cokelat yang tumpah ke kemeja ‘Anda’” dalam cerita di atas adalah “10%” peristiwa yang mungkin kita tidak punya kuasa apapun untuk merubah atau mengontrolnya. Yang bisa kita lakukan adalah mengontrol respon kita untuk menanggapi “10%” tadi, karena respon kitalah yang sesungguhnya bernilai “90%”. Tidak masalah apa yang menimpa kita, yang menjadi masalah adalah bagaimana respon kita dalam menanggapi masalah atau peristiwa yang terjadi.
Hal-hal yang mungkin terlihat menyulitkan kehidupan kita, kebijakan pemerintah lah, kebijakan kampus yang tidak bersahabat lah, tuntutan akademis yang tinggi lah, kesibukan non akademis kampus lah, ketegangan antara kawan lah, kondisi keluarga lah, dsb. Bisa jadi hanya 1 bagian dari dinamika kehidupan kita. Respon atau reaksi kita terhadap peristiwa-peristiwa itulah yang menentukan 9 bagian lain dari usaha kita dalam mencapai kesusksesan yang ingin kita raih.
Dan karena cerita tadi menyangkut soal maaf-memaafkan, semoga petikan kisah ini pun dapat memberikan suatu skema baru mengenai makna dari “maaf” dan “memaafkan”.
Wallahu’alam bi showab..
*cerita ini saya dapatkan dari salah seorang sahabat saya, tapi beliaupun tidak menyebutkan sumber resmi darimana cerita ini berasal. Mudah-mudahan tidak dihitung sebagai plagiarisme, hehe..
gambar : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuXg07flCbl4ypgoxf1K7YzXzQoEagxayT8JsAUyywn57mWS0mIU5eggPbDS720gc2LQPAaNY_6SYffgMVjdpTCqClLgjcv5UhYB1TK8aWVo-po0bCYIcCZvcvkaOVzunMMkfW2MCLWTE/s1600/SusuTumpah.jpg
Kamis, Juni 03, 2010
Melepas Rindu dengan Ombak
Sudah lama rasanya diri ini tidak merasakan semilirnya angin yang berhembus dari lautan menuju daratan , debur ombak yang membasahi kaki yang belepotan oleh pasir-pasir coklat-keputihan, serta pemandangan biru-kebiruan yang memanjakan mata, sekaligus menunjukkan kebesaran Maha Pencipta .. Ya, sudah lama rasanya tidak berwisata ke daerah pantai, daerah perbatasan antara lautan biru yang luas dengan daratan yang hijau, kecoklatan, dan keabuan, yang sehari-harinya penuh dengan aktifitas manusia..
Akhirnya kesempatan itu pun datang, melalui sebuah kegiatan daurah yang diselenggarakan oleh rekan-rekan dari Forum Ukhuwah dan Studi Islam (FUSI) F. Psikologi UI, yang bertajuk KIAT (Kajian Islam Akhir Tahun) 2010. Ya, tahun ini, KIAT- FUSI mengambil tempat di Nurul Fikri Boarding School, yang berjarak kurang lebih 8 kilometer dari Pantai Anyer. So, kegiatan tafakur alam-nya pun menjadi “wisata pantai” di Pantai Pasir Putih, Anyer. Sebuah pengalaman menarik di penghujung semester genap tahun ajaran ini. Berikut sedikit kesan dan memori yang tertinggal dari kegiatan yang berlangsung pada 29-30 Mei 2010 lalu ini..
KIAT 2010
Sebenarnya, bagi saya secara pribadi, yang menjadi daya tarik utama dari kegiatan KIAT kali ini adalah adanya kegiatan “wisata” ke pantai Anyer yang dijanjikan oleh panitia melalui spanduk publikasi kegiatan ini. Hehehe.. Ya, tapi di luar “motivasi untuk berwisata” itu, saya tertarik mengikuti kegiatan ini karena pengalaman keikutsertaan di kegiatan yang sama tahun lalu meninggalkan kesan yang indah bagi saya.
