Kamis, Agustus 14, 2008

Kuburan Seorang Pahlawan

Laila, nenek sudah datang tuh...”
“Oh iya, ya sudah, teman-teman kami pulang dulu ya! Sampai bertemu lagi besok..”
Laila dan sepupunya Candra segera berlari meninggalkan teman-temannya menuju gerbang sekolah mereka, Sekolah Dasar Negeri 1, sekolah dasar yang bebas biaya apapun dengan kualitas bertaraf internasional. Di gerbang sekolah itu nenek mereka, Nenek Nur, baru saja tiba dan kini beliau sedang celingukan mencari kedua cucunya yang manis itu. Kemudian tiba-tiba ia dikejutkan oleh teriakan kedua cucunya itu.
“Nenek.. nenek..!!”
“Aha.. ini dia dua cucu kesayangan nenek, duuh.. Bagaimana sekolah kalian hari ini?” Ucap Nenek Nur yang kemudian diiringi dengan pelukan dan kecupan manis ke kening kedua cucu kesayangannya itu.
“Wah, seru banget tadi nek! Tadi kita belajar sejarah Indonesia!!” seru Candra bersemangat.
“Iya nek, tadi bu guru cerita betapa hebatnya perjuangan para pahlawan kita merebut kemerdekaan dulu. Wah, Laila jadi kagum banget sama mereka-me­reka nek! ingin rasanya bisa menjadi pahlawan seperti mereka. Sayangnya, kini kita sudah merdeka, tidak ada lagi penjajahan..” sambut Laila yang tidak kalah bersemangat namun sedikit kecewa.
“Betul nek, sekarang ini kita tidak perlu lagi mengangkat senjata untuk mengusir penjajah. Padahal, itu kan keren banget nek..” Lanjut Candra.
“Eh,
“Hmm.. Sepertinya kita tidak bisa langsung pulang hari ini. Kalian harus ikut nenek dulu..” Nenek menaggapi ucapan kedua cucunya tadi.
“Wah, mau ke mana kita nek?” Tanya Candra penasaran.
“Sudah, ikut saja. Nenek akan menunjukkan pada kalian bahwa pahlawan tidak hanya orang yang mengangkat senjata untuk mengusir penjajah.” Jawab nenek menanggapi cucunya yang cerewet ini.
Mereka bertiga pun berjalan ke arah stasiun monorail yang letaknya tidak jauh dari sekolah. Setelah membeli karcis, mereka bertiga naik dan duduk berjejer. Kereta monorail pun berjalan. Nenek, Laila, dan Candra melanjutkan perbincangan mereka mengenai pahlawan dalam kenyamanan perjalanan dengan kereta monorail dan sikap para penumpang lain yang ramah dan bersahaja yang kemudian ikut meramaikan perbincangan antara Nenek, Laila dan Candra. Tak terasa, tibalah mereka bertiga di stasiun yang dituju. Setelah turun, mereka melanjutkan perjalanan ke sebuah daerah yang agak ramai, seperti sebuah alun-alun kota, namun di dekat situ ternyata ada sebuah kompleks pemakaman. Dan tempat yang mereka tuju adalah kompleks pemakaman tersebut.
“Kenapa nenek mengajak kami ke tempat ini?” Laila bertanya.
“Ayo, Nenek tunjukkan orang-orang yang nenek anggap juga seorang pahlwan..”
Mereka bertiga berjalan sedikit ke arah pojok kiri kompleks pemakaman yang damai namun jauh dari kesan seram tersebut dan kemudian mereka berhenti setelah nenek berhenti dan menunjuk ke arah salah satu makam.
“Beliau yang terbaring di sini ialah kawan nenek ketika kuliah dulu. Semasa hidupnya beliau adalah seorang ahli yang menghasilkan banyak karya di bidang pendidikan dan beliaulah yang memulai revolusi di dunia pendidikan di negeri ini sehingga pendidikan bisa dinikmati oleh semua kalangan masyarakat, kualitas pendidikan di negeri ini bisa maju, dan akhirnya kesejahteraan masyarakatpun berangsur-angsur membaik.” Kenang nenek.
Nenek tersenyum melihat kedua cucunya yang tampaknya bingung setelah mendengar cerita darinya. Kemudian nenek menekuk kakinya supaya bisa berdiri sejajar dengan cucu-cunya kemudian mengusap kepala kedua cucunya itu.
“Yah, mungkin kalian belum bisa mengerti apa yang nenek bilang tadi. Namun yang jelas, mulai saat ini berjanjilah untuk belajar sebaik mungkin dan tidak menyianyiakan setiap kesempatan belajar yang ada. Tuntutlah ilmu yang menurut kalian paling cocok untuk kalian, kemudian gali ilmu tersebut sedalam-dalamnya, berusahalah menjadi yang terbaik, kemudian amalkan ilmu yang kalian dapat untuk kepentingan masyarakat luas. Maka ilmu yang kalian kumpulkan tadi akan banyak bermanfaat. Kalian juga akan mampu mempertahankan atau bahkan meningkatkan kemajuan yang sudah didapat negeri ini lebih jauh lagi. Dan pada akhirnya, kalian akan menjadi seorang pahlawan..” Lanjut nenek menaggapi kebingungan kedua cucunya.
“i.. iya nek, kalau begitu mulai sekarang kami berjanji akan mencari ilmu sebanyak mungkin agar bisa memanfaatkannya untuk kepentingan orang banyak..”
“iya nek, betul apa yang dibilang Laila. mulai saat ini kami akan berusaha menjadi seorang pahlawan bagi negeri ini dengan belajar sebaik mungkin dan memanfaatkan ilmu kami seluas-luasnya. Terima kasih nek..”
“Hmm.. itu baru namanya cucu nenek! Ayo, sebelum kita pulang, mari kita mendoakan terlebih dahulu para pahlwan yang telah berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari pada penjajah sejak ratusan tahun lalu sehingga kita bisa hidup bahagia seperti sekarang ini..”
Mereka bertiga berdoa dengan khusyu, dan tidak lama kemudian mereka bertiga pun pulang.
---
Setting cerita ini ialah tahun 2056. Bisa dibilang saat itu adalah era keemasan bagi bangsa Indonesia. Setelah 116 tahun merdeka dari penjajahan secra fisik dan setelah 43 tahun merdeka dari semua bentuk penjajahan secara tidak langsung. Pemerintahan bersih dari korupsi, pelayanan publik yang ter-manage dengan baik, pendidikan gratis dan bermutu baik, kemudahan akses pelayanan kesehatan, stabilitas politik dan ekonomi yang mapan terjaga, kehidupan masyarakat yang sejahtera, industri yang maju pesat, neraca perdagangan surplus, pemabangunan yang merata sesuai kebutuhan daerah, hutan, lingkungan, kekayaan alam yang terjaga dan termenej dengan baik, serta berbagai kriteria untuk menyebut negara tersebut sebagai “negara maju” telah terpenuhi.
---

4 komentar:

  1. hmm, pasti kuburan itu kuburannya gue... hehehe,, gue,sang Pemimpin Besar Revolusi, heuheuhue.....
    tapi enggak ding, gue kan udah punya kuburan sendiri di Pepe, Solo... hehe,

    BalasHapus
  2. Boleh juga cerpennya, memberikan inspirasi...

    Elo mau jadi penulis cerpen?
    Gue dukung deh!

    BalasHapus
  3. mayan, mule terlihat jiwa PSIKOLOG loe hahaha...

    Ayo SMANGADH ngepost!!!!

    BalasHapus
  4. gembili.com sudah kembali online!! hehe, akhirnya berhasil pindah hosting...

    BalasHapus