Tampilkan postingan dengan label jurnal. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label jurnal. Tampilkan semua postingan

Selasa, Oktober 19, 2010

10 / 90

Bayangkan kejadian berikut ini terjadi pada kehidupan Anda, pembaca yang budiman :

Suatu pagi, Anda sedang sarapan bersama keluarga sebelum berangkat kuliah. Tiba-tiba adik perempuan Anda yang masih kelas 4 SD menumpahkan segelas susu cokelat ke kemeja putih yang sedang Anda kenakan untuk berangkat ke kampus.
Secepat kilat Anda berada dalam situasi dimana Anda harus memilih untuk marah dan menumpahkan segala kekesalan Anda kepada adik kecil Anda itu atau Anda bersabar untuk memaafkannya.

Ternyata respon yang Anda pilih adalah “marah dan menumpahkan segala kekesalan Anda pada adik Anda”.
Anda pun mulai mengumpat, berkata-kata kasar memarahi adik Anda yang telah menumpahkan segelas susu cokelat ke kemeja putih Anda. Adik Anda pun menangis.

Setelah itu, Anda melihat ke arah ibu Anda, kemudian mengkritiknya karena telah menaruh segelas susu tadi terlalu dekat dengan tepi meja. Pertengkaran yang tidak perlu terjadi antara anak dan ibundanya pun terjadi. Anda pun semakin naik pitam dan sembari memukul meja makan untuk melampiaskan kekesalan Anda, Anda pun pergi ke kamar untuk mengganti kemeja. Setelah itu Anda kembali dan melihat adik perempuan Anda tadi baru saja menghabiskan sarapannya, namun masih menangis.
Keadaan semakin terasa buruk karena mobil jemputan adik Anda tidak bisa datang hari ini. Ini berarti Anda harus mengantar adik Anda ke sekolahnya terlebih dahulu, sementara waktu yang dibutuhkan untuk bisa sampai di kampus tepat waktu tidaklah banyak.
Akhirnya, Anda pun mengendarai sepeda motor Anda layaknya seorang pembalap liar. Sayangnya, pembalap liar yang kemudian harus berurusan dengan pihak berwajib. Terbuanglah 10 menit untuk membereskan urusan dengan pihak berwajib tadi. Akibatnya adik Anda pun terlambat selama 10 menit pula. Beruntung pintu gerbang sekolah belum tertutup untuknya. Anda mungkin tidak peduli. Yang Anda pedulikan, sambil tetap mengalirkan sumpah serapah kepada adik Anda, hanyalah bagaimana agar bisa tiba di kampus dalam waktu lima menit kedepan.
Secepat apapun Anda berusaha, sepuluh menit kemudian Anda baru tiba di parkiran kampus Anda. Satu-dua langkah lebar Anda ambil dan tiba-tiba Anda tersadar, print-out makalah tugas Anda yang harus dikumpulkan pagi ini (atau tidak ada nilai sama sekali) tertinggal di meja makan rumah Anda.
Hari itu pun berlalu dengan begitu buruk, ingin rasanya Anda segera pulang. Ketika Anda pulang, Anda masih menyalahkan adik dan ibu Anda sebagai pangkal permasalahan dari buruknya hari ini bagi Anda.

Anda sepakat dengan “Anda” pada kisah tadi? Siapakah yang menurut Anda patut disalahkan dari buruknya hari yang “Anda” alami? Segelas susu cokelat yang tumpah? Kecerobohan adik “Anda”? Pihak berwajib (polisi) yang menghambat perjalanan Anda? Atau kah “Anda” sendiri?

Apakah yang akan terjadi seandainya “Anda”, ketika segelas susu tadi tumpah mengenai kemeja Anda, memilih untuk bersabar dan memaafkan adik Anda? Mungkin “Anda” tetap perlu mengganti kemeja “Anda”, tapi “Anda” akan tetap tenang dan tidak tergesa-gesa sampai melupakan tugas penting yang harusnya tak boleh “Anda” lalaikan. “Anda” tidak perlu berurusan dengan pihak berwajib yang menyebabkan waktu anda banyak terbuang, dan hari itu pun akan berjalan dengan baik dan anda tidak kehilangan nilai sebagaimana yang Anda inginkan.

Renungkanlah kata-kata berikut ini;
-    10% kehidupan dibuat oleh hal-hal yang terjadi terhadap kita
-    90% kehidupan ditentukan oleh bagaimana kita bereaksi/ memberi respon

Kejadian “segelas susu cokelat yang tumpah ke kemeja ‘Anda’” dalam cerita di atas adalah “10%” peristiwa yang mungkin kita tidak punya kuasa apapun untuk merubah atau mengontrolnya. Yang bisa kita lakukan adalah mengontrol respon kita untuk menanggapi “10%” tadi, karena respon kitalah yang sesungguhnya bernilai “90%”. Tidak masalah apa yang menimpa kita, yang menjadi masalah adalah bagaimana respon kita dalam menanggapi masalah atau peristiwa yang terjadi.

Hal-hal yang mungkin terlihat menyulitkan kehidupan kita, kebijakan pemerintah lah, kebijakan  kampus yang tidak bersahabat lah, tuntutan akademis yang tinggi lah, kesibukan non akademis kampus lah, ketegangan antara kawan lah, kondisi keluarga lah, dsb. Bisa jadi hanya 1 bagian dari dinamika kehidupan kita. Respon atau reaksi kita terhadap peristiwa-peristiwa itulah yang menentukan 9 bagian lain dari usaha kita dalam mencapai kesusksesan yang ingin kita raih.

Dan karena cerita tadi menyangkut soal maaf-memaafkan, semoga petikan kisah ini pun dapat memberikan suatu skema baru mengenai makna dari “maaf” dan “memaafkan”.

Wallahu’alam bi showab..

*cerita ini saya dapatkan dari salah seorang sahabat saya, tapi beliaupun tidak menyebutkan sumber resmi darimana cerita ini berasal. Mudah-mudahan tidak dihitung sebagai plagiarisme, hehe..

gambar : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuXg07flCbl4ypgoxf1K7YzXzQoEagxayT8JsAUyywn57mWS0mIU5eggPbDS720gc2LQPAaNY_6SYffgMVjdpTCqClLgjcv5UhYB1TK8aWVo-po0bCYIcCZvcvkaOVzunMMkfW2MCLWTE/s1600/SusuTumpah.jpg

Kamis, Juni 03, 2010

Melepas Rindu dengan Ombak


Sudah lama rasanya diri ini tidak merasakan semilirnya angin yang berhembus dari lautan menuju daratan , debur ombak yang membasahi kaki yang belepotan oleh pasir-pasir coklat-keputihan, serta pemandangan biru-kebiruan yang memanjakan mata, sekaligus menunjukkan kebesaran Maha Pencipta .. Ya, sudah lama rasanya tidak berwisata ke daerah pantai, daerah perbatasan antara lautan biru yang luas dengan daratan yang hijau, kecoklatan, dan keabuan, yang sehari-harinya penuh dengan aktifitas manusia..

Akhirnya kesempatan itu pun datang, melalui sebuah kegiatan daurah yang diselenggarakan oleh rekan-rekan dari Forum Ukhuwah dan Studi Islam (FUSI) F. Psikologi UI, yang bertajuk KIAT (Kajian Islam Akhir Tahun) 2010. Ya, tahun ini, KIAT- FUSI mengambil tempat di Nurul Fikri Boarding School, yang berjarak kurang lebih 8 kilometer dari Pantai Anyer. So, kegiatan tafakur alam-nya pun menjadi “wisata pantai” di Pantai Pasir Putih, Anyer. Sebuah pengalaman menarik di penghujung semester genap tahun ajaran ini. Berikut sedikit kesan dan memori yang tertinggal dari kegiatan yang berlangsung pada 29-30 Mei 2010 lalu ini..

KIAT 2010
Sebenarnya, bagi saya secara pribadi, yang menjadi daya tarik utama dari kegiatan KIAT kali ini adalah adanya kegiatan “wisata” ke pantai Anyer yang dijanjikan oleh panitia melalui spanduk publikasi kegiatan ini. Hehehe.. Ya, tapi di luar “motivasi untuk berwisata” itu, saya tertarik mengikuti kegiatan ini karena pengalaman keikutsertaan di kegiatan yang sama tahun lalu meninggalkan kesan yang indah bagi saya.
Apakah kesan indah itu? Kesempatan berinteraksi dengan warga asli di daerah tersebut! hal itu merupakan sebuah sensasi tersendiri bagi saya, karena melalui interaksi dengan warga sekitar itu, kadang banyak potongan hikmah dan inspirasi menarik yang bisa diambil. Pada KIAT tahun lalu, dimana karena saya tidak bisa berangkat dari awal bersama rombongan besar, saya berangkat sendiri ke daerah Parung Kuda, Sukabumi yang “asing” bagi saya. Asing-nya tempat membuat saya harus bertanya pada orang-orang yang saya temui dalam perjalanan, dan kebetulan salah seorang yang saya temui merupakan warga asli daerah Parung Kuda tersebut, kebetulan pula arah rumahnya searah dengan arah tempat vila kegiatan KIAT berlangsung. Orang yang saya temui ini kemudian menceritakan berbagai hal tentang daerah Parung Kuda tersebut. Salah satu yang masih saya ingat adalah tentang adanya seorang tokoh yang aktif melakukan penyebaran agama Islam di daerah tersebut dan ikut membangun desa di daerah tersebut baik secara fisik (membangun fasilitas masyarakat, jalan, penerangan, tempat ibadah) dan ruhaniyah (mengadakan kajian-kajian agama, dsb). Bahkan vila tempat acara kami berlangsung tersebut dibangun oleh si tokoh yang diceritakan orang yang saya temui tadi. Beliaupun menceritakan bahwa si tokoh tersebut telah wafat, kira-kira tiga bulan sebelumnya.
Pengalaman bertemu warga sekitar dan cerita unik berkaitan dengan tempat tersebutlah yang ingin kembali saya dapatkan di KIAT kali ini, maka, saya pun awalnya berencana untuk datang sendirian atau tidak bersama rombongan besar peserta dan panitia ke acara ini. Namun, setelah menimbang-nimbang (terutama pertimbangan masalah dana), akhirnya niat ini saya urungkan dan saya pun berangkat bersama rombongan besar, dari kampus f. psikologi UI pada Sabtu, 29 Mei 2010 lalu, sekitar pukul 8 pagi.
Setelah menempuh hampir 5 jam perjalanan darat dengan menggunakan 2 bus berukuran sedang milik TNI, akhirnya kami tiba di tempat, Nurul Fikri Boarding School sekitar waktu zuhur. Bus-bus kami pun parkir di area parkir mesjid di komplek “pesantren” ini. Kami semua serombongan pun lansung turun dan memindahkan barang-barang bawaan kami ke daerah camping ground tempat kami akan bermalam di komplek “pesantren” ini. Jadi, selama di sini, kami tidak bermalam di wisma atau semacamnya, tapi di camping ground dengan menempati tenda yang sudah disediakan oleh pihak pengelola tempat. Total rombongan peserta dan panitia KIAT ini “menghabiskan” 6 buah teda, 4 untuk peserta akhwat dan 2 untuk peserta ikhwan. Tenda ikhwan dan akhwat ini berada dalam satu area, namun tepisah oleh sebuah parit yang lebarnya kira-kira 1,5 meter. Area camping ground ini sendiri letaknya kira-kira 1.2 kilometer dari tempat parkir. Perjalanan kaki untuk mencapai camping ground ini seperti berjalan dari ujung ke ujung area pesantren ini. letaknya bersebelahan dengan fasilitas kolam renang pesantren, sebuah danau buatan, dan hutan-hutan yang menjadi batas wilayah luar area pesantren ini.

Sisi Lain dari Mensyukuri Nikmat Allah.
Setelah semua menempatkan barang-barang yang dibawa di tenda masing-masing, makan siang, dan sholat zuhur yang di-jamak dengan sholat ashar, acara kembali terpusat di sebuah aula berdinding dan berlantai kayu di pinggir salah satu danau. Dimulailah sesi materi pertama dari acara ini. Materi pertama ini dibawakan oleh seorang ustadzah, Ustadzah Niniek nama sapaanya, yang membawakan materi tentang mensyukuri nikmat Allah. Secara umum, materi yang dibawakan merupakan materi yang sudah pernah saya dapatkan sebelumnya di kesempatan kajian yang lain, seperti mengapa kita harus bersyukur atas nikmat yang Allah berikan, baik di saat suka maupun duka maupun tentang manfaat menjadi orang yang pandai bersyukur atas nikmat yang diberikan dilihat dari berbagai sisi. Namun ada hal menarik, sesuatu yang berbeda yang ditawarkan oleh bu ustadzah untuk lebih bisa meresapi rasa syukur atas nikmat-nikmat yang Allah berikan, yaitu dengan mencatatkan hal-hal yang dapat kita syukuri dalam satu buku catatan khusus setiap menjelang tidur! Mengapa, karena menjelang tidur, gelombang otak kita berada dalam posisi relaks, gelombang alpha. Di saat inilah kita mampu menyerap informasi secara optimal. Dengan memanfaatkan konsep ini, insyaAllah kita akan semakin meresapi makna dari rasa syukur kita, semakin cinta pada Dzat yang telah memberikan kita banyak hal yang patut disyukuri, dan manfaat-manfaat lain dari segi jasmani-rohani dari sikap pandai bersyukur ini akan lebih terasa. Hmm.. highly recommended untuk dicoba :D

Temukan Konsep Diri Anda!
Materi syukur nikmat dari ustadzah Niniek tadi ternyata berlansung lebih lama dari yang dijadwalkan, akibatnya, rencana untuk ke pantai Anyer yang semula dijadwalkan sore hari itu terpaksa ditunda. Penonton kecewa.. Tapi, mau bagaimana lagi? Mungkin keikhlasan kami dalam mengikuti majelis ilmu di sini sedang diuji oleh-Nya. Tak ada pilihan lain, acara pun berlanjut ke waktu mentoring dan waktu bebas untuk bersih-bersih sampai dengan maghrib. Meskipun tidak semua peserta kebagian jatah membersihkan badan alias mandi, acara kembali berlangsung di Aula, sholat maghrib dan materi yang berikutnya. Sampai di sini, setelah akhirnya dapat kesempatan untuk mandi, saya tidak lagi mengikuti acara di Aula, karena sang Ketua FUSI, Fajar, meminta saya ikut menemaninya berjaga di tenda. Oke lah..
Saya dan Fajar pun menunaikan sholat maghrib dan isya secara berjamaah, berdua, setelah itu kami habiskan waktu jaga tenda ini dengan mengobrolkan banyak hal, tentang psikologi, Fakultas Psikologi UI dan civitas-civitasnya, tentang pengalaman “camping”-nya Fajar dua pekan sebelum ini, dan banyak hal lainnya. Sembari ditemani oleh sebungkus biskuit keju, wafer coklat, beberapa gelas minuman air mineral, serta handphone yang memutar musik-musik khas para “aktivis dakwah” yang terkadang diselingi lantunan ayat-ayat suci yang terekam secara digital dalam format mp3., ceramah beberapa ustad ternama yang juga diabadikan dalam format digital. Ada satu ceramah yang menarik bagi saya, sebuah ceramah dari ustadz Anis Mata, yang bertemakan pernikahan atau lebih tepatnya tentang memilih pasangan hidup.. uhuy..! Apa isi ceramahnya? Salah satu yang masih saya ingat adalah tentang menemukan dan memahami “konsep diri” anda untuk menemukan siapa pasangan yang pas untuk anda! Ya! ustad Anis Mata mengatakan bahwa kita harus mengenal dengan baik diri kita untuk bisa menemukan siapa pasangan hidup yang tepat untuk kita. Karena menikah bukanlah urusan sepele, ini menyangkut sebuah kerjasama apik untuk membangun peradaban dari titik terkecilnya, keluarga, maka untuk bisa melakukannya dengan baik diperlukan kombinasi pasangan yang ideal. Ideal dalam arti bisa saling melengkapi kelebihan dan kekurangan yang ada. Hehe.. boleh juga nih tips-nya..
Tak terasa, jam hampir menunjukkan pukul 11 malam, teman-teman dari aula pun sudah mulai berdatangan untuk memenuhi tuntutan mata mereka yang minta ditutup untuk beberapa waktu.

Allahu Akbar.. Swiiiiingg.. Jebyur..!!
Sekitar pukul 3 dini hari, panitia membangunkan kami untuk melaksanakan qiyamul lail bersama, kembali bertempat di Aula. Setelah qiyamul lail, tak berselang lama, waktu shubuh datang dan kami semua pun sholat shubuh berjamaah. Selepas sholat shubuh berjamaah, acara dilanjutkan kembali dengan materi mengenai “10 kriteria pemuda muslim”, aqidah yang bersih, ibadah yang benar, akhlak yang baik, fisik yang kuat, cerdas, melawan hawa nafsu, pandai mengatur waktu, teratur, mandiri, dan bermanfaat bagi orang lain. Penekanan dari ustad yang membawakan materi ini adalah bahwa mencapai seluruh kriteria ini memang bukan perkara mudah, namun bukan berarti tidak bisa dilakukan. Pak ustadz pun mengakui dirinya belum bisa memenuhi semua kriteria ini, namun ia akan terus berusaha dan ikut mengajak orang lain untuk mampu mencapainya.
Setelah materi dari ustad ditutup, acara selanjutnya adalah outbond! Dan apa yang kami (para lelaki) dapati di pos pertama? Flying fox melintasi salah satu danau di area pesantren ini! Dari ujung satu ke ujung lainnya, berjarak kira-kira 30 meter. Start-nya adalah dari pucuk sebuah pohon kelapa setinggi kira-kira 10 meter, finish-nya adalah sebuah batang pohon tua yang menyembul dari permukaan air danau. Tidak seperti flying fox yang selama ini kami temui dimana peserta “terbang” dari satu sisi ke sisi sebrangnya dimana di situ berjaga seorang pemandu yang akan membantu kita turun dari “wahana” ini, tantangan dalam flying fox kali ini adalah untuk “terbang” kemudian menceburkan diri ke danau sedalam 10 meter yang ada di bawah “trek” terbang kami. Woo.. sebuah sensasi adrenalin rush tersendiri tentunya untuk terbang dari ketinggian 10 meter kemudian nyebur ke danau sedalam 10 meter pula. Awalnya memang agak menakutkan, setelah dicoba ternyata mengasyikkan juga. Oh ya, sebelum meluncur “terbang” Bapak pemandu menginstruksikan kami untuk berteriak, “Allahu Akbar!”, belakangan saya merenung, mungkin maksudnya “teriakan” ini adalah untuk meredakan ketakutan yang ada pada kita, “bukankah ada Allah yang Maha Besar, so, apa lagi yang perlu kita takutkan??”.
Pos outbond berikutnya adalah games seperti minesweeper dan game halang rintang yang menguji kesabaran dan kesetiakawanan kami untuk terus memberikan dukungan pada anggota kelompok yang lain dalam melewati tantangan yang ada. Sekitar pukul 10.30 seluruh rangkaian outbond selesai. Kami pun diberi waktu untuk bersih-bersih dan rapih-rapih tenda untuk kemudian berangkat menuju “agenda utama” acara ini, jalan-jalan ke pantai.. :D

White Sand Beach…
Selepas penutupan dan sholat zuhur yang dijamak dengan sholat ashar lagi secara berjamaah, rombongan pun menyudahi petualangannya di kompleks Nurul Fikri Boarding School ini, untuk kemudian ngebut menuju Pantai Pasir Putih, Anyer.. “agenda utama” dari kegiatan ini, ehehe..
Hampir 30 menit perjalanan, akhirnya kami pun tiba di pantai Pasir Putih, Anyer.. Di tengah cuaca terik karena matahari yang sedang mencapai titik puncaknya. Namun, semua itu tidak menghalangi kami untuk langsung menikmati indahnya pantai dengan berfoto-foto ria, bermain bola, maupun berjalan-jalan menyusuri pantai yang indah ini sambil menikmati deburan ombak yang menyapa kaki-kaki yang belepotan oleh pasir pantai ini, menuntaskan kerinduan kami akan suara-suara deburan ombak dan keceriaan di bawah naungan rasa syukur akan nikmat yang begitu besar ini.. Subahanallah.. Kapan lagi dengan 50 ribu rupiah saja bisa menikmati indahnya pantai Anyer seperti ini? hehehe… 

Jazakumullah khair buat semua, panitia, peserta, pak sopir, pak satpam, tukang es kelapa, tukang ojek (lho?!)..


gambar :http://img104.imageshack.us/img104/983/anyer25sl.jpg  

Selasa, Januari 05, 2010

Farewell…

Saat langit gelap karena rembulan tertutup cadar kelabu awan-awan
Kuberdiri mematung menatap meratap
Menyendiri bersama gemuruh dalam diri
Andai bisa jiwa ini bersuara
Maka jiwa ini akan berteriak..

Mengapa luka baru terasa setelah pisau membelah raga
Mengapa air mata baru jatuh saat duka telah lewat masa
Mengapa diri ini justru berkhianat saat cinta bersemi dalam jiwa
Mengapa..?

Apakah gerangan yang sebenarnya terjadi?
Mimpi indah mengawali perputaran masa
Namun ayat-ayat duka menghiasi lembaran cerita..

Adakah hati yang kurang tulus dalam menjalankan titah yang mulia?
Ataukah kekosongan akal menjadi awal petaka?
Tak kutemukan jawabnya…
Yang jelas, jiwa raga ini tersiksa
Kasih pun terluka..

Maafkan aku..
Bukannya aku hendak lari saat purnama kembali sesuai janji,
Bukannya aku tega menyakiti saat kau cemas menanti

Percayalah, tanpa ku kau tetap bisa berlari
Percayalah bahwa mimpi ini tak akan pernah mati,
Dan berusahalah agar tanpa ku mimpimu takkan berhenti
Karena di sini, meskipun aku tertusuk ribuan duri
Meskipun jiwaku nyaris mati,
Aku pun aku sedang membangun mimpi
Mimpi kita bersama, tentang dunia dimana kelak bunga-bunga indah bersemi..

Roda masa kembali berputar
Langit biru kembali bersinar..
Walau awan kelabu kelak kan datang,
Berjanjilah sayap-sayap ini tidak akan rela dipatahkan..

Selasa, Desember 01, 2009

Ngobrolin Islam dan Psikologi dalam ICON (Islamic Chatting on November)


ICON merupakan kependekan dari Islamic Chatting on November, sebuah kegiatan seminar kajian dan diskusi yang membahas representasi Islam dalam bidang Psikologi. Acara yang diselenggarakan oleh departemen Pengembangan Psikologi Islami (P2I) FUSI F.Psikologi ini, diselenggarakan pada 20 November 2009 lalu di Auditorium Ged.H Fakultas Psikologi UI.

Acara ini mengangkat tema “Give You More: Islam as Rahmat Alam”. Melalui tema ini ICON berusaha mengajak rekan-rekan civitas Psikologi UI secara khusus dan rekan-rekan yang lain untuk memahami bahwa Islam merupakan ajaran yang isinya begitu menyeluruh, menyentuh setiap sendi kehidupan manusia, termasuk sendi-sendi interaksi manusia baik dengan dirinya sendiri maupun dengan orang lain dan lingkungan (sendi-sendi kehidupan yang selama ini dipelajari dalam ilmu Psikologi). Sehingga nantinya, ilmu Psikologi yang kita pelajari mampu kita manfaatkan selain untuk meningkatkan kesehatan mental diri pribadi dan masyarakat, juga untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita semua kepada Allah SWT.

Tema “Give You More: Islam as Rahmat Alam” ini sendiri disajikan oleh ICON dalam 3 tema seminar kajian dan diskusi, yaitu Bedah Buku “Psikologi Sufi”, Seminar “Mencetak Anak Bangsa Menjadi Generasi Pahlawan Berdasarkan Psikologi Pendidikan Islam”, serta Bedah Film dan Talkshow “Turtles Can Fly”.

Sesi bedah buku “Psikologi Sufi” dibawakan oleh Nurlyta Hafiyah, S.Psi, M.Psi, seorang dosen di Fakultas Psikologi UI yang juga merupakan penerjemah dari sebuah buku mengenai psikologi sufi yang ditulis oleh seorang penulis barat bernama Lynn Wilcox, bersama moderator Rizqi M. Ghibran, mahasiswa berprestasi tingkat Fakultas Psikologi pada tahun 2007. Dalam sesi ini, Ibu Nurlyta Hafiyah yang biasa disapa Mbak Evi ini mengajak kita untuk melihat dengan sudut pandang yang lebih luas mengenai sufisme. Sufisme dalam Psikologi menurut Mbak Evi adalah salah satu jalan (dari sekian banyak jalan) untuk semakin mengenal Tuhan melalui pengenalan diri yang makin mendalam, karena aliran psikologi kontemporer kebanyakan justru “menjauhkan manusia dari Tuhan-nya”.

Sesi berikutnya menampilkan Seminar “Mencetak Anak Bangsa Menjadi Generasi Pahlawan Berdasarkan Psikologi Pendidikan Islam” yang dibawakan oleh Bapak Buchori Nasution, seorang pemilik sekolah berbasis pendidikan Islam dan anggota dari Lembaga Menejemen Pendidikan Indonesia (LMPI) serta Research Center for Islamic Curruculum. Bersama moderator, Terry Marlita, mantan Ketua Departemen Pengembangan Psikologi Islami tahun 2009, Pak Buchori mengajak kita semua untuk kembali melakukan kajian yang serius terhadap Al-Quran, karena Al-Quran merupakan bacaan paling baik dan paling komprehensif tentang seluruh sendi kehidupan manusia. Tidak hanya untuk mengkaji dan menghafalkannya, tapi juga untuk memahami dan mengajarkan isinya, karena itulah sesungguhnya esensi pendidikan yang sering dilupakan oleh para pengajar. Selain itu, Pak Buchori pun mengajak para peserta untuk lebih kritis lagi terhadap perkembangan kurikulum pendidikan di Indonesia agar pendidikan di Indonesia mampu secara optimal mencetak “generasi-generasi pahlawan” bagi bangsa Indonesia.

Dan di sesi ketiga (terakhir) diadakan pemutaran singkat film “Turtles Can Fly”, sebuah film tentang kehidupan dan perjuangan hidup dari anak-anak yang tinggal di sebuah daerah yang sering dilanda konflik peperangan, di perbatasan Turki dan Irak, menjelang dilangsungkannya invasi Amerika Serikat ke Irak sekitar tahun 2003 lalu. Dengan dipandu oleh moderator Izza Dinillah, Sekertaris Jendral FUSI F.Psikologi tahun 2009, dan pembicara Ibu Aliah B. Purwakania Hasan, MKes, Psi, atau biasa disapa Mbak Kania, seorang almunus F.Psikologi UI yang kini aktif sebagai dosen di Universitas Bunda Mulia dan aktif pula sebagai penulis berbagai jurnal dan rubrik konsultasi psikologi, peserta diajak untuk mengkaji kondisi psikologis dari anak-anak dalam cerita film ini. Salah satu yang menarik dari pembahasan mengenai kondisi psikologis dari anak-anak yang tinggal di daerah konflik ini adalah umumnya kemampuan anak-anak untuk melakukan coping terhadap situasi konflik yang dihadapinya lebih baik daripada kemampuan pada orang dewasa. Artinya, umumnya anak-anak akan lebih cepat pulih (recover) dari situasi konflik yang dialaminya, dibanding dengan orang dewasa. Namun, tetap saja hal ini bergantung pada seperti apa trauma yang diakibatkan oleh situasi konflik tadi.

Selain diisi dengan tema-tema kajian yang sangat menarik tadi, ICON ini juga dimeriahkan oleh penampilan dari FIka Humairoh, seorang mahasiswa F.Psikologi UI yang membacakan sebuah puisi yang cukup menyentuh hati, berjudul “Dialog Partisi Indera”, serta penampilan dari Tim Nasyid Salman, Salam UI.

(Mochammad Ardhya, Psikologi UI 2008, Project Officer ICON, 2009)


Selasa, September 08, 2009

Rekonstruksi .... dan Perjalanan Berbagi Ilmu (part 2)

-lanjutan dari postingan sebelumnya-

Ke Ciputat Berbagi Ilmu

Sepulang dari IPB, sebuah sms masuk ke hape saya. sebuah sms yang dikirim oleh Bang Fajar, ketua FUSI (LDF-nya Psiko UI) isinya menginformasikan akan adanya kunjungan FUSI tuk bertukar ilmu mengenai menejemen da’wah di fakultas dengan “FUSI”nya Psikologi UIN. Saya pun memutuskan untuk turut serta dalam kunjungan ini.

Esoknya, kita berangkat dari Akademos sekitar jam 9, dengan tak lupa mempersiapkan terlebih dahulu kado yang akan ditukarkan dengan rekan-rekan mahasiswa LDF Psikologi UIN di sana. Ternyata untuk mencapai kampus UIN di Ciputat sana, tidaklah sulit. Dari Depok cukup naik bus jurusan Lebak Bulus kemudian naik lagi angkutan kota (angkot), tapi lupa angkot nomor berapa.. hehe.. dan dalam jarak 2 kilometer dari terminal Lebak Bulus, sampailah kita di kampus UIN di Ciputat. Kampus UIN sendiri terdiri dari 2 bagian. Kalau kita anggap kampus yang pas di pinggir jalan raya adalah kampus 1, maka Fakultas Psikologi-nya terletak di kampus 2 yang di seberang kampus 1 tapi agak masuk ke dalem lagi. Di kampus 2 ini selain ada fakultas Psikologi juga ada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan serta kampus untuk program pasca sarjana.

Setibanya di kampus Fakultas Psikologi UIN, kami (rombongan dari FUSI Psiko UI) disambut dengan spesial, termasuk menghadirkan wakil dekan bidang kemahasiswaan untuk memberikan sambutan. Ibu wakil dekan bidang kemahasiswaan ini bernama Ibu Zahrotunnihayah. Beliau yang ternyata lulusan Psikologi UI ini ketika diberikan kesempatan menyampaikan sambutan sedikit berguyon mengenai singkatan UI dan UIN. Beliau mengatakan bahwa UI dan UIN sama-sama “UI”, hanya saja UIN adalah UI yang “Negeri”. Jadi, yang ada di Ciputat itu “UI Negeri”, sementara yang di Depok bukan.. Swasta donk.. (Ya bisa jadi kalo “BOP”-nya tidak “B” [berkeadilan]) Hehehe..

Setelah prosesi penyambutan plus sedikit tausiyah dari seorang da’i di UIN tentang ukhuwah dalam Islam yang memakan waktu hingga menjelang zuhur, yang kemudian dilanjutkan dengan sholat berjamaah lalu makan siang bersama, tibalah waktunya untuk sharing ilmu soal menejemen kegiatan da’wah di fakultas. Kegiatan ini diawali dengan rekan-rekan LDF Psiko UIN yang mempresentasikan seluk beluk lembaga mereka, termasuk bagaimana koordinasinya dengan lembaga da’wah se-kampus. Setelah itu baru presentasi dari FUSI Psiko UI.

Presentsi dari rekan-rekan Psiko UIN ini dibawakan oleh ketua KOMDA-nya.. (siapa ya namanya.. duh.. lupa nih.. hehe ) Apa itu KOMDA? KOMDA ini kepanjangan dari Komisariat Dakwah. LDF di UIN disebut komisariat da’wah karena antara tiap LDF dengan LDK terdapat garis komando. Hal ini berbeda dengan UI yang antara LDF dengan LDK (Salam UI) hanya terdapat garis koordinasi. Singkatnya, di UIN itu LDK berhak mengintervensi kebijakan LDF, sementara di UI tidak. Tapi bisa saling koordinasi untuk bekerja sama mencapai terget-terget tertentu. Gitu lho..


to be continued.. (lagi..)



Jumat, Juli 31, 2009

Rekonstruksi Sisa Mimpi, Isu Terorisme, dan Perjalanan Berbagi Ilmu

Sebagian orang berkata bahwa “life is a journey”.. Hal ini bagi saya mengindikasikan bahwa hidup tidaklah sempurna rasanya tanpa melakukan journey.. alias “jalan-jalan”.. hehe.. (tafsiran secara semprul..). Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya mencoba sedikit berbagi pengalaman saya dalam perjalanan 3 hari mengunjungi beberapa kampus perguruan tinggi di jabodetabek. Tepatnya ke UI (Depok dan Salemba), IPB, dan UIN Syarif Hidayatullah. Ini dia kisahnya..
Kunjungan Hari Pertama: Salemba, Rekonstruksi Sisa Mimpi
Ide untuk melakukan perjalanan pertama ini muncul dari benak 2 orang sahabat saya, sebut saja Fadhil dan Alif (keduanya bukan nama samaran), keduanya mahasiswa IPB (Institut Pertanian Bogor), yang ingin “menggila” melepaskan semua kepenatan dari kehidupan kampus mereka (juga saya) dengan berkunjung ke beberapa kampus di Pulau Jawa. Pengejawantahan tahap pertama dari ide ini adalah berkunjung ke Universitas Indonesia (UI) dan berfoto di depan landmark UI sambil mengenakan jakun (jaket kuning; jas almamater UI).

Maka, demi realisasi dari hasrat “menggila” yang kami miliki, kami (saya, A’ Fadhil, dan Alif)pun berangkat ke kampus UI di Depok pada hari Minggu, 27 Juli 2009, dengan kereta Ekonomi AC pukul 12.31. Lewat dari sekitar jam 1 siang kami tiba di stasiun UI. Kami pun bergegas mencari tempat untuk sholat zuhur, akhirnya sholat di MUI, dan kemudian mencari tempat untuk berfoto di depan landmark UI sambil mengenakan jakun. Awalnya ingin di depan Bundaran Psiko, di mana di situ terdapat makara UI berwarna keemasan. Namun, untuk lebih mendapat citra makara UI yang lebih jelas, kami pun memutuskan untuk berfoto di Kolam Makara FE UI.

Singkat cerita, setelah puas berfoto di depan Makara UI kami bergegas menuju kampus UI Salemba dimana di situ terdapat FK (Fakultas Kedokteran) dan FKG (Fakultas Kedokteran Gigi) UI. Momen inilah yang kusebut sebagai rekonstruksi mimpi karena Alif (khusunya) yang pernah punya cita-cita menjadi seorang dokter lulusan FK UI akhirnya berkesempatan mengunjungi tempat yang pernah menjadi cita-citanya. Cita-cita yang sempat menjadi bahan bakar bagi kehidupannya (lebay..) sampai kira-kira kelas XI SMA, sampai vonis menderita buta warna (parsial) ia terima dari dokter yang memeriksa matanya. Ya.. sulit bagi seorang buta warna untuk merealisasikan mimpinya berkarir dalam bidang yang berkaitan dengan biologi dan kimia (termasuk kedokteran). Maka itulah kenyataan yang harus ia terima. Mengubur impian menjadi seorang mahasiswa kedokteran (baca : calon dokter), dan kini menjadi mahasiswa jurusan Ilmu Komputer. Ya.. itulah hidup, terkadang yang kita cita-citakan bukanlah jalan yang terbaik bagi kita (seperti bisa dilihan di QS Al-Baqarah ayat 216). Semoga kita bisa mengambil hikmah dan menemukan betapa besar cinta-Nya dari ujian-ujian yang Ia berikan pada kita. Aamin.. Rekonstruksi pun berjalan sesuai rencana awal. Berfota ria di depan FK UI.

Hari Kedua : Pertemuan yang Batal dan Isu Terorisme

Sejatinya, kunjungan saya ke IPB (Institu Pertanian Bogor) hari itu (29 Juli 2009) tidak diniatkan untuk “jalan-jalan”. Saya hanya ingin bertemu dengan seorang teman saya, sebut saja bernama TB (lagi-lagi bukan nama samaran) untuk membahas evaluasi dari pelaksanaan suatu kegiatan trainning untuk rekan-rekan SMA yang baru saja lulus. Namun, kesibukan TB dalam mempersiapkan penyambutan mahasiswa baru IPB membuat pertemuan ini batal dilaksanakan. Akhirnya, karena sudah terlanjur sampai di area kampus IPB, kesempatan ini pun menjadi “jalan-jalan sore”.

Hal “menarik” terjadi saat saya sedang dalam perjalanan dari mesjid Al Huriyah menuju gerbang keluar IPB. Dalam momen itu saya bertemu dengan 2 orang wanita (salah satu masih muda, berperawakan seperti orang dari Indonesia Timur dan yang satu lagi lebih mirip orang melayu pada umumnya, namun usianya sekitar paruh baya) yang menanyakan jalan keluar dari kampus IPB kepada saya. nah, kebetulan kan! Saya mau keluar, mereka pun mau beranjak pergi. Maka kami pun berjalan bersama. Meski tanpa didahului oleh perkenalan, diantara kami bertiga tetap terjadi obrolan yang hangat dan ramah, dengan sedikit bumbu gelak tawa dari sedikit guyonan yang terlontar. Salah satu guyonan yang terlontar (dari 2 orang wanita tadi) adalah setelah mereka mengetahui saya baru dari mesjid Al Huriyah untuk bertemu dengan seorang teman, salah seorang diantara mereka (yang bermuka melayu) nyeletuk “... wah, abis ngerancang bom lagi ya..?? hehee..”. Tawa kecil pun merebak di antara kami bertiga. Hehe.. meskipun demikian, tetap saja, hati ini sedikit terluka. Bagaimana tidak? Sedikit guyonan ini menunjukkan betapa umat islam di Indonesia tengah dihadapkan pada suatu fitnah yang menyudutkan Islam sebgai agama teroris dan mesjid adalah “sarangnya”. Sebuah tantangan lagi bagi kita semua, umat Islam se-Indonesia (bahkan se-dunia) untuk menunjukkan bahwa Islam adalah rahmatan lil’alamin dan orang-orang dibalik semua fitnah ini sebagai the real terrorist..

Tanpa terasa, kami bertiga telah sampai di dekat gerbang keluar dari kampus IPB. Salam perpisahan yang hangat dan ucapan terimakasih tulus mereka ucapkan, dan saya pun membalas dengan ucapan selamat jalan dan pesan agar berhati-hatilah selama dalam perjalanan.


To be continued...

Senin, Juni 08, 2009

Cerita Tentang Belajar dan Peluang Kerja di Bidang Psikologi

Hmm.. sedikit mau berbagi cerita (alias curhat) saja berkaitan dengan sebuah pengalaman yang alami. Pengalaman yang mungkin bisa menjadi bahan renungan juga, khususnya untuk saya dan mungkin juga mahasiswa jurusan psikologi yang lain, karena yang saya alami adalah pertanyaan dari seorang murid kelas X sma tentang peluang atau prospek kerja dari seorang sarjana psikologi. Yah, pertanyaan yang menurut saya wajar muncul dari seorang anak yang mencoba membuat peta besar dari kehidupannya kelak (cita-cita pekerjaan di masa depan), namun tetap perlu mendapat apresiasi tinggi karena umumnya (berdarkan hasil survei asal-asalan saya dari dulu..) siswa kelas x sma masih menjalani hidupnya dengan “go wherever wind blow”. Usaha untuk menjawab satu pertanyaan ini, dimana obrolan kecil itu akhirnya menjadi sebuah forum duduk melingkar dengan peserta sekitar 7-8 siswa kelas x termasuk saya, saya rasakan sedikit menegur saya terutama berkaitan dengan apa yang hendak saya lakukan setelah lulus sarjana psikologi. Hueh.. inilah rangkaian kisahnya...

Peristiwa ini terjadi hari Jumat, 5 Juni, lalu. Seperti biasa, hari Jumat menjadi hari untuk menjalankan amanah menjadi seorang pembimbing atau pembina (yang membina[sakan].. hehe!) diskusi tema-tema keislaman bersama siswa-siswa kelas x sma. Kebetulan Jumat lalu merupakan hari masuk sekolah (kbm) terakhir sebelum ulangan semester di hari senin pekan berikutnya. Jadi untuk diskusi saat itu, saya berencana melakukan sharing antar anggota diskusi (terutama dengan siswa kelas X3, yang saya “pegang”) tentang kiat-kiat sukses dalam menghadapi ujian, tes, atau ulangan serta membahas sedikit tentang “prinsip-prinsip belajar dalam Al-Quran” dari buku “Al-Quran dan Psikologi” yang ditulis oleh Muhammad Usman Najati (thanks to akh Fajar atas bukunya). Intinya sih untuk memberikan “suntikan” motivasi bagi mereka dalam menghadapi ulangan semester ini. Seperti biasa, manusia boleh menyusun rencana tapi Allah lahh yang akan menentukan, dan ketetapan Allah lah yang memang terbaik untuk mahluk-Nya. Ternyata situasi di lapangan sulit mewujudkan rencana tadi. Ya sudah, jadinya dimulai dengan forum kecil, berempat dengan saya, kita coba ngobrolin berbagai hal seputar dunia pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Kebetulan diantara 4 orang tadi ada pula teman yang terhitung masih kelas XII dan masih bersiap menyambut “dunia baru” yang akan segera dihadapinya (ni orang udah dapet PMDK ke UI jurusan teknik elektro).
Dengan ditemani sebungkus wafer rasa keju (isi 8 wafer.. [serius isinya memang 8, tiada tendensi maupun maksud apapun.. hehe..]) obrolan pun mengalir hangat dan akrab. Mulai dari kisah-kisah “garing” dan sedikit lawakan yang memaksa kami untuk saling tertawa (tragis!) hingga cerita tentang point-point menarik dari sebuah buku pembangun motivasi yang bertemakan sukeses dengan berpikir “out of the box” (tapi lupa judul bukunya apa). Sampai akhirnya pertanyaan tentang mengapa akhirnya saya memilih untuk kuliah di jurusan psikologi yang akhirnya memicu munculnya pertanyaan “ aa’ (sunda: kakak), emang peluang kerja lulusan psikologi tuh apa aja?”. Tanpa disadari forum kecil itu telah meluas. Dalam lingkaran itu kini ada sekitar 8 orang. Orang-orang yang menyusul bergabung tadi adalah anak-anak kelas x juga yang sejak obrolan kecil tadi dimulai memang telah “konkow” ada di sekitar kami.
Menjawab pertanyaan tentang alasan kenapa akhirnya memilih kuliah di jurusan psikologi membawa diri ini sedikit bernostalgia dengan masa lalu. Jadi ingat saat-saat di mana diri ini begitu terobsesi dengan pelajaran biologi, terutama setelah membaca buku-buku Harun Yahya (sekitar saat masih kelas X sma), dan akhirnya pernah bercita-cita menjadi seorang ahli biologi (dibuktikan dengan memilih melanjutkan ke program ipa di kelas xi, meskipun nilai mipa selain biologi dan kimia begitu “mengenaskan”). Namun, ternyata belakangan saya ketahui ada keunikan pada mata saya yang tidak memungkinkan saya untuk menjadi ahli biologi secara formal. Rencana dibalik ketetapan Yang Maha Kuasa memang indah. “Kedua mata” ini akhirnya “menuntun” saya di kelas xii untuk memutuskan “banting stir” saat kuliah nanti dengan masuk ke jurusan sosial-humaniora dan akhirnya memilih psikologi sebagai “next destination” saya. Ternyata memang inilah jalan yang indah untuk saya lalui. (Duh.. jadi curhat gini..^^).
Kembali ke perbincangan tentang prospek kerja di bidang psikologi. “Adik-adik” saya ini pun sempat mengajukan pertanyaan berkaitan dengan “psikolog” dan “psikiater”. Saya pun menjawabnya dengan mengatakan bahwa psikiater adalah dokter yang kemudian mempelajari ilmu kejiwaan. Sehingga dalam terapi yang mereka berikan mereka boleh menggunakan obat-obatan tertentu. Berbeda dengan psikolog yang merupakan lulusan magister profesi psikologi yang terapinya lebih ke arah pembentukan tingkah laku dari si pasien. Oh ya, berkaitan dengan penggunaan obat-obatan oleh psikiater, ternyata salah seorang diantara ‘adik-adik” saya ini ada yang nyeletuk (dengan nada kesel-ngeremehin) “ah, obat-obatnya itu obat bohongan tau..” (menyimpulkan bahwa obat tersebut tidak punya efek medis sama-sekali). Haha! Saya pun sedikit tertawa, sambil dalam hati bertanya “benarkah kenyataanya seperti itu?”. Kemudian saya terangkan sedikit kepada mereka bahwa itu adalah “placebo effect” yatu mensugesti si pasien dengan suatu “janji” tentang khasiat tertentu dari suatu bahan, padahal bahan yang dimaksud tidak mengandung khasiat apapun secara medis. Hehehe...

Seakan masih “haus darah”, anak-anak muda penuh rasa ingin tahu (tapi tempe nggak deh.. ) ini pun kembali berkicau.. “trus, lulusan S1 kerjanya apaan a’?” Hmm.. ini nih pertanyaan yang cukup “nonjok ati”, membuat diri ini seakan diingatkan untuk berpikir “nanti setelah lulus mau ngapain.. (mau kerja apa, dimana?)”. Yah, memang sih saya akui bahwa “plan A” sejauh ini, yaitu setelah lulus sarjana adalah meneruskan ke program S2 dengan beasiswa (insya Allah.. Aamin!), membuat fokus pikiran saya hanya bagaimana mendapatkan beasiswa tersebut. Perihal jika “diharuskan” kerja terlebih dahulu memang agak tidak saya pikir mendalam. Jadi agak bingung juga deh untuk menjawab pertanyaan mengenai prospek kerja dari sarjana psikologi ini. But.. akhirnya pertanyaan tersebut saya jawab dengan nyeletuk.. “rental!” (sambil gaya serius padahal main-main). Mereka pun shock dan berkata “hah! Parah! Serius?!”. Dan saya jawab lagi.. “haha! Ya nggaklah..” (maksudnya peluang kerja lulusan psikologi itu lebih luas lagi, tidak cuma jadi penjaga rental.. hehe.. parah nih, mentang-mentang juga punya obsesi mendirikan sebuah bisnis warnet..-_-). Jawaban agak serius kemudian saya berikan (dengan diawali sedikit ngemeng.. hehe..).. “..gini.. psikologi itu nanti cabangnya ada banyak.. (berdasarkan peminatan yang ada di S1 psikologi UI) ada psikologi klinis, psikologi industri dan organisasi, psikologi pendidikan, psikologi sosial, dan psikologi perkembangan. Jadi (intinya) sarjana psikologi itu bisa jadi konsultan untuk masing-masing bidang tersebut. Bisa juga jadi trainer (kayak Mario Teguh ataupun Ary Ginanjar gitu-gitu..), ada juga yang buka usaha outbond training (seperti pengalaman yang diceritakan oleh salah seorang senior yang sudah lulus), kerja di bagian HRD (human resources development) di suatu perusahaan termasuk bagian penyeleksi karyawan-karyawan yang mau masuk. Dll. Belum lagi ada survei yang menyatakan bahwa hampir 100% lulusan psikologi UI langsung diterima di lapangan kerja (survei ini diceritakan oleh seorang teman, entah valid atau tidak.. hehe.. dan kemudian salah seorang dari peserta obrolan ini, yang sudah kelas xii tadi meng-iya-kan hal tersebut). Jadi.. tak usah khawatirlah akan dunia kerja, lagipula lulusan psikologi itu “jiwa-jiwanya bebas” dan kreatif deh.. (pemikiran semprul diri sendiri..). hehehe...”

Yah, itulah sedikit obrolan yang kemudian, tepat setelah pembahasan tentang peluang kerja sarjana psikologi itu, sedikit demi sedikit bubar karena memang sudah agak sore jadi bebrpa diantara peserta forum ini ada yang izin pulang duluan. Yah.. semoga peristiwa ini menjadi suatu sinyal positif bahwa makin banyak ikhwan-ikhwan (lelaki-lelaki) yang tertarik dengan ilmu yang di UI sendiri fakultasnya didominasi oleh perempuan ini. Hehehe..
Demikianlah kisah ini. By the way, apa aja sih peluang kerja bagi sarjana psikologi? (lho?! Jadi saya yang juga ikutan bertanya gini..?! hehe..)


Jumat, Juni 05, 2009

Sembilan Belas Bait Cinta (II); Jiwa yang Merintih..

Dalam gelap kucoba bermunajat
Dalam sunyi kucoba menyendiri, mencari sumber rasa sakit ini
Keheningan membuatku terhanyu
t, hanyut dalam tangis
Mengapa semakin lama semakin menyakitkan

Inikah akibat membiarkan luka terus terbuka?
inikah akibat dari menikmati luka?

Bodoh! Kenapa kau tidak lari dan pergi saja?
Buat apa luka itu kau nikmati?
Buat apa pedih itu kau hayati?
Tak sadarkah kau, bukan hanya dirimu saja yang terluka?
Tak sadarkah kau, langitpun terluka karena kau berharap melukainya?

Sadarlah, obat untuk lukamu itu masih terjaga, obat itu ada di hatimu...
Obat itu adalah jiwamu.. jiwamu yang pasrah pada cinta Yang Agung..

Esok pagi, lupakanlah luka itu..
Lupakan dengan mengejar cahaya hidupmu..
Bangun kembali mimpimu, kepakkan kembali sayap-sayapmu,
Terbanglah tinggi, menembus realita..
Terbanglah