Selasa, Desember 29, 2009

Mengintegrasikan Psikologi dan Islam


Data buku

Judul : Integrasi Psikologi dengan Islam, Menuju Psikologi Islami

Penulis : Hanna Djumhana Bastaman

Penerbit : Pustaka Pelajar, Yogyakarta


Psikologi yang islami merupakan salah satu buah dari pemikran dan usaha-usaha islamisasi ilmu pengetahuan atau sains yang makin marak belakangan ini, sejalan dengan makin kuatnya semangat dari umat muslim di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, untuk menunjukkan bahwa memang Islam-lah rahmat bagi seluruh alam.

Buku Integrasi Psikologi dengan Islam; Menuju Psikologi Islami ini pun hadir sebagai salah satu wujud karya dari salah satu anak bangsa yang memang sangat peduli akan hal ini, Bapak Hanna Djumhana Bastaman. Melalui buku ini beliau mencoba menyampaikan pemikiran-pemikiran beliau yang disertai dengan argumen-argumen ilmiah tentang konsep psikologi yang berlandaskan citra manusia menurut konsep-konsep dalam ajaran Islam serta tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan kesehatan mental tapi juga meningkatkan kualitas religiusitas dalam diri manusia.

Pendekatan yang dilakukan oleh pak Hanna dalam menyampaikan pemikirannya tentang psikologi yang islami ini bukanlah sebuah kritik maupun kecaman terhadap arus-arus psikologi yang memang telah mapan. Melainkan lebih kepada memberi wawasan Islam pada konsep-konsep psikologi kontemporer serta memanfaatkan hasil-hasil pemikiran ahli-ahli psikologi aliran kontemporer tersebut dalam usaha peningkatan kesejahteraan manusia, jika justru ditemukan hal-hal yang justru tidak sesuai, maka mari sama-sama kita memperbaikinya.

Buku ini sendiri terbagi dalam beberapa bagian utama. Bagian prolog mencoba memberi gambaran awal dan hal-hal pokok mengenai psikologi islami. Bagian kedua mengetengahkan pembahasan mengenai upaya menghubungkan sains dengan agama dalam konteks ilmu psikologi. Ada pula bagian ketiga buku ini mencoba mengusung konsep utama dari wacana psikologi islami, yaitu perspektif psikologi islami dalam memberikan pandangan seputar manusia, serta telaah terhadap beberapa pandangan dari berbagai aliran psikologi mengenai manusia dari sudut islam. Kemudian pada bagian keempat buku ini, Pak Hanna mencoba mengungkapkan sisi praktikal dari psikologi islami dalam menangani beberapa isu yang sering kita temukan dalam kehidupan. Dan buku ini pun ditutup melalui sebuah epilog yang membahas mengenai respon-respon yang muncul dalam menanggapi wacana psikologi islami ini.

Menurut saya, buku ini dapat memperluas perspektif kita dalam memahami islam maupun ilmu Psikologi itu sendiri. Dengan perspektif yang lebih luas, tentunya makin banyak sisi yang dapat kita gali dan optimalkan dalam menyelesaikan berbagai tantangan kehidupan dan kemanusiaan yang ada pada zaman ini. Sangat cocok bagi mereka yang menaruh minat pada kajian-kajian islam, kajian ilmu-ilmu psikologi, maupun bagi mereka memang sudah berkecimpung dalam bidang psikologi ini (mahasiswa psikologi, dosen, psikolog, peneliti, dsb).


Selasa, Desember 01, 2009

Ngobrolin Islam dan Psikologi dalam ICON (Islamic Chatting on November)


ICON merupakan kependekan dari Islamic Chatting on November, sebuah kegiatan seminar kajian dan diskusi yang membahas representasi Islam dalam bidang Psikologi. Acara yang diselenggarakan oleh departemen Pengembangan Psikologi Islami (P2I) FUSI F.Psikologi ini, diselenggarakan pada 20 November 2009 lalu di Auditorium Ged.H Fakultas Psikologi UI.

Acara ini mengangkat tema “Give You More: Islam as Rahmat Alam”. Melalui tema ini ICON berusaha mengajak rekan-rekan civitas Psikologi UI secara khusus dan rekan-rekan yang lain untuk memahami bahwa Islam merupakan ajaran yang isinya begitu menyeluruh, menyentuh setiap sendi kehidupan manusia, termasuk sendi-sendi interaksi manusia baik dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain dan lingkungan (sendi-sendi kehidupan yang selama ini dipelajari dalam ilmu Psikologi). Sehingga nantinya, ilmu Psikologi yang kita pelajari mampu kita manfaatkan selain untuk meningkatkan kesehatan mental diri pribadi dan masyarakat, juga untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita semua kepada Allah SWT.

Tema “Give You More: Islam as Rahmat Alam” ini sendiri disajikan oleh ICON dalam 3 tema seminar kajian dan diskusi, yaitu Bedah Buku “Psikologi Sufi”, Seminar “Mencetak Anak Bangsa Menjadi Generasi Pahlawan Berdasarkan Psikologi Pendidikan Islam”, serta Bedah Film dan Talkshow “Turtles Can Fly”.

Sesi bedah buku “Psikologi Sufi” dibawakan oleh Nurlyta Hafiyah, S.Psi, M.Psi, seorang dosen di Fakultas Psikologi UI yang juga merupakan penerjemah dari sebuah buku mengenai psikologi sufi yang ditulis oleh seorang penulis barat bernama Lynn Wilcox, bersama moderator Rizqi M. Ghibran, mahasiswa berprestasi tingkat Fakultas Psikologi pada tahun 2007. Dalam sesi ini, Ibu Nurlyta Hafiyah yang biasa disapa Mbak Evi ini mengajak kita untuk melihat dengan sudut pandang yang lebih luas mengenai sufisme. Sufisme dalam Psikologi menurut Mbak Evi adalah salah satu jalan (dari sekian banyak jalan) untuk semakin mengenal Tuhan melalui pengenalan diri yang makin mendalam, karena aliran psikologi kontemporer kebanyakan justru “menjauhkan manusia dari Tuhan-nya”.

Sesi berikutnya menampilkan Seminar “Mencetak Anak Bangsa Menjadi Generasi Pahlawan Berdasarkan Psikologi Pendidikan Islam” yang dibawakan oleh Bapak Buchori Nasution, seorang pemilik sekolah berbasis pendidikan Islam dan anggota dari Lembaga Menejemen Pendidikan Indonesia (LMPI) serta Research Center for Islamic Curruculum. Bersama moderator, Terry Marlita, mantan Ketua Departemen Pengembangan Psikologi Islami tahun 2009, Pak Buchori mengajak kita semua untuk kembali melakukan kajian yang serius terhadap Al-Quran, karena Al-Quran merupakan bacaan paling baik dan paling komprehensif tentang seluruh sendi kehidupan manusia. Tidak hanya untuk mengkaji dan menghafalkannya, tapi juga untuk memahami dan mengajarkan isinya, karena itulah sesungguhnya esensi pendidikan yang sering dilupakan oleh para pengajar. Selain itu, Pak Buchori pun mengajak para peserta untuk lebih kritis lagi terhadap perkembangan kurikulum pendidikan di Indonesia agar pendidikan di Indonesia mampu secara optimal mencetak “generasi-generasi pahlawan” bagi bangsa Indonesia.

Dan di sesi ketiga (terakhir) diadakan pemutaran singkat film “Turtles Can Fly”, sebuah film tentang kehidupan dan perjuangan hidup dari anak-anak yang tinggal di sebuah daerah yang sering dilanda konflik peperangan, di perbatasan Turki dan Irak, menjelang dilangsungkannya invasi Amerika Serikat ke Irak sekitar tahun 2003 lalu. Dengan dipandu oleh moderator Izza Dinillah, Sekertaris Jendral FUSI F.Psikologi tahun 2009, dan pembicara Ibu Aliah B. Purwakania Hasan, MKes, Psi, atau biasa disapa Mbak Kania, seorang almunus F.Psikologi UI yang kini aktif sebagai dosen di Universitas Bunda Mulia dan aktif pula sebagai penulis berbagai jurnal dan rubrik konsultasi psikologi, peserta diajak untuk mengkaji kondisi psikologis dari anak-anak dalam cerita film ini. Salah satu yang menarik dari pembahasan mengenai kondisi psikologis dari anak-anak yang tinggal di daerah konflik ini adalah umumnya kemampuan anak-anak untuk melakukan coping terhadap situasi konflik yang dihadapinya lebih baik daripada kemampuan pada orang dewasa. Artinya, umumnya anak-anak akan lebih cepat pulih (recover) dari situasi konflik yang dialaminya, dibanding dengan orang dewasa. Namun, tetap saja hal ini bergantung pada seperti apa trauma yang diakibatkan oleh situasi konflik tadi.

Selain diisi dengan tema-tema kajian yang sangat menarik tadi, ICON ini juga dimeriahkan oleh penampilan dari FIka Humairoh, seorang mahasiswa F.Psikologi UI yang membacakan sebuah puisi yang cukup menyentuh hati, berjudul “Dialog Partisi Indera”, serta penampilan dari Tim Nasyid Salman, Salam UI.

(Mochammad Ardhya, Psikologi UI 2008, Project Officer ICON, 2009)


Senin, Oktober 26, 2009

Mari Membina Diri

Judul buku : Tarbiyah Dzatiyah
Penulis : Abdullah bin Abdul Aziz Al-Aidan
Penerjemah : Fadhli Bahri, Lc.
Penerbit : An-Nadwah, Jakarta,

Tentunya kita semua pernah bertanya-tanya, mengapa dari seorang “guru” yang mengajarkan “ilmu” yang sama bisa lahir murid-murid dengan kualitas pemahaman ilmu yang berbeda-beda, ada yang sangat mahir, namun ada pula yang justru tertinggal oleh yang lainnya? Mungkin jawabannya akan beragam, tapi salah satu yang tidak boleh kita pungkiri adalah kemampuan dari “si mahir” untuk membina dirinya sendiri dengan optimal menuju kualitasnya yang terbaik. Kemampuan membina diri sendiri inilah yang diulas secara mendalam oleh Abdullah bun Abdul Aziz Al-Aidan dalam buku Tarbiyah Dzatiyah ini. Apakah makna dari tarbiyah dzatiyah itu sendiri? Makna dari tarbiyah (pembinaan) dzatiyah adalah sejumlah sarana pembinaan untuk setiap muslim dan muslimah kepada dirinya untuk membentuk kepribadian Islami yang sempurna di seluruh sisinya, baik ilmu, iman, akhlak, sosial, dan sebagainya untuk mencapai kesempurnaan sebagai manusia.

Mengapa kita perlu Tarbiyah Dzatiyah? Menurut penulis buku ini, pembinaan yang optimal terhadap diri sendiri ini merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia. Ada banyak hal yang mendasari pernyataan ini.
Pertama, sebagai seorang muslim memang kita diperintahkan untuk memperioritaskan keselamatan diri kita dari bahaya api neraka, sebelum kita mengajak orang lain untuk juga bisa selamat dari api neraka. Sebagaimana yang Allah sebutkan dalam QS At-Tahrim ayat 6; “Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”.
Kedua, jika kita tidak berinisyatif untuk men-tarbiyah-I diri kita sendiri, lalu siapa yang akan melakukanya? Jangan sampai usia yang diberikan Allah kepada kita ini kita siasiakan dengan tidak mengoptimalkan apa yang telah Allah beri pada diri kita. Jangan lupa pula bahwa kelak hisab pada hari kiamat akan bersifat individual, artinya setiap diri kita akan diminta pertanggungjawaban atas amal perbuatannya di dunia, meskipun jika ada penyimpangan yang kita lakukan karena pengaruh orang lain. “Dan setiap mereka datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri” (QS Maryam; 95).
Ketiga. Setiap orang pasti memiliki kekurangan, ataupun pernah melakukan kelalaian, maka tarbiyah dzatiyah dapat menjadi upaya perbaikan diri menuju lebih baik lagi. Dengan terus mengupayakan perbaikan diri ini, seorang muslim akan semakin tsabat (sabar), istiqomah, dan mampu menjadi qudwah yang baik dalam dakwah. Dan akhirnya, dengan izin Allah kita dapat menunjukkan ke-syumul-an Islam untuk memperbaiki kondisi masyarakat saat ini yang masih kering dari nilai-nilai Islam.

Masihkah Tidak Peduli?
Sering kali ketika kita sudah mengetahui urgensi dari suatu hal, namun tetap saja pada kenyataanya "porsi" perhatian maksimal kita pada hal ini tidak maksimal. Apa sajakah penyebabnya? Dalam buku ini disebutkan beberapa penyebab masih minimnya perhatian pada tarbiyah dzatiyah ini. Diantaranya, minimnya ilmu kita tentang dalil-dalil Quran maupun Sunnah yang menganjurkan trabiyah dzatiyah ini, ketidakjelasan sasaran dan tujuan hidup yang membuat kita berjalan tanpa arah yang pasti dan akhirnya banyak mengisi kehidupan dengan hal yang sia-sia, "lengket"nya kita dengan kehidupan dunia (terlalu sibuk mencari sesuap nasi, dan hanya menaruh sedikit perhatian pada tarbiyah), pemahaman yang salah tentang tarbiyah seperti anggapan bahwa kegiatan tarbiyah membuat diri terputus dari kehidupan manusia, minimnya basis tarbiyah yang kondusif dan mampu menjaga agar tetap istiqomah, "langka"nya pembina (murabbi) yang mampu memberikan tarbiyah, taujih, dan pengamalan yang sesuai dengan kondisi "objek" yang perlu dibina, serta perasaan akan panjangnya angan-angan yang membuat kita menunda-nunda diri untuk melakukan tarbiyah pada diri.
Sarana-sarana Tarbiyah Dzatiyah
Banyak sekali sarana yang dapat digunakan untuk melakukan tarbiyah dzatiyah, diantaranya:
Muhasabah. Seluruh bagian dari hidup kita akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah SWT di akhirat kelak. Maka, tarbiyah yang dilakukan seorang muslim kepada dirinya dengan diawali melakukan muhasabah (evaluasi diri) atas kebaikan dan keburukan yang telah ia kerjakan, dll, adalah langkah yang sangat baik.

Bertaubat dai segala dosa
. Setelah melakukan muhasabah dan mengetahui hal-hal yang perlu dievaluasi dari diri kita (kesalahan ataupun dosa), maka langkah yang harus dilakukan setelahnya adalah bertaubat dengan taubat yang sebenarnya (taubatan nasuha), dan bertekad tidak pernah mengulanginya kembali.
Dosa pada hakikatnya adalah kelalaian dalam mengerjakan kewajiban-kewajiban syar’I atau mengerja¬kan dengan tidak semestinya. Oleh karena itu membina diri dengan bertaubat adalah sarana yang tepat untuk meningkatkan kualitas diri dan menghindari hukuman Allah di dunia maupun akhirat atas dosa yang kita lakukan.

Mencari ilmu dan memperluas wawasan
. Dengan terus mencari ilmu dan menambah wawasan, kapasitas dan kemampuan kita dalam berbagai hal akan semakin terasah optimal. Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menambah ilmu dan memperluas wawasan kita, baik itu melalui kajian ilmu agama maupun ilmu pengetahuan, membaca buku, mengunjungi ahli ilmu, dll. Yang perlu diperhatikan dalam mencari ilmu antara lain, ikhlas dalam mencari ilmu, rajin dan meningkatkan pengetahuan, menerapkan ilmu yang didapatkan, dan tunaikan hak ilmu dengan berdakwah kepada orang lain.


Mengerjakan amalan-amalan iman.
Ini merupakan sarana tarbiyah diri melalui realisasi konkret perintah-perintah Allah dan RasulNya. Bentuk realisasi konkret tersebut diantaranya; mengerjakan ibadah-ibadah wajib seoptimal mungkin, Meningkatkan porsi ibadah-ibadah sunnah, serta peduli dengan ibadah dzikir seperti membaca al-qu’ran dan berdzikir.

Memerhatikan aspek akhlak. Islam sangat peduli dengan aspek akhlaq yang baik, kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Seperti yang diungkapkan Ibnu Qoyyim rahimahullah “ Agama itu akhlak. Barang siapa meningkatkan akhlak Anda, berarti ia meningkatkan ia meningkatkan akhlak Anda”. Beberapa bentuk tarbiyah dzatiyah dalam aspek moral antara lain : sabar, membersihkan hati dari akhlak tercela, meningkatkan kualitas akhlak, bergaul dengan orang-orang yang berakhlak mulia, serta memperhatikan etika-etika umum.

Terlibat dalam aktivitas dakwah
. Terlibat dalam aktivitas dakwah adalah salah satu sarana tarbiyah dzatiyah yang penting, karena Allah telah menyebutkan dalam surat Al-Ashr bahwa orang-orang yang tidak rugi di akhirat kelak adalah orang-orang yang memiliki empat sifat; beriman kepada Allah ta’ala, beramal shaleh, saling berwasiat dalam kebeenaran, dan saling berwasiat untuk sabar. Sifat ketiga dan keempat tidak akan dapat direalisasikan, kecuali kita menunaikan kewajiban kita untuk berdakwah ke jalan Allah.


Mujahadah
. Mujahadah atau jihad artinya bersungguh-sungguh. Bersungguh-sungguh juga merupakan sarana penting, karena melakukan tarbiyah dzatiyah ini tidaklah mudah, banyak tantangan yang akan kita hadapi dalam melaksanakannya. Kesungguhan kita dapat ditunjukkan dengan bersabar, motivasi karena Allah ta’ala, bertahap dalam melakukannya, serta jadilah orang yang tidak lalai.


Berdoa dengan jujur kepada Allah.
Doa menjadi salah satu sarana tarbiyah dzatiyah, karena doa adalah perminaan seorang hamba kepada Tuhannya, pengakuan ketidakberdayaan, peryataan tidak punya daya dan kekuatan, serta penegasan tentang daya, kekuatan, kodrat, dan nikmat Allah ta’ala.
Rasulullah SAW telah menjelaskan tentang korelasi antara doa dan tarbiyah dzatiyah, seperti dalam sabda Beliau, “Iman pasti lusuh di hati salah seorang diantara kalian, sebagaimana pakaian itu lusuh. Karena itu mintalah Allah memperbaharui iman di hati kalian.” (diriwayatkan Ath-Tabrani dan sanadnya hasan).


Apa yang kita dapat dari Tarbiyah Dzatiah
Tabiyah dzatiyah merupakan suatu proses. Jika diibaratkan dengan tanaman berbuah, maka pada akhirnya tarbiyah dzatiyah akan menghasilkan “buah yang ranum” (hasil atau manfaat) untuk kita rasakan. Beberapa manfaat yang Insya Allah akan kita rasakan diantaranya; mendapatkan keridhaan Allah dan surgaNya, kebahagiaan dan ketentraman, dicintai dan diterima Allah, sukses, terjaga dari keburukan dan hal-hal tidak mengenakkan, keberkahan waktu dan harta, kesabar atas penderitaan dan semua kondisi, dan jiwa yang merasa aman. Sungguh besar bukan manfaatnya? Semoga kita semakin termotivasi untuk melakukan tarbiyah dzatiyah ini dengan optimal.

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami adalah Allah’, kemudian mereka istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran pada mereka dan mereka tidak berduka cita.” (Al-Ahqaf: 13)

“Dia yang menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin, supaya keimanan me¬re¬ka bertambah selain keiamanan mereka (yang ada).” (QS Al-Fath: 4)

Minggu, Oktober 18, 2009

Mencari Permata

Sejenak ku termenung, kala kutatap luka hatiku yang masih terbuka

Setetes darah mengalir diantaranya, oh.. betapa lemah sungguh diri terasa,

Air mata tumpah tak sanggup menaggung duka,

Oh.. masih adakah ruang maaf di jiwa untuk diri yang melupakan karunia?


Kembali ku ke alam fana,

Saat kutemui raja yang tidak rela akan keberadaan para pewaris tahta sesungguhnya

Pewaris tahta yang datang dengan membawa sekeping permata

Namun dusta membuatnya terlihat bagai angkara murka,

Murka boleh melanda, tapi asa tidak akan sirna

Karena jika saatnya tiba, permata inilah yang akan menyinari dunia

Menyinari dunia dalam keabadian cinta..


Sejenak ku pergi kembali, ke sebuah negeri dengan emas berkilau di setiap hamparannya

Meskipun tidak seluruhnya memancarkan cahaya, meskipun sebagian masih tertutup debu-debu angkasa,

Damai terasa di jiwa saat melihat kilaunya…

Damai terasa saat melihat para pendulangnya tersenyum mesra,

Menggugah sukma, tuk menelisik indahnya makna

Makna dari sebuah perjuangan meraih bintang yang jauh di sana,

Untuk menyinari dunia dalam keabadian cinta..


Ah, aku harus kembali lagi ke alam fana..

Aku harus kembali tuk mendulang baja demi pencarian indahnya permata,

Aku harus pergi, tapi aku akan kembali ke negeri emas ini,

Entah lusa atau di kemudian hari,,

Karena dari sini, akan ku kayuh perahuku menuju samudra dunia

Tuk kemudian terbang membelah angkasa..


Sabtu, September 26, 2009

Semua Bisa Jadi Pahlawan!


"Mencari Pahlawan Indonesia"

Penulis : Anis Matta

Penerbit : The Tarbawi Center, 2004

Mencari Pahlawan Indonesia merupakan kumpulan tulisan dari Anis Matta yang pernah dimuat dalam Serial Kepahlawanan di Majalah Tarbawi. Kumpulan tulisan ini bukanlah kumpulan angan-angan tentang sosok seorang yang turun dari langit untuk menjadi juru selamat dari krisis multidimensi yang melanda bangsa ini. Kumpulan tulisan ini justru mengajak kita untuk bersama-sama menelaah nilai-nilai dari seorang pahlawan serta faktor-faktor dibalik kepahlawanan seseorang. Kumpulan tulisan dalam bentuk sebuah buku ini pun mengajak kita untuk menumbuhkan suatu sosok pahlawan dari dalam diri kita, karena setiap diri kita memilki potensi untuk menjadi seorang pahlawan.

Filosofi

Apakah sebenarnya “pahlawan” itu? Banyak dari kita, yang masih memiliki paradigma bahwa seorang pahlawan adalah orang suci yang turun dari langit yang diturunkan ke bumi untuk menyelesaikan persoalan dengan mukjizat, secepat kilat untuk kemudian kembali ke langit. Padahal sebenarnya orang-orang yang kita kenal sebagai sesosok pahlawan yang nyata selama ini adalah manusia biasa pula. Manusia biasa, sama seperti kita. Karena, pahlawan sesungguhnya adalah orang biasa yang melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, dalam sunyi yang panjang, sampai waktu mereka habis. Mereka hanya manusia biasa yang berusaha memaksimalkan seluruh kemampuannya untuk memberikan yang terbaik yang terbaik bagi orang-orang di sekelilingnya. Namun, yang tidak kalah penting bagi seorang pahlawan adalah nilai keikhlasan. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa “pahwalawan” dapat menjadi suatu gelar yang diberikan oleh masyarakat. Nilai keikhlasan menjadi penting sebab keikhlasan lah yang akan membawa setiap orang pada hakikat yang besar dan abadi, dimana setap orang akan ditempatkan dengan layak, adil, dan objektif.

Trilogi Dunia

Ya, pahlawan adalah seorang manusia biasa. Manusia biasa yang tentunya tidak akan lepas dari ujian Allah SWT yang terangkum dalam “trilogi dunia”; harta, tahta, dan wanita. Namun, ketika semua itu dihadapi dengan kesabaran, “trilogi dunia” dapat menjadi sumber kekuatan yang akan terus menyalakan api kepahlawanan dalam diri seseorang.

Wanita adalah sosok yang penting bagi seorang pahlawan, yang menempati ruang yang begitu luas dalam jiwa seorang pahlawan. Wanita memiliki kekuatan berupa kelembutan, kesetiaan, cinta, dan kasih sayang yang mampu menjadikannya penjaga spiritual dan sandaran emosi bagi sang pahlawan. Dari sosok seorang wanita inilah pahlawan dapat memperoleh kekuatan, ketenangan, kenyamanan, keamanan, dan keberanian dalam memaksimalkan seluruh kemampuannya untuk memberikan yang terbaik yang terbaik bagi orang-orang di sekelilingnya. Salah satu contoh nyata dari peran penting seorang wanita bagi seorang pahwalan adalah kisah Khadijah yang menguatkan hati suaminya, Nabi Muhammad SAW, yang merasakan ketakutan luar biasa saat menerima wahyu untuk pertama kalinya.

Jika wanita berperan dalam pembentukan jiwa pahlawan, maka untuk mewujudkan kepahlawanannya seorang pahlawan memerlukan sumber daya berupa harta. Harta bagi seorang pahlawan adalah sarana agar kepahlawanannya bisa diwujudkan di dunia materi (nyata) ini. Untuk itu, setiap pahlawan harus memaknai pengorbanan sebagai energy dari ke-zuhud-an. Energi yang akan membuat setiap pahlawan tidak nervous ketika berhadapan dengan harta dunia sehingga harta tidak pernah menemukan jalan menuju hati mereka dan akhirnya harta tersebut mampu untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakatnya.

Satu bagian lagi dari trilogy dunia para pahlawan adalah “tahta”. Ibnu Qoyyim Al- Jauziah pernah berkata, “ Saya telah mempelajari seluruh syahwat manusia. Yang ku temukan kemudian adalah fakta bahwa syahwat yang paling kuat dalam diri manusia adalah syahwat kekuasaan”. Tahta atau kekuasaan, berikut besarnya dorongan maupun godaan dibaliknya, bak dua mata pisau. Satu sisi mampu menjadi sarana untuk pahlawan mewujudkan kepahlawanannya (seperti halnya harta) namun di sisi lain tahta mampu menjerumuskan banyak pahlawan ke dalam lumpur kenistaan dan bisa merusak semua telaga kepahlawanan yang ia ciptakan sendiri. Oleh karena itu setiap pahlawan harus menempatkan tahta sebagai sarana, bukan sebagai tujuan.

Aspek-aspek kepahlawanan

Trlogi dunia merupakan anugerah sekaligus ujian bagi para pahlawan. Anugerah jika mampu menjadikannya sebagai sarana, bukan tujuan. Menjadikannya dalam genggaman, bukan dalam hati. Apa yang membuat para pahlawan mampu melakukan hal tersebut? Selain keikhlasan dalam berbuat, factor penting lainnya adalah terasahnya aspek-aspek kepahlawanan dalam diri, yang meliputi keberanian, kesabaran, dan pengorbanan.

Setiap pahlawan merupakan seorang pemberani. Pemberani tidaklah sama dengan nekad, menjadi pemberani adalah menjadi seseorang yang sepenuhnya maju menunaikan tugas, baik tindakan maupun perkataan, demi kebenaran kebaikan, atau untuk mencegah suatu keburukan dengan menyadari sepenuhnya kemungkinan resiko yang akan diterima. Keberanian tidak akan optimal tanpa kesabaran. Atau dengan kata lain, tidak ada keberanian yang sempurna tanpa kesabaran. Keduanya saling berkaitan karena kesabaran adalah daya tahan psikologis yang menentukan sejauh apa pahlawan mampu membawa beban idealisme kepahlawanan dan sekuat apa pahlawan mampu survive dalam menghadapi tekanan hidup. Aspek lain yang juga penting dalam kepahlawanan adalah pengorbanan. Pahlawan mendapatkan “gelarnya” karena begitu banyak hal telah ia korbankan atau berikan pada masyarakatnya. Pengorbananlah yang memberi arti dan fungsi kepahlawanan bagi sifat-sifat pertanggungjawaban, keberanian, kesabaran.

Kesimpulan

Pahlawan sesungguhnya adalah hanya manusia biasa yang berusaha memaksimalkan seluruh kemampuannya untuk memberikan yang terbaik yang terbaik bagi orang-orang di sekelilingnya. Dengan demikian, setiap diri kita punya potensi untuk menjadi seorang pahlawan. Tinggal bagaimana kita mengoptimalkan potensi-potensi tersebut menjadi sarana dalam mewujudkan kepahlawanan serta tetap menjaga keikhlasan dalam berjuang.


* Tulisan ini juga bisa dilihat di Albinadigital.wordpress.com

* Terimakasih kepada Yoga (biologi UI 08) yang sudah meminjamkan buku ini. Terimakasih juga buat Zie, Marsha, Puji, & Edoy (psikologi UI 08) atas kerjasamanya dalam meeringkas isi buku ini sebelumnya, hehehe...

Selasa, September 08, 2009

Rekonstruksi .... dan Perjalanan Berbagi Ilmu (part 2)

-lanjutan dari postingan sebelumnya-

Ke Ciputat Berbagi Ilmu

Sepulang dari IPB, sebuah sms masuk ke hape saya. sebuah sms yang dikirim oleh Bang Fajar, ketua FUSI (LDF-nya Psiko UI) isinya menginformasikan akan adanya kunjungan FUSI tuk bertukar ilmu mengenai menejemen da’wah di fakultas dengan “FUSI”nya Psikologi UIN. Saya pun memutuskan untuk turut serta dalam kunjungan ini.

Esoknya, kita berangkat dari Akademos sekitar jam 9, dengan tak lupa mempersiapkan terlebih dahulu kado yang akan ditukarkan dengan rekan-rekan mahasiswa LDF Psikologi UIN di sana. Ternyata untuk mencapai kampus UIN di Ciputat sana, tidaklah sulit. Dari Depok cukup naik bus jurusan Lebak Bulus kemudian naik lagi angkutan kota (angkot), tapi lupa angkot nomor berapa.. hehe.. dan dalam jarak 2 kilometer dari terminal Lebak Bulus, sampailah kita di kampus UIN di Ciputat. Kampus UIN sendiri terdiri dari 2 bagian. Kalau kita anggap kampus yang pas di pinggir jalan raya adalah kampus 1, maka Fakultas Psikologi-nya terletak di kampus 2 yang di seberang kampus 1 tapi agak masuk ke dalem lagi. Di kampus 2 ini selain ada fakultas Psikologi juga ada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan serta kampus untuk program pasca sarjana.

Setibanya di kampus Fakultas Psikologi UIN, kami (rombongan dari FUSI Psiko UI) disambut dengan spesial, termasuk menghadirkan wakil dekan bidang kemahasiswaan untuk memberikan sambutan. Ibu wakil dekan bidang kemahasiswaan ini bernama Ibu Zahrotunnihayah. Beliau yang ternyata lulusan Psikologi UI ini ketika diberikan kesempatan menyampaikan sambutan sedikit berguyon mengenai singkatan UI dan UIN. Beliau mengatakan bahwa UI dan UIN sama-sama “UI”, hanya saja UIN adalah UI yang “Negeri”. Jadi, yang ada di Ciputat itu “UI Negeri”, sementara yang di Depok bukan.. Swasta donk.. (Ya bisa jadi kalo “BOP”-nya tidak “B” [berkeadilan]) Hehehe..

Setelah prosesi penyambutan plus sedikit tausiyah dari seorang da’i di UIN tentang ukhuwah dalam Islam yang memakan waktu hingga menjelang zuhur, yang kemudian dilanjutkan dengan sholat berjamaah lalu makan siang bersama, tibalah waktunya untuk sharing ilmu soal menejemen kegiatan da’wah di fakultas. Kegiatan ini diawali dengan rekan-rekan LDF Psiko UIN yang mempresentasikan seluk beluk lembaga mereka, termasuk bagaimana koordinasinya dengan lembaga da’wah se-kampus. Setelah itu baru presentasi dari FUSI Psiko UI.

Presentsi dari rekan-rekan Psiko UIN ini dibawakan oleh ketua KOMDA-nya.. (siapa ya namanya.. duh.. lupa nih.. hehe ) Apa itu KOMDA? KOMDA ini kepanjangan dari Komisariat Dakwah. LDF di UIN disebut komisariat da’wah karena antara tiap LDF dengan LDK terdapat garis komando. Hal ini berbeda dengan UI yang antara LDF dengan LDK (Salam UI) hanya terdapat garis koordinasi. Singkatnya, di UIN itu LDK berhak mengintervensi kebijakan LDF, sementara di UI tidak. Tapi bisa saling koordinasi untuk bekerja sama mencapai terget-terget tertentu. Gitu lho..


to be continued.. (lagi..)



Jumat, Juli 31, 2009

Rekonstruksi Sisa Mimpi, Isu Terorisme, dan Perjalanan Berbagi Ilmu

Sebagian orang berkata bahwa “life is a journey”.. Hal ini bagi saya mengindikasikan bahwa hidup tidaklah sempurna rasanya tanpa melakukan journey.. alias “jalan-jalan”.. hehe.. (tafsiran secara semprul..). Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya mencoba sedikit berbagi pengalaman saya dalam perjalanan 3 hari mengunjungi beberapa kampus perguruan tinggi di jabodetabek. Tepatnya ke UI (Depok dan Salemba), IPB, dan UIN Syarif Hidayatullah. Ini dia kisahnya..
Kunjungan Hari Pertama: Salemba, Rekonstruksi Sisa Mimpi
Ide untuk melakukan perjalanan pertama ini muncul dari benak 2 orang sahabat saya, sebut saja Fadhil dan Alif (keduanya bukan nama samaran), keduanya mahasiswa IPB (Institut Pertanian Bogor), yang ingin “menggila” melepaskan semua kepenatan dari kehidupan kampus mereka (juga saya) dengan berkunjung ke beberapa kampus di Pulau Jawa. Pengejawantahan tahap pertama dari ide ini adalah berkunjung ke Universitas Indonesia (UI) dan berfoto di depan landmark UI sambil mengenakan jakun (jaket kuning; jas almamater UI).

Maka, demi realisasi dari hasrat “menggila” yang kami miliki, kami (saya, A’ Fadhil, dan Alif)pun berangkat ke kampus UI di Depok pada hari Minggu, 27 Juli 2009, dengan kereta Ekonomi AC pukul 12.31. Lewat dari sekitar jam 1 siang kami tiba di stasiun UI. Kami pun bergegas mencari tempat untuk sholat zuhur, akhirnya sholat di MUI, dan kemudian mencari tempat untuk berfoto di depan landmark UI sambil mengenakan jakun. Awalnya ingin di depan Bundaran Psiko, di mana di situ terdapat makara UI berwarna keemasan. Namun, untuk lebih mendapat citra makara UI yang lebih jelas, kami pun memutuskan untuk berfoto di Kolam Makara FE UI.

Singkat cerita, setelah puas berfoto di depan Makara UI kami bergegas menuju kampus UI Salemba dimana di situ terdapat FK (Fakultas Kedokteran) dan FKG (Fakultas Kedokteran Gigi) UI. Momen inilah yang kusebut sebagai rekonstruksi mimpi karena Alif (khusunya) yang pernah punya cita-cita menjadi seorang dokter lulusan FK UI akhirnya berkesempatan mengunjungi tempat yang pernah menjadi cita-citanya. Cita-cita yang sempat menjadi bahan bakar bagi kehidupannya (lebay..) sampai kira-kira kelas XI SMA, sampai vonis menderita buta warna (parsial) ia terima dari dokter yang memeriksa matanya. Ya.. sulit bagi seorang buta warna untuk merealisasikan mimpinya berkarir dalam bidang yang berkaitan dengan biologi dan kimia (termasuk kedokteran). Maka itulah kenyataan yang harus ia terima. Mengubur impian menjadi seorang mahasiswa kedokteran (baca : calon dokter), dan kini menjadi mahasiswa jurusan Ilmu Komputer. Ya.. itulah hidup, terkadang yang kita cita-citakan bukanlah jalan yang terbaik bagi kita (seperti bisa dilihan di QS Al-Baqarah ayat 216). Semoga kita bisa mengambil hikmah dan menemukan betapa besar cinta-Nya dari ujian-ujian yang Ia berikan pada kita. Aamin.. Rekonstruksi pun berjalan sesuai rencana awal. Berfota ria di depan FK UI.

Hari Kedua : Pertemuan yang Batal dan Isu Terorisme

Sejatinya, kunjungan saya ke IPB (Institu Pertanian Bogor) hari itu (29 Juli 2009) tidak diniatkan untuk “jalan-jalan”. Saya hanya ingin bertemu dengan seorang teman saya, sebut saja bernama TB (lagi-lagi bukan nama samaran) untuk membahas evaluasi dari pelaksanaan suatu kegiatan trainning untuk rekan-rekan SMA yang baru saja lulus. Namun, kesibukan TB dalam mempersiapkan penyambutan mahasiswa baru IPB membuat pertemuan ini batal dilaksanakan. Akhirnya, karena sudah terlanjur sampai di area kampus IPB, kesempatan ini pun menjadi “jalan-jalan sore”.

Hal “menarik” terjadi saat saya sedang dalam perjalanan dari mesjid Al Huriyah menuju gerbang keluar IPB. Dalam momen itu saya bertemu dengan 2 orang wanita (salah satu masih muda, berperawakan seperti orang dari Indonesia Timur dan yang satu lagi lebih mirip orang melayu pada umumnya, namun usianya sekitar paruh baya) yang menanyakan jalan keluar dari kampus IPB kepada saya. nah, kebetulan kan! Saya mau keluar, mereka pun mau beranjak pergi. Maka kami pun berjalan bersama. Meski tanpa didahului oleh perkenalan, diantara kami bertiga tetap terjadi obrolan yang hangat dan ramah, dengan sedikit bumbu gelak tawa dari sedikit guyonan yang terlontar. Salah satu guyonan yang terlontar (dari 2 orang wanita tadi) adalah setelah mereka mengetahui saya baru dari mesjid Al Huriyah untuk bertemu dengan seorang teman, salah seorang diantara mereka (yang bermuka melayu) nyeletuk “... wah, abis ngerancang bom lagi ya..?? hehee..”. Tawa kecil pun merebak di antara kami bertiga. Hehe.. meskipun demikian, tetap saja, hati ini sedikit terluka. Bagaimana tidak? Sedikit guyonan ini menunjukkan betapa umat islam di Indonesia tengah dihadapkan pada suatu fitnah yang menyudutkan Islam sebgai agama teroris dan mesjid adalah “sarangnya”. Sebuah tantangan lagi bagi kita semua, umat Islam se-Indonesia (bahkan se-dunia) untuk menunjukkan bahwa Islam adalah rahmatan lil’alamin dan orang-orang dibalik semua fitnah ini sebagai the real terrorist..

Tanpa terasa, kami bertiga telah sampai di dekat gerbang keluar dari kampus IPB. Salam perpisahan yang hangat dan ucapan terimakasih tulus mereka ucapkan, dan saya pun membalas dengan ucapan selamat jalan dan pesan agar berhati-hatilah selama dalam perjalanan.


To be continued...

Kamis, Juli 23, 2009

Kenapa Bukan Aku?

Aku sangat ingin menjadi seorang astronot, sangat ingin tebang ke luar angkasa. Tapi.. aku tidak memiliki gelar dan aku bukanlah seorang pilot. Aku hanyalah seorang guru.
Harapan sempat mucul ketika Gedung Putih mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan 5I-L pesawat ulang-alik Challenger. Kesempatan yang tidak boleh disiasiakan, aku pun ikut melamar. Betapa bahagianya diriku ketika amplop berlogo NASA yang berisi undangan untuk ikut seleksi aku terima. Aku terus beroda dan ternyata doaku terkabul karena aku lulus seleksi demi seleksi. Mimpi ku semakin mendekati kenyataan.
Dari 43 ribu pelamar yang kemudian disaring lagi menjadi 10 ribu orang dan akhirnya aku pun menjadi bagian dari 100 orang yang berhak mengikuti ujian tahap akhir. Ada simulator, uji klaustrofobi, latihan ketangkasan, percobaan mabuk udara, dan serangkaian tes lainnya. Siapakah diantara kami yang bisa melewati tahap akhir ini? “Ya Tuhan.. izinkanlah diriku yang terpilih..” lirihku dalam doa yang kupanjatkan.
Lalu tibalah hari pengumuman itu. Dan ternyata NASA memilih Christina McAufliffe. Bukan aku. Aku telah kalah. Hidupku hancur. Aku mengalami depresi, seiring dengan lenyapnya rasa percaya diriku juga kebahagiaanku. Hanya amarah yang tertinggal. “Tuhan kenapa bukan aku? Kenapa Engkau tidak berbuat adil padaku? Kenapa Engkau begitu tega menyakiti hatiku?” Aku pun menangis di pangkuan ayahku. Namun ayahku hanya berkata, “anakku, semua terjadi karena suatu alasan..”
Selasa, 28 Januari 1986. Aku berkumpul bersama teman-temanku untuk melihat peluncuran Challenger. Saat pesawat itu melewati landasan pacu, aku menantang impianku untuk yang terakhir kalinya, “Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu..”. Namun tak ada yang bisa kulakukan. “Tuhan.. Kenapa bukan aku?”.
Tujuh puluh tiga detik kemudian, ternyata Tuhan menjawab semua pertanyaan dan menghapus semua keraguanku. Tujuh puluh tiga detik setelah peluncuran itu, Challenger meledak dan menewaskan semua penumpangnya.
Aku teringat kata-kata Ayahku, “semua terjadi karena suatu alasan...”. Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walau aku sangat menginginkannya, karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi ini. Aku memilki misi lain dalam hidup ini, dan aku tidaklah kalah. Aku tetap seorang pemenang. Ya aku tetap seorang pemenang. Aku menang karena aku telah kalah. Aku, Frank Slazak.

...boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS Al-Baqarah : 216)

diadaptasi dari "Rencana Allah", dalam buku Mengantar Ginjal ke Surga (Eman Sulaiman, penerbit : MadaniA Prima)

gambar: http://www.wired.com/ly/wired/news/images/full/Challenger_Launch.jpg

Senin, Juli 20, 2009

Di Balik Tirai Awan..

Siang ini sang surya bersinar perkasa
Siang ini ribuan jiwa terlahir ke alam fana
Dan mulai siang ini awan yang kan menaungi jiwa-jiwa itu berbeda..

Ada awan yang teduh melindungi
Ada pula yang kelam, badaipun membayangi
Namun itulah hari-hari yang harus dilewati..


Kita tidak pernah mengetahui apa yang ada dibalik awan
Tak pernah tahu..
Sampai sayap-sayap jiwa mampu terbang menembusnya
Atau sampai awan-awan itu justru turun menghampiri jiwa
Sebagai air yang kadang serupa air mata

Lindungan awan telah memberi bentuk pada jiwa
Teduhnya menyejukkan
Derai air matanya menumbuhkan harapan

Namun, tenangnya jiwa takkan datang bersama..

Bersyukurlah wahai jiwa-jiwa yang telah menemukan ketenagannya
Tentu bukan tenang dalam kehampaan yang kaucari
Tentunya ketenangan yang menentramkan jiwalah tujuanmu..

Bersujudsyukurlah wahai jiwa pada penguasa langit dan bumi
Pada penguasa yang menerangi birunya langit dengan nyala api semangat
Pada penguasa yang menyinari gelapnya langit dengan indahnya pelita cinta..

Dan bersujud pula lah wahai jiwa yang masih mengembara
Mengembara sampai jiwa siap terbang menembus awan untuk menemukan kedamaian
Bersujudlah demi romansa jiwa yang tak akan terlupa
Yang belum tersingkap dari balik tirai awan di sana..


gambar : http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah_web/2007/Merliana%20Aryani/300px-Awan.jpg

Rabu, Juni 17, 2009

Honoo no Tobira – FictionJunction (Iseng-iseng dari Facebook)

Seorang teman, sebut saja namanya "Ikbal" (bukan nama samaran), pernah memposting sebuah "notes" di sebuah situs jejaring sosial, sebut saja F***book, tentang sebuah "game" yang berkaitan dengan "playlist" dari pemutar mp3 di komputer. Kuis ini cukup lucu (pretty funny) menurut saya, karena dari sini kita bisa melihat bagaimana selera musik seseorang berdasarkan melihat lagu-lagu apa yang kiranya ada di playlistnya. Hehe.. Silahkan dibaca dan dilihat, mungkin juga Anda coba, sekaligus kita saling share tentang diri kita masing-masing melalui lagu-lagu yang menjadi favorit kita.. (kalo di playlist biasanya lagu favorit kan ya?). Hehehe..

----
This little game is pretty funny. Try it and have fun!!!
RULES:
1. Put your iTunes, Windows Media Player, etc. on shuffle.
2. For each question, press the next button to get your answer.
3. YOU MUST WRITE THAT SONG NAME DOWN NO MATTER HOW SILLY IT SOUNDS.
4. Tag 20 friends.
5. Everyone tagged as to do the same thing.
6. Have Fun!


1. IF SOMEONE SAYS 'ARE YOU OKAY' YOU SAY?
Stay the Same-Joey McIntyre
(“...Don’t you ever say you don’t like the way you are... When you learn to love yourself you better off by far...” yah.. masih nyambung lah…)

2. HOW WOULD YOU DESCRIBE YOURSELF?
Haruka Kanata- Asian KungFu Generation
(waduh.. saya tidak mengerti maksud dari lirik lagu ini.. tapi ya.. karena beat-nya cepat, mungkin maksundnya saya ini orang yang bersemangat.. benarkah?? Hahaha!)

3. WHAT DO YOU LIKE IN A GUY/GIRL?
Reflection- Christina Aguilera
(haha! Apakah berarti saya suka sisi misteriusnya..?? “...who is that girl I see?”)

4. HOW DO YOU FEEL TODAY?
Haeng Bok Ha Gil Ba Rae - Lim Hyung Joo
(wah, nggak ngerti..?!?!?!)

5. WHAT IS YOUR LIFE'S PURPOSE?
Anugerah yang Indah – Gradasi..
(wow! Semoga bisa menjadi “..[salah satu dari sekian banyak] anugerah yang [ter]indah, yang diberikanNya kepada seluruh umat di dunia…” hehehe..! aamin!)

6. WHAT'S YOUR MOTTO?
Life Goes On – Mika Arisaka
(“…Life Goes On moeagaru inochi ga aru kagiri..” , life goes on, passionately! haha!)

7. WHAT DO YOUR FRIENDS THINK OF YOU?
Rumus Canggih – Justice Voice
(weleh.. ternyata saya ini “…dibolak-balik semakin asyik…”, ”... makin dibaca [dilihat], semakin menarik..” hahaha!)

8. WHAT DO YOUR PARENTS THINK OF YOU?
Geh Deh Ji Geum - Byul
(wah, nggak ngerti juga nih.. haha! Akibat menyukai lagu tanpa mengerti maksud liriknya nih..!)

9. WHAT DO YOU THINK ABOUT VERY OFTEN?
Daybreak’s Bell – L’arc-en-ciel
(apaan nih? Apakah “daybreak’s bell” maksudnya “istirahat makan siang”? kalau ya, berarti betul.. haha!)

10. WHAT IS 2 + 2?
I Believe I Can Fly – R Kelly
(hmm.. apakah 2+2 di sini maksudnya “niat baik[1] & ikhlas[1] + optimisme[1] & kerja keras[1]” = kemampuan melakukan sesuatu yang hebat, di menembus batas imaginasi dan realitas? Haha!)

11. WHAT DO YOU THINK OF YOUR BEST FRIEND?
This Ain’t a Love Song – Bon Jovi
(waduh.. kayaknya yang masuk daftar “best friends” saya cowok semua deh.. tapi kok begini hasilnya.. “yeah, I’m wrong.. this ain’t a love song..” gawat!!)

12. WHAT IS YOUR LIFE STORY?
Kasih Putih – Snada
(haha.. betul sekali.. penuh dengan “…kasih sayang.. cinta kasih [yang] tak memilih… kasih putih [memang] karunia Illahi..”)

13. WHAT DO YOU WANT TO BE WHEN YOU GROW UP?
Generasi Harapan – Izzatul Islam
(haha! Ini baru keren.. “…di mana dicari pemuda Kahfi.. terasing demi kebenaran hakiki…”)

14. WHAT DO YOU THINK WHEN YOU SEE THE PERSON YOU LIKE?
Muhasabah Cinta - EdCoustic
(Pas banget nih! Kembalikan lagi rasa suka yang timbul pada “… Wahai Pemilik nyawaku.. kupasrahkan semua, padaMU…” karena “…kini kuharapkan cintaMU…”, sebab itulah “…muhasabah cintaku…” hehehe..!)

15. WHAT WILL YOU DANCE TO AT YOUR WEDDING?
Harmony – Padi
(wah, no comment ah.. hehe..)

16. WHAT WILL THEY PLAY AT YOUR FUNERAL?
We Believe – Good Charlotte
(haha.. bolehlah..)

17. WHAT IS YOUR HOBBY/INTEREST?
Ketika Cinta Bertasbih – Melly ft Amee
(haha! Tau aja gw “interest” buat nonton ni film.. kapan ya?)

18. WHAT IS YOUR BIGGEST FEAR?
I Don’t Wanna Miss a Thing – Aerosmith
(takut karena “…I don’t wanna miss one smile.. I don’t wanna miss one kiss…” siapa nih? Hehe.. aneh ah!)

19. WHAT IS YOUR BIGGEST SECRET?
Anak Jalanan – Snada
(hahaha.. ketahuan deh ”...tinggal di kolong-kolong jembatan.. rumah-rumah kardus...”?!)

20. WHAT DO YOU WANT RIGHT NOW?
Lupa-lupa Ingat – Kuburan Band
(yoo.. “mari-mari rame-rame kita ngumpul tapi nggak kebo..”)

21. WHAT DO YOU THINK OF YOUR FRIENDS?
Tekad – Izzatul Islam
(haha! Mari kawan sama-sama berjuang meraih keridhoan-Nya, meskipun jalan ini ”...penuh onak dan duri, aral menghadang dan kezaliman...”, karena kita adalah ”...mata pena yang tajam, yang siap menuliskan kebenaran, tanpa ragu ungkapkan keadilan...” betul?!)

22. WHAT WILL YOU POST THIS AS?
Honoo no Tobira – FictionJunction
(hehe.. inilah akhir dari kuis aneh ini..^^)
-----

gambar: http://images.techtree.com/ttimages/story/winamp5full.jpg