Kamis, April 16, 2009

Lihatlah.. Ke Manakah Arah Cahaya Ini?

Sedikit mencurahkan ide-ide dalam bentuk kata.. Selamat membaca, interpretasikanlah sesuka anda! hehehehe..:D

Lihatlah diriku, apakah yang kau lihat?
Jujurlah padaku, katakan apa yang kau lihat?
Adakah itu cahaya?
Adakah aku yang memancarkannya? Ataukah aku hanya memantulkannya?

Lihat kembali, pandanglah aku dari ujung hingga tepi,
Dari lubuk hati,
Jangan biarkan penampilan mengelabui
Adakah aku layak bersamamu? Bersama kalian?
Adakah aku bisa hadirkan mimpi-mimpi kalian jadi kenyataan?


Tapi taukah wahai kawan, seungguh aku bersyukur telah menemukan kalian
Taukah wahai kawan, seandainya aku tak menemukan kalian
Seandainya bukan kalian yang menemukan diriku
Seandainya kita tidak pernah dipertemukan
Akankah aku menemukan siapa diriku?
Akankah aku memiliki sayap tuk terbang memburu impianku?

Taukah wahai kawan,
Sadarkah wahai kawan?
Sadarkah bila ternyata kita sedang merajut mimpi bersama
Meskipun dalam ruang dan waktu yang berbeda,
Tapi tujuan kita sama, mimpi kita sama
Kalian telah membuatku bermimpi, dan kalian telah membuatku mengerti bagaimana caranya bermimpi,
Dan kalian telah mempertemukanku dengan para pemimpi dari belahan lain negri
Sekali lagi, ternyata kita memimpikan hal yang sama..
Dan kini, kita masih sama-sama berjuang menggapai mimpi itu...

Saat-saat indah bersama kalian tak mungkin terlupakan,
Tak mungkin ditinggalkan
Tapi di depan mata kulihat ada yang membutuhkan uluran tangan
Di tempatku berdiri (pun) mimpi-mimpi itu coba diwujudkan
Di tempatku berdiri, aku melihat dunia yang belum seindah sentuhan kalian,
Wahai kawanku..

Dibalik kenyataan aku melihat diriku yang masih hitam,
Kawanku, kalianlah yang selama ini menyinariku,
Tapi tempatku berdiri juga membutuhkan cahaya ini..
Dan kini, cahaya yang masih temaram, yang masih berdebu dan suram ini harus memilih,
Memilih untuk bersinar atau menyinari,
Bersinar perkasa laksana sang surya,
Ataukah bersinar redup demi membangkitkan pagi?

Kawanku, aku ingin tetap bersama kalian,
Bersama kalian membangkitkan pagi dengan sinar cahaya yang redup tapi indah..
Membangkitkan pagi dengan kicau merdu, tuk hadapi hari..
Tapi tempatku berdiri juga membutuhkan cahaya agar ia lebih terang lagi..

Biarlah waktu menjadi saksi,
Biarlah ku lalui sebelas purnama bersama kalian di tanah tempatku berdiri,
Hingga purnama kesebelas kulalui, lalu ku kan terbang lagi bersama kalian, wahai kawanku,
Kita kan terbang tuk bersama lagi mencerahkan pagi, menghadapi hari..
Meski bumi tak mungkin kutinggalkan..
.

Sabtu, April 11, 2009

Belajar Bersabar dan Mensyukuri Pemberian

Berikut ini sebuah cerita yang saya dapat dari teman di Facebook (di kampus juga sih..). Cerita yang cukup menyentuh lubuk hati saya pikir. Tentang banyak hal, mulai dari kasih sayang orang tua terhadap anaknya, sikap anak yang sering menyakiti orang tua, tentang bagaimana menghargai pemberian orang lain apapun itu bentuknya.. dan mungkin masih banyak lagi.. sebanyak hikmah yang bisa Anda ambil dari cerita ini.. Cocok untuk bahan renungan diri..
Hehehe... Selamat membaca..

Hargailah Pemberian Seseorang
Seorang pemuda sebentar lagi akan diwisuda, sebentar lagi dia akan Menjadi seorang sarjana, akhir dari jerih payahnya selama beberapa tahun di bangku pendidikan. Beberapa bulan yang lalu dia melewati sebuah showroom, dan saat itu dia jatuh cinta kepada sebuah mobil sport, keluaran terbaru dari Ford. Selama beberapa bulan dia selalu membayangkan, nanti pada saat wisuda ayahnya pasti akan membelikan mobil itu kepadanya. Dia yakin, karena dia anak satu-satunya dan ayahnya sangat sayang padanya, sehingga dia yakin banget nanti dia pasti akan mendapatkan mobil itu. Dia pun berangan-angan mengendarai mobil itu, bersenang-senang dengan teman-temannya, bahkan semua mimpinya itu dia ceritakan keteman-temannya.
Saatnya pun tiba, siang itu, setelah wisuda, dia melangkah pasti ke ayahnya. Sang ayah tersenyum, dan dengan berlinang air mata karena terharu dia mengungkapkan betapa dia bangga akan anaknya, dan betapa dia mencintai anaknya itu. Lalu dia pun mengeluarkan sebuah bingkisan,… bukan sebuah kunci !Dengan hati yang hancur sang anak menerima bingkisan itu, dan dengan sangat kecewa dia membukanya. Dan dibalik kertas kado itu ia menemukan sebuah Alqur’an yang bersampulkan kulit asli,dikulit itu terukir indah namanya dengan tinta emas. Pemuda itu menjadi marah, dengan suara yang meninggi dia berteriak, “Yaahh… Ayah memang sangat mencintai saya, dengan semua uang ayah, ayah belikan Alqur’an ini untukku ? ” Lalu dia membanting Alquran itu dan lari meninggalkan ayahnya. Ayahnya tidak bisa berkata apa-apa, hatinya hancur, dia berdiri Mematung ditonton beribu pasang mata yang hadir saat itu.

Tahun demi tahun berlalu, sang anak telah menjadi seorang yang sukses,dengan bermodalkan otaknya yang cemerlang dia berhasil menjadi seorang yang terpandang. Dia mempunyai rumah yang besar dan mewah, dan dikelilingi istri yang cantik dan anak-anak yang cerdas. Sementara itu ayahnya semakin tua dan tinggal sendiri. Sejak hari wisuda itu, anaknya pergi meninggalkan dia dan tak pernah menghubungi dia. Dia berharap suatu saat dapat bertemu anaknya itu, hanya untuk meyakinkan dia betapa kasihnya pada anak itu.

Sang anak pun kadang rindu dan ingin bertemu dengan sang ayah, tapi mengingat apa yang terjadi pada hari wisudanya, dia menjadi sakit hati dan sangat mendendam.

Sampai suatu hari datang sebuah telegram dari kantor kejaksaan yang memberitakan bahwa ayahnya telah meninggal, dan sebelum ayahnya meninggal, dia mewariskan semua hartanya kepada anak satu-satunya itu. Sang anak disuruh menghadap Jaksa wilayah dan bersama-sama ke rumah ayahnya untuk mengurus semua harta peninggalannya. Saat melangkah masuk ke rumah itu, mendadak hatinya menjadi sangat sedih, mengingat semua kenangan semasa dia tinggal di situ.

Dia merasa sangat menyesal telah bersikap jelak terhadap ayahnya. Dengan bayangan-bayangan masa lalu yang menari-nari di matanya,dia menelusuri semua barang dirumah itu. Dan ketika dia membuka brankas ayahnya, dia menemukan Alquran itu, masih terbungkus dengan kertas yang sama beberapa tahun yang lalu.Dengan airmata berlinang, dia lalu memungut Alquran itu, dan mulai membuka halamannya. Di halaman pertama Alquran itu, dia membaca tulisan tangan ayahnya, ‘Ayah sangat mencintai dan bangga padamu nak..”

Selesai dia membaca tulisan itu, sesuatu jatuh dari bagian belakang Alquran itu. Dia memungutnya,….sebuah kunci mobil! Di gantungan kunci mobil itu tercetak nama dealer, sama dengan dealer mobil sport yang dulu dia idamkan ! Dia membuka halaman terakhir

Alquran itu,dan menemukan di situ terselip STNK dan surat-surat lainnya, namanya tercetak di situ. dan sebuah kwitansi pembelian mobil, tanggalnya tepat sehari sebelum hari wisuda itu.

Dia berlari menuju garasi, dan di sana dia menemukan sebuah mobil yang berlapiskan debu selama bertahun-tahun, meskipun mobil itu sudah sangat kotor karena tidak disentuh bertahun-tahun, dia masih mengenal jelas mobil itu, mobil sport yang dia dambakan bertahun-tahun lalu. Dengan buru-buru dia menghapus debu pada jendela mobil dan melongok ke dalam. bagian dalam mobil itu masih baru, plastik membungkus jok mobil dan setirnya, di atas dashboardnya ada sebuah foto, foto ayahnya, sedang tersenyum bangga.

Mendadak dia menjadi lemas, lalu terduduk di samping mobil itu, air matanya tidak terhentikan, mengalir terus mengiringi rasa menyesalnya yang tak mungkin diobati……..

-----
dikutip dari "Hargailah Pemberian Seseorang", dikirim oleh Rizky Putra M. (http://www.facebook.com/note.php?note_id=63949908914&ref=mf)

gambar : http://tengotengo.com/yahoo_site_admin/assets/images/gift_cert.319134810_std.jpg

Jumat, April 10, 2009

Pengalaman Pertama, Begitu Menggoda, Selanjutnya...


Di suatu negara yang menerapkan sebuah sistem bernama “demokrasi”, akan kita temukan suatu momen dimana rakyat negeri tersebut diminta untuk ikut “memberikan suaranya” dalam menentukan siapa-siapa yang akan duduk di kursi pemerintahan (legislatif dan eksekutif), baik untuk menjalankan amanat rakyat maupun untuk mewakili masyarakat. Itulah Pemilu, pemilihan umum, dan inilah sedikit cerita dari pengalaman seorang anak manusia yang untuk pertama kalinya mengikuti pesta demokrasi di negerinya...

Saat Angin Mulai Berhembus, Mengabarkan Meriahnya Pemilu..
Sebelum pemilu tahun 2009 ini, pemilu terakhir dilaksanakan pada tahun 2004. Menghasilkan orang-orang yang sampai ini masih berada di kursi-kursi pemerintahan saat ini. Berbagai prestasi dan aib telah diraih pemerintahan yang akan menggenapkan masa jabatannya selama lima tahun di tahun 2009 ini. Sehingga saat mendekati pemilu ini, muncul harapan-harapan dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menggapai perbaikan kondisi negeri. Pemilu pun menjadi salah satu sarana untuk mewujudkan harapan tersebut.

Tapi, akankah harapan itu kembali menjadi sia-sia belaka mengingat seperti sudah tradisi di negeri ini bahwa lembaga perwakilan rakyat justru berisi (sebagian) orang-orang busuk atau bodoh yang hanya mendekatkan negeri ini kepada kesengsaraan saja. Tidak bisa dipungkiri, orang-orang busuk dan atau bodoh (karena tidak tau apa yang seharusnya mereka lakukan) ini akan selalu ada. Mengingat masyarakat negeri ini banyak yang masih buta politik (akibat rezim-rezim terdahulu) dan akibatnya banyak paradigma yang tidak pada tempatnya, berkaitan dengan isu politik ini.


Ah, apapun itu, toh masyarakat tetap saja meriah menyambut digelarnya kembali pesta demokrasi ini. terutama ketika tiba saatnya partai-partai politik berpromosi, beraksi di jalan-jalan, berbuat kotor (mengotori jalan-jalan dengan logo parpol dan foto-foto narsis beberapa orang yang minta dipilih) berjanji (doang..) dan bernyanyi (dangdut erotis lagi... dasar! Calon pemimpin kok malah memberi hiburan yang merusak mental! guo***k!!!). Pantaskah orang-orang dari kelompok macam itu dipilih tuk duduk di kursi yang sangat kita hormati..?!


Demokrasi dan Kontroversi, atau Golput Saja?
Makin mendekati hari-H pemilu, demokrasi itu sendiri pun dipertanyakan validitas dan reliabilitasnya oleh beberapa pihak. Wajar sih.. sistem yang dipromosikan sebagai sistem pemerintahan terbaik ini nyatanya tidak terasa perannya secara signifikan untuk memperbaiki kondisi bangsa di berbagai aspek. Yah.. yang namanya ciptaan manusia memang punya sisi negatif dan positif, sisi buruk dan sisi baiknya. Ya.. dengan demokrasi memang kebebasan dan hak kita untuk mengeluarkan pendapat, ide, atau gerakan apapun terjamin. Tapi aspek-aspek lain yang berkaitan dengan ini telah banyak terbukti juga kelemahannya. Seperti saat diambilnya keputusan berdasarkan suara terbanyak, kan tidak selamanya yang terbanyak itu mewakili yang benar... sementara para ahli jumlahnya tidak banyak.. nah lho! Hal ini pun dapat memicu sebuah ironi ketika suara si ahli bisa sama derajatnya dengan seorang yang amatir (kalo gitu.. ngapain belajar? Toh, bodoh-pintar sama saja..?!). Meskipun demikian, Ustadz M. Ilyas, dalam suatu sesi diskusi di kampus ku, pernah memberikan analogi yang bagus soal penerapan demokrasi di Indonesia. Demokrasi itu ibarat pisau! Carilah sebanyak-banyaknya peluang untuk mendapatkan kebaikan dari pisau tersebut! Meskipun dalam keadaan yang ekstem mungkin pisau tersebut dapat membunuh tuannya sendiri. Nah lho!

Lantas, apakah dengan demikian menjadi golongan putih (golput) itu suatu solusi? Suatu pilhan yang bijak? Ya.. ini sih kembali ke pendapat dan keyakinan masing-masing. Tapi cobalah pikirkan lagi. Apakah dengan diam saja (tidak ikut “bersuara”) perubahan ke arah kebaikan itu akan datang begitu saja? Apakah aspirasi kita akan tersampaikan jika kita “diam saja”. Jikalau tidak ada yang pas di hati, pilihlah yang mendekati.. bukankah tidak ada yang sempurna di dunia ini? betul?! Lagipula telah banyak biaya yang keluar untuk pergelaran ini (namanya juga pesta) dan itupun berasal dari rakyat. Bukankah ironis ketika sesuatu yang ditujukan untuk rakyat justru disiasiakan oleh rakyat??


Ya.. mungkin golput atau tidak bisa dipikirkan lagi untuk pemilu presiden mendatang. Tapi, seperti kata seorang teman dari Fakultas Hukum UGM, “..better lid the candle than blame the darkness..”


Akhirnya sampailah kita di hari itu...
Semakin mendekati hari-H, suasana makin “panas” kampanye ada di mana-mana. Mulai di kampus dengan pendekatan yang personal sampai yang brutal (bayangkan, di kampusku yang netral, dua orang pengendara sepeda motor pernah kudapati mengibarkan bendera salah satu parpol yang memiliki warna kebanggaan merah di kampus sambil berkeliling menaiki sepeda motor. Gila kan!?). Dunia maya dengan Facebook-nya pun tak luput dari sarana kampanye. Tapi saya lebih mengapresiasi yang ada di Facebook, karena kampanye yang dilakukan di sini saya lihat lebih kreatif, terutama dalam permainan singkatan nama parpol. Kocak-kocak deh! (tapi maaf tidak etis rasanya menampilkan contoh, khawatir justru menyinggung nama baik parpol yang bersangkutan..^^). Tak lupa, kampanye lewat sms pun sempat menghiasi inbox-ku.. Namanya juga kampanye.. segalanya dilakukan..

Ya.. singkat cerita, sampailah kita di Hari-H pelaksanaan pemilu tuk memilih anggota-anggota badan legislatif negeri ini, pemilu 9 April 2009. sebenarnya diri ini sangat antusias menyabut pesta ini. Hati pun tak lagi risau karena bingung hendak memilih apa, toh.. Jauh sebelum ini pun hati ini telah kepincut oleh “pesona” yang ditebarkan salah satu parpol.. Hahahaha!!! Tapi antusiasme ini tidak begitu menjalar di awal pagi hari di hari itu, kalah oleh nikmatnya memanjakan mata dan tangan bersama joystick PS-X dan game Winning Eleven. Hehehe... Akibatnya, jam 8 lewat saya baru pergi ke TPS di dekat rumah.


Ketika sampai di TPS, wah! Ternyata sudah banyak yang mengantri.. Bapak-bapak dan Ibu-ibu mendominasi. Pemuda yang masih sekolah atau kuliah (dan belum menikah..) hanya aku dan seorang temanku yang masih SMA kelas 3. Dari obrolan orang-orang di sekitar TPS kebanyakan mengaku pemilu kali ini repot sekali, apalagi parpol beserta caleg yang ditawarkan banyak sekali. Belum lagi kertas suara yang besarnya nyaris seperti poster kampanye anti narkoba atau anti rokok (gede buanget maksudnya..). Pusing dah!


Cukup lama aku menunggu, bahkan untuk dua kali keluar masuk wc tuk “hajat-an” pun namaku belum juga dipanggil oleh petugas. Akhirnya namaku pun dipanggil. Saking semangat (dan norak)nya aku sempat mengacungkan tangan dan berteriak “saya!!” (duh..). Diiringi basmalah melangkahlah aku menuju bilik dengan membawa 4 buat kertas suara, untuk DPR, DPRD provinsi, DPD, dan DPRD kota-kabupaten. Untungnya yang hendak kupilih berada di daerah-daerah pojok, jadi tinggal membuka sedikit, langsung contreng.. hehehe.. (sepertinya jadi ketahuan saya milih apa..^^). Saya mencontreng logoo parpol di ketiga surat suara DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kota-kabupaten. Yakin saja lah siapapun caleg yang maju, itu berasal dari parpol yang kita percayai.. Kertas suara DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kota-kabupaten dengan mudah saya lahap, tak sampai 2 menit ketiganya telah dicontreng. Masalah baru timbul ketika membuka kertas terakhir, kertas suara untuk DPD. Begitu kertas dibuka.. subahanallah.. besar sekali.. dan subahanallah, banyak sekali pilhan orang untuk dicontreng. Namun sayangnya tidak semuanya kukenal, duh.. paling pusing pas mau milih di DPD, mau pilih siapa coba?! Tak ada calon yang dipikirkan sejak awal. Yang ada pun tiada yang dikenal. Yang kutemukan hanya seorang mantan komentator sepak bola yang maju menjadi calon dan seorang yang sudah lama malang melintang di dunia politik Indonesia. Duh, pilih yang mana nih? Komentator sepak bola? Akankah dia kompeten di bidang barunya nanti? Sementara kalo memilih yang “tua” (yang sudah malang-melintang di dunia perpolitikan) akankah dia bisa dengan baik menjalankan kembali tugasnya, atau bisakah dia melahirkan ide-ide yang segar? Argh.. bingung.. tapi pilihan harus cepat diputuskan. Dan aku pun memilih.. yang sudah tua.. argh.. setelah memilih kok rasanya sedikit menyesal ya.. kenapa dia lagi-dia lagi... Ah.. mudah-mudahan pilihan ini tidak salah..


Yah.. itulah pengalaman pertama mencontreng di Pemilu, setelah selama ini mencoblos di pilkada.. hehehe.. semoga bisa menjadi sebuah kenangan dan sebuah inspirasi.. hehehe..


Dan semoga pemilu kali ini membawa perubahan ke arah yang lebih baik bagi bangsa ini. Untuk yang terpilih untuk mewakili rakyat di parlemen, janganlah kalian merasa puas dan bangga, karena sesungguhnya amanah yang tidak mudah sedang menanti Anda! Buktikan bahwa Anda memang berjuang demi rakyat, jangan cuma omong doank!


Heheheheehe.


gambar : http://i497.photobucket.com/albums/rr334/putrago/logo-pemilu2009_0.jpg.

Selasa, April 07, 2009

Persamaan dan Perbedaan antara Psikologi, Sosiologi dan Psikologi Sosial

Apakah persamaan dan perbedaan antara psikologi, sosiologi dan psikologi sosial? Sarwono (1978) menyatakan bahwa selain psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, biologi, dan sebagainya juga mempelajari tentang tingkah laku manusia. Hanya saja tiap disiplin ilmu tadi memiliki sudut pandangnya masing-masing. Adakah persamaan yang lain antara psikologi, sosiologi, dan psikologi sosial? Apakah membedakan ketiga ilmu ini? Berikut ini akan saya coba uraikan secra singkat persamaan dan perbedaan antara psikologi, sosiologi, dan psikologi sosial ditinjau dari definisi, objek, tujuan, dan pokok bahasan dari masing-masing ilmu ini (psikologi, sosiologi, dan psikologi sosial)

Psikologi secara harfiah berasal dari kata “psyche” yang artinya (dalam bahasa Indonesia) “jiwa” dan “logos” yang dapat diartikan sebagai “perkataan/ilmu”. Sehingga oleh kebanyakan orang indonesia psikologi diartikan sebagai ilmu tentang jiwa. Padahal, agar kriteria sebagai ilmu pengetahuan dapat terpenuhi, psikologi akan lebih tepat jika dimaknai sebagai ilmu tentang tingkah laku yang merupakan ekspresi dari jiwa (Sarwono, 1978). Tingkah laku merupakan fokus pembahasan dari psikologi. Tidak hanya tingkah laku individu yang ditampakkan saja, melainkan juga eksistentensi atau jejak dari tingkah laku tersebut seperti kebiasaan, cara bicara, cara berfikir, pandangan hidup, cita-cita, kecerdasan, sikap, dan sebagainya.

Sosiologi Sosiologi, secara harfiah berasal dari kata “socius” yang dapat berarti “teman” dan “logos”. Beberapa orang ahli mencoba memberikan definisi bagi sosiologi ini, diantaranya Emile Durkheim yang mendefinisikan sosiologi sebagai suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta sosial, yakni fakta yang mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang berada di luar individu di mana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk mengendalikan individu . Definisi lain dari sosiologi juga diberikan oleh Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, yaitu ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Objek yang dikaji dalam sosiologi adalah masyarakat dalam berhubungan dan juga proses yang dihasilkan dari hubungan tersebut, dengan pokok bahasan berupa kenyataan atau fakta sosial, tindakan sosial, khayalan sosiologis serta pengungkapan realitas sosial (http://organisasi.org/de­finisi-pengertian-sosiologi-objek-tujuan-pokok-bahasan-dan-bapak-ilmu-sosiologi). Selain itu, sosilogi lebih mengabdikan kajiannya pada budaya dan struktur sosial yang keduanya mempengaruhi interaksi, perilaku, dan kepribadian (Mustafa, Perspektif dalam Psikologi Sosial). Dengan objek dan pokok-pokok kajian ini diharapkan tercapainya tujuan mempelajari sosiologi yaitu untuk meningkatkan kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.

Psikologi sosial merupakan cabang dari dari ilmu psikologi yang menelaah secara mendalam segala aspek dari pikiran sosial (social tought) dan tingkah laku sosial (sosial behaviour) (Coolidge, General Psychology: A Paradigmatic Approach). Psikologi sosial mengkaji bagaimana pikiran, perasaan, dan tingkah laku seseorang dipengaruhi oleh keberadaan baik secara nyata, imajinasi, maupun hanya secara tersirat oleh orang selain dirinya (http://en.wiki­pedia.org/wiki/Social_psychology_(psychology)). Tujuan dari psikologi sosial adalah menemukan mengapa terdapat bermacam-macam perilaku yang terdapat pada masyarakat (people). Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus dari pengkajian psikologi sosial adalah attribution yaitu penyebab dibalik perilaku orang selain subjek, sosial cognition atau proses-proses berkaitan dengan bagaimana seseorang memperhatikan, menginterpretasi, mengingat, dan menggunakan informasi-informasi dari lingkungan sosialnya, serta attitudes representasi mental dan evaluasi dari bermacam aspek tentang dunia sosial.


Dari uraian ini saya menyimpulkan bahwa psikologi, sosiologi, dan psikologi sosial memiliki persamaan objek yang dipelajari, yaitu tingkah laku manusia. Perbedaan antara ketiga ilmu tersebut adalah pada sudut pandang dan pokok bahasan dalam mengkaji tingkah laku ini. Psikologi memfokuskan pada tingkah laku seseorang sebagai ekpresi dari keberadaan jiwa dalam tubuh seseorang. Sosiologi memiliki fokus kajian bagaimana tingkah laku seseorang dalam me­nyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Sementara psikologi sosial melihat bagaimana pengaruh lingkungan sosial terhadap tingkah laku individu.


Referensi

Sarwono, Sarlito W. 1978. Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh-tokoh Psikologi. Jakarta: PT. Bulan Bintang

Coolidge, Predrick H. General Psychology: A Paradigmatic Approach: Pearson Custom Publishing

Mustafa, Hasan. Perpektif dalam Psikologi Sosial.http://www.gumilarcenter.com/Makalah/PERSPEKTIFDALAMPSIKOLOGISOSIAL.pdf. Diakses pada 7 April 2009, 02.00 WIB.

http://organisasi.org/definisi-pengertian-sosiologi-objek-tujuan-pokok-bahasan-dan-bapak-ilmu-sosiologi#comment-24706 Diakses pada 7 April 2009, 02.02 WIB

Social Psychology (Psychology). http://en.wikipedia.org/wiki/Social_psychology_(psychology) Diakses pada 7 April 2009, 08.30 WIB

Gambar: dspace.mit.edu/.../0/chp_9_70_sepia.jpg