Apakah kesan indah itu? Kesempatan berinteraksi dengan warga asli di daerah tersebut! hal itu merupakan sebuah sensasi tersendiri bagi saya, karena melalui interaksi dengan warga sekitar itu, kadang banyak potongan hikmah dan inspirasi menarik yang bisa diambil. Pada KIAT tahun lalu, dimana karena saya tidak bisa berangkat dari awal bersama rombongan besar, saya berangkat sendiri ke daerah Parung Kuda, Sukabumi yang “asing” bagi saya. Asing-nya tempat membuat saya harus bertanya pada orang-orang yang saya temui dalam perjalanan, dan kebetulan salah seorang yang saya temui merupakan warga asli daerah Parung Kuda tersebut, kebetulan pula arah rumahnya searah dengan arah tempat vila kegiatan KIAT berlangsung. Orang yang saya temui ini kemudian menceritakan berbagai hal tentang daerah Parung Kuda tersebut. Salah satu yang masih saya ingat adalah tentang adanya seorang tokoh yang aktif melakukan penyebaran agama Islam di daerah tersebut dan ikut membangun desa di daerah tersebut baik secara fisik (membangun fasilitas masyarakat, jalan, penerangan, tempat ibadah) dan ruhaniyah (mengadakan kajian-kajian agama, dsb). Bahkan vila tempat acara kami berlangsung tersebut dibangun oleh si tokoh yang diceritakan orang yang saya temui tadi. Beliaupun menceritakan bahwa si tokoh tersebut telah wafat, kira-kira tiga bulan sebelumnya.
Pengalaman bertemu warga sekitar dan cerita unik berkaitan dengan tempat tersebutlah yang ingin kembali saya dapatkan di KIAT kali ini, maka, saya pun awalnya berencana untuk datang sendirian atau tidak bersama rombongan besar peserta dan panitia ke acara ini. Namun, setelah menimbang-nimbang (terutama pertimbangan masalah dana), akhirnya niat ini saya urungkan dan saya pun berangkat bersama rombongan besar, dari kampus f. psikologi UI pada Sabtu, 29 Mei 2010 lalu, sekitar pukul 8 pagi.
Setelah menempuh hampir 5 jam perjalanan darat dengan menggunakan 2 bus berukuran sedang milik TNI, akhirnya kami tiba di tempat, Nurul Fikri Boarding School sekitar waktu zuhur. Bus-bus kami pun parkir di area parkir mesjid di komplek “pesantren” ini. Kami semua serombongan pun lansung turun dan memindahkan barang-barang bawaan kami ke daerah camping ground tempat kami akan bermalam di komplek “pesantren” ini. Jadi, selama di sini, kami tidak bermalam di wisma atau semacamnya, tapi di camping ground dengan menempati tenda yang sudah disediakan oleh pihak pengelola tempat. Total rombongan peserta dan panitia KIAT ini “menghabiskan” 6 buah teda, 4 untuk peserta akhwat dan 2 untuk peserta ikhwan. Tenda ikhwan dan akhwat ini berada dalam satu area, namun tepisah oleh sebuah parit yang lebarnya kira-kira 1,5 meter. Area camping ground ini sendiri letaknya kira-kira 1.2 kilometer dari tempat parkir. Perjalanan kaki untuk mencapai camping ground ini seperti berjalan dari ujung ke ujung area pesantren ini. letaknya bersebelahan dengan fasilitas kolam renang pesantren, sebuah danau buatan, dan hutan-hutan yang menjadi batas wilayah luar area pesantren ini.
Sisi Lain dari Mensyukuri Nikmat Allah.
Setelah semua menempatkan barang-barang yang dibawa di tenda masing-masing, makan siang, dan sholat zuhur yang di-jamak dengan sholat ashar, acara kembali terpusat di sebuah aula berdinding dan berlantai kayu di pinggir salah satu danau. Dimulailah sesi materi pertama dari acara ini. Materi pertama ini dibawakan oleh seorang ustadzah, Ustadzah Niniek nama sapaanya, yang membawakan materi tentang mensyukuri nikmat Allah. Secara umum, materi yang dibawakan merupakan materi yang sudah pernah saya dapatkan sebelumnya di kesempatan kajian yang lain, seperti mengapa kita harus bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, baik di saat suka maupun duka maupun tentang manfaat menjadi orang yang pandai bersyukur atas nikmat yang diberikan dilihat dari berbagai sisi. Namun ada hal menarik, sesuatu yang berbeda yang ditawarkan oleh bu ustadzah untuk lebih bisa meresapi rasa syukur atas nikmat-nikmat yang Allah berikan, yaitu dengan mencatatkan hal-hal yang dapat kita syukuri dalam satu buku catatan khusus setiap menjelang tidur! Mengapa, karena menjelang tidur, gelombang otak kita berada dalam posisi relaks, gelombang alpha. Di saat inilah kita mampu menyerap informasi secara optimal. Dengan memanfaatkan konsep ini, insyaAllah kita akan semakin meresapi makna dari rasa syukur kita, semakin cinta pada Dzat yang telah memberikan kita banyak hal yang patut disyukuri, dan manfaat-manfaat lain dari segi jasmani-rohani dari sikap pandai bersyukur ini akan lebih terasa. Hmm.. highly recommended untuk dicoba :D
Temukan Konsep Diri Anda!
Materi syukur nikmat dari ustadzah Niniek tadi ternyata berlansung lebih lama dari yang dijadwalkan, akibatnya, rencana untuk ke pantai Anyer yang semula dijadwalkan sore hari itu terpaksa ditunda. Penonton kecewa.. Tapi, mau bagaimana lagi? Mungkin keikhlasan kami dalam mengikuti majelis ilmu di sini sedang diuji oleh-Nya. Tak ada pilihan lain, acara pun berlanjut ke waktu mentoring dan waktu bebas untuk bersih-bersih sampai dengan maghrib. Meskipun tidak semua peserta kebagian jatah membersihkan badan alias mandi, acara kembali berlangsung di Aula, sholat maghrib dan materi yang berikutnya. Sampai di sini, setelah akhirnya dapat kesempatan untuk mandi, saya tidak lagi mengikuti acara di Aula, karena sang Ketua FUSI, Fajar, meminta saya ikut menemaninya berjaga di tenda. Oke lah..
Saya dan Fajar pun menunaikan sholat maghrib dan isya secara berjamaah, berdua, setelah itu kami habiskan waktu jaga tenda ini dengan mengobrolkan banyak hal, tentang psikologi, Fakultas Psikologi UI dan civitas-civitasnya, tentang pengalaman “camping”-nya Fajar dua pekan sebelum ini, dan banyak hal lainnya. Sembari ditemani oleh sebungkus biskuit keju, wafer coklat, beberapa gelas minuman air mineral, serta handphone yang memutar musik-musik khas para “aktivis dakwah” yang terkadang diselingi lantunan ayat-ayat suci yang terekam secara digital dalam format mp3., ceramah beberapa ustad ternama yang juga diabadikan dalam format digital. Ada satu ceramah yang menarik bagi saya, sebuah ceramah dari ustadz Anis Mata, yang bertemakan pernikahan atau lebih tepatnya tentang memilih pasangan hidup.. uhuy..! Apa isi ceramahnya? Salah satu yang masih saya ingat adalah tentang menemukan dan memahami “konsep diri” anda untuk menemukan siapa pasangan yang pas untuk anda! Ya! ustad Anis Mata mengatakan bahwa kita harus mengenal dengan baik diri kita untuk bisa menemukan siapa pasangan hidup yang tepat untuk kita. Karena menikah bukanlah urusan sepele, ini menyangkut sebuah kerjasama apik untuk membangun peradaban dari titik terkecilnya, keluarga, maka untuk bisa melakukannya dengan baik diperlukan kombinasi pasangan yang ideal. Ideal dalam arti bisa saling melengkapi kelebihan dan kekurangan yang ada. Hehe.. boleh juga nih tips-nya..
Tak terasa, jam hampir menunjukkan pukul 11 malam, teman-teman dari aula pun sudah mulai berdatangan untuk memenuhi tuntutan mata mereka yang minta ditutup untuk beberapa waktu.
Allahu Akbar.. Swiiiiingg.. Jebyur..!!
Sekitar pukul 3 dini hari, panitia membangunkan kami untuk melaksanakan qiyamul lail bersama, kembali bertempat di Aula. Setelah qiyamul lail, tak berselang lama, waktu shubuh datang dan kami semua pun sholat shubuh berjamaah. Selepas sholat shubuh berjamaah, acara dilanjutkan kembali dengan materi mengenai “10 kriteria pemuda muslim”, aqidah yang bersih, ibadah yang benar, akhlak yang baik, fisik yang kuat, cerdas, melawan hawa nafsu, pandai mengatur waktu, teratur, mandiri, dan bermanfaat bagi orang lain. Penekanan dari ustad yang membawakan materi ini adalah bahwa mencapai seluruh kriteria ini memang bukan perkara mudah, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan. Pak ustadz pun mengakui dirinya belum bisa memenuhi semua kriteria ini, namun ia akan terus berusaha dan ikut mengajak orang lain untuk mampu mencapainya.
Setelah materi dari ustad ditutup, acara selanjutnya adalah outbond! Dan apa yang kami (para lelaki) dapati di pos pertama? Flying fox melintasi salah satu danau di area pesantren ini! Dari ujung satu ke ujung lainnya, berjarak kira-kira 30 meter. Start-nya adalah dari pucuk sebuah pohon kelapa setinggi kira-kira 10 meter, finish-nya adalah sebuah batang pohon tua yang menyembul dari permukaan air danau. Tidak seperti flying fox yang selama ini kami temui dimana peserta “terbang” dari satu sisi ke sisi sebrangnya dimana di situ berjaga seorang pemandu yang akan membantu kita turun dari “wahana” ini, tantangan dalam flying fox kali ini adalah untuk “terbang” kemudian menceburkan diri ke danau sedalam 10 meter yang ada di bawah “trek” terbang kami. Woo.. sebuah sensasi adrenalin rush tersendiri tentunya untuk terbang dari ketinggian 10 meter kemudian nyebur ke danau sedalam 10 meter pula. Awalnya memang agak menakutkan, setelah dicoba ternyata mengasyikkan juga. Oh ya, sebelum meluncur “terbang” Bapak pemandu menginstruksikan kami untuk berteriak, “Allahu Akbar!”, belakangan saya merenung, mungkin maksudnya “teriakan” ini adalah untuk meredakan ketakutan yang ada pada kita, “bukankah ada Allah yang Maha Besar, so, apa lagi yang perlu kita takutkan??”.
Pos outbond berikutnya adalah games seperti minesweeper dan game halang rintang yang menguji kesabaran dan kesetiakawanan kami untuk terus memberikan dukungan pada anggota kelompok yang lain dalam melewati tantangan yang ada. Sekitar pukul 10.30 seluruh rangkaian outbond selesai. Kami pun diberi waktu untuk bersih-bersih dan rapih-rapih tenda untuk kemudian berangkat menuju “agenda utama” acara ini, jalan-jalan ke pantai.. :D
White Sand Beach…
Selepas penutupan dan sholat zuhur yang dijamak dengan sholat ashar lagi secara berjamaah, rombongan pun menyudahi petualangannya di kompleks Nurul Fikri Boarding School ini, untuk kemudian ngebut menuju Pantai Pasir Putih, Anyer.. “agenda utama” dari kegiatan ini, ehehe..
Hampir 30 menit perjalanan, akhirnya kami pun tiba di pantai Pasir Putih, Anyer.. Di tengah cuaca terik karena matahari yang sedang mencapai titik puncaknya. Namun, semua itu tidak menghalangi kami untuk langsung menikmati indahnya pantai dengan berfoto-foto ria, bermain bola, maupun berjalan-jalan menyusuri pantai yang indah ini sambil menikmati deburan ombak yang menyapa kaki-kaki yang belepotan oleh pasir pantai ini, menuntaskan kerinduan kami akan suara-suara deburan ombak dan keceriaan di bawah naungan rasa syukur akan nikmat yang begitu besar ini.. Subahanallah.. Kapan lagi dengan 50 ribu rupiah saja bisa menikmati indahnya pantai Anyer seperti ini? hehehe…
Jazakumullah khair buat semua, panitia, peserta, pak sopir, pak satpam, tukang es kelapa, tukang ojek (lho?!)..
gambar :http://img104.imageshack.us/img104/983/anyer25sl.jpg
Label:
anyer,
inspirasi-motivasi,
jurnal,
keperibadian,
mentoring,
pantai,
wisata
Langganan:
Postingan (Atom)