Jumat, April 10, 2009

Pengalaman Pertama, Begitu Menggoda, Selanjutnya...


Di suatu negara yang menerapkan sebuah sistem bernama “demokrasi”, akan kita temukan suatu momen dimana rakyat negeri tersebut diminta untuk ikut “memberikan suaranya” dalam menentukan siapa-siapa yang akan duduk di kursi pemerintahan (legislatif dan eksekutif), baik untuk menjalankan amanat rakyat maupun untuk mewakili masyarakat. Itulah Pemilu, pemilihan umum, dan inilah sedikit cerita dari pengalaman seorang anak manusia yang untuk pertama kalinya mengikuti pesta demokrasi di negerinya...

Saat Angin Mulai Berhembus, Mengabarkan Meriahnya Pemilu..
Sebelum pemilu tahun 2009 ini, pemilu terakhir dilaksanakan pada tahun 2004. Menghasilkan orang-orang yang sampai ini masih berada di kursi-kursi pemerintahan saat ini. Berbagai prestasi dan aib telah diraih pemerintahan yang akan menggenapkan masa jabatannya selama lima tahun di tahun 2009 ini. Sehingga saat mendekati pemilu ini, muncul harapan-harapan dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menggapai perbaikan kondisi negeri. Pemilu pun menjadi salah satu sarana untuk mewujudkan harapan tersebut.

Tapi, akankah harapan itu kembali menjadi sia-sia belaka mengingat seperti sudah tradisi di negeri ini bahwa lembaga perwakilan rakyat justru berisi (sebagian) orang-orang busuk atau bodoh yang hanya mendekatkan negeri ini kepada kesengsaraan saja. Tidak bisa dipungkiri, orang-orang busuk dan atau bodoh (karena tidak tau apa yang seharusnya mereka lakukan) ini akan selalu ada. Mengingat masyarakat negeri ini banyak yang masih buta politik (akibat rezim-rezim terdahulu) dan akibatnya banyak paradigma yang tidak pada tempatnya, berkaitan dengan isu politik ini.


Ah, apapun itu, toh masyarakat tetap saja meriah menyambut digelarnya kembali pesta demokrasi ini. terutama ketika tiba saatnya partai-partai politik berpromosi, beraksi di jalan-jalan, berbuat kotor (mengotori jalan-jalan dengan logo parpol dan foto-foto narsis beberapa orang yang minta dipilih) berjanji (doang..) dan bernyanyi (dangdut erotis lagi... dasar! Calon pemimpin kok malah memberi hiburan yang merusak mental! guo***k!!!). Pantaskah orang-orang dari kelompok macam itu dipilih tuk duduk di kursi yang sangat kita hormati..?!


Demokrasi dan Kontroversi, atau Golput Saja?
Makin mendekati hari-H pemilu, demokrasi itu sendiri pun dipertanyakan validitas dan reliabilitasnya oleh beberapa pihak. Wajar sih.. sistem yang dipromosikan sebagai sistem pemerintahan terbaik ini nyatanya tidak terasa perannya secara signifikan untuk memperbaiki kondisi bangsa di berbagai aspek. Yah.. yang namanya ciptaan manusia memang punya sisi negatif dan positif, sisi buruk dan sisi baiknya. Ya.. dengan demokrasi memang kebebasan dan hak kita untuk mengeluarkan pendapat, ide, atau gerakan apapun terjamin. Tapi aspek-aspek lain yang berkaitan dengan ini telah banyak terbukti juga kelemahannya. Seperti saat diambilnya keputusan berdasarkan suara terbanyak, kan tidak selamanya yang terbanyak itu mewakili yang benar... sementara para ahli jumlahnya tidak banyak.. nah lho! Hal ini pun dapat memicu sebuah ironi ketika suara si ahli bisa sama derajatnya dengan seorang yang amatir (kalo gitu.. ngapain belajar? Toh, bodoh-pintar sama saja..?!). Meskipun demikian, Ustadz M. Ilyas, dalam suatu sesi diskusi di kampus ku, pernah memberikan analogi yang bagus soal penerapan demokrasi di Indonesia. Demokrasi itu ibarat pisau! Carilah sebanyak-banyaknya peluang untuk mendapatkan kebaikan dari pisau tersebut! Meskipun dalam keadaan yang ekstem mungkin pisau tersebut dapat membunuh tuannya sendiri. Nah lho!

Lantas, apakah dengan demikian menjadi golongan putih (golput) itu suatu solusi? Suatu pilhan yang bijak? Ya.. ini sih kembali ke pendapat dan keyakinan masing-masing. Tapi cobalah pikirkan lagi. Apakah dengan diam saja (tidak ikut “bersuara”) perubahan ke arah kebaikan itu akan datang begitu saja? Apakah aspirasi kita akan tersampaikan jika kita “diam saja”. Jikalau tidak ada yang pas di hati, pilihlah yang mendekati.. bukankah tidak ada yang sempurna di dunia ini? betul?! Lagipula telah banyak biaya yang keluar untuk pergelaran ini (namanya juga pesta) dan itupun berasal dari rakyat. Bukankah ironis ketika sesuatu yang ditujukan untuk rakyat justru disiasiakan oleh rakyat??


Ya.. mungkin golput atau tidak bisa dipikirkan lagi untuk pemilu presiden mendatang. Tapi, seperti kata seorang teman dari Fakultas Hukum UGM, “..better lid the candle than blame the darkness..”


Akhirnya sampailah kita di hari itu...
Semakin mendekati hari-H, suasana makin “panas” kampanye ada di mana-mana. Mulai di kampus dengan pendekatan yang personal sampai yang brutal (bayangkan, di kampusku yang netral, dua orang pengendara sepeda motor pernah kudapati mengibarkan bendera salah satu parpol yang memiliki warna kebanggaan merah di kampus sambil berkeliling menaiki sepeda motor. Gila kan!?). Dunia maya dengan Facebook-nya pun tak luput dari sarana kampanye. Tapi saya lebih mengapresiasi yang ada di Facebook, karena kampanye yang dilakukan di sini saya lihat lebih kreatif, terutama dalam permainan singkatan nama parpol. Kocak-kocak deh! (tapi maaf tidak etis rasanya menampilkan contoh, khawatir justru menyinggung nama baik parpol yang bersangkutan..^^). Tak lupa, kampanye lewat sms pun sempat menghiasi inbox-ku.. Namanya juga kampanye.. segalanya dilakukan..

Ya.. singkat cerita, sampailah kita di Hari-H pelaksanaan pemilu tuk memilih anggota-anggota badan legislatif negeri ini, pemilu 9 April 2009. sebenarnya diri ini sangat antusias menyabut pesta ini. Hati pun tak lagi risau karena bingung hendak memilih apa, toh.. Jauh sebelum ini pun hati ini telah kepincut oleh “pesona” yang ditebarkan salah satu parpol.. Hahahaha!!! Tapi antusiasme ini tidak begitu menjalar di awal pagi hari di hari itu, kalah oleh nikmatnya memanjakan mata dan tangan bersama joystick PS-X dan game Winning Eleven. Hehehe... Akibatnya, jam 8 lewat saya baru pergi ke TPS di dekat rumah.


Ketika sampai di TPS, wah! Ternyata sudah banyak yang mengantri.. Bapak-bapak dan Ibu-ibu mendominasi. Pemuda yang masih sekolah atau kuliah (dan belum menikah..) hanya aku dan seorang temanku yang masih SMA kelas 3. Dari obrolan orang-orang di sekitar TPS kebanyakan mengaku pemilu kali ini repot sekali, apalagi parpol beserta caleg yang ditawarkan banyak sekali. Belum lagi kertas suara yang besarnya nyaris seperti poster kampanye anti narkoba atau anti rokok (gede buanget maksudnya..). Pusing dah!


Cukup lama aku menunggu, bahkan untuk dua kali keluar masuk wc tuk “hajat-an” pun namaku belum juga dipanggil oleh petugas. Akhirnya namaku pun dipanggil. Saking semangat (dan norak)nya aku sempat mengacungkan tangan dan berteriak “saya!!” (duh..). Diiringi basmalah melangkahlah aku menuju bilik dengan membawa 4 buat kertas suara, untuk DPR, DPRD provinsi, DPD, dan DPRD kota-kabupaten. Untungnya yang hendak kupilih berada di daerah-daerah pojok, jadi tinggal membuka sedikit, langsung contreng.. hehehe.. (sepertinya jadi ketahuan saya milih apa..^^). Saya mencontreng logoo parpol di ketiga surat suara DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kota-kabupaten. Yakin saja lah siapapun caleg yang maju, itu berasal dari parpol yang kita percayai.. Kertas suara DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kota-kabupaten dengan mudah saya lahap, tak sampai 2 menit ketiganya telah dicontreng. Masalah baru timbul ketika membuka kertas terakhir, kertas suara untuk DPD. Begitu kertas dibuka.. subahanallah.. besar sekali.. dan subahanallah, banyak sekali pilhan orang untuk dicontreng. Namun sayangnya tidak semuanya kukenal, duh.. paling pusing pas mau milih di DPD, mau pilih siapa coba?! Tak ada calon yang dipikirkan sejak awal. Yang ada pun tiada yang dikenal. Yang kutemukan hanya seorang mantan komentator sepak bola yang maju menjadi calon dan seorang yang sudah lama malang melintang di dunia politik Indonesia. Duh, pilih yang mana nih? Komentator sepak bola? Akankah dia kompeten di bidang barunya nanti? Sementara kalo memilih yang “tua” (yang sudah malang-melintang di dunia perpolitikan) akankah dia bisa dengan baik menjalankan kembali tugasnya, atau bisakah dia melahirkan ide-ide yang segar? Argh.. bingung.. tapi pilihan harus cepat diputuskan. Dan aku pun memilih.. yang sudah tua.. argh.. setelah memilih kok rasanya sedikit menyesal ya.. kenapa dia lagi-dia lagi... Ah.. mudah-mudahan pilihan ini tidak salah..


Yah.. itulah pengalaman pertama mencontreng di Pemilu, setelah selama ini mencoblos di pilkada.. hehehe.. semoga bisa menjadi sebuah kenangan dan sebuah inspirasi.. hehehe..


Dan semoga pemilu kali ini membawa perubahan ke arah yang lebih baik bagi bangsa ini. Untuk yang terpilih untuk mewakili rakyat di parlemen, janganlah kalian merasa puas dan bangga, karena sesungguhnya amanah yang tidak mudah sedang menanti Anda! Buktikan bahwa Anda memang berjuang demi rakyat, jangan cuma omong doank!


Heheheheehe.


gambar : http://i497.photobucket.com/albums/rr334/putrago/logo-pemilu2009_0.jpg.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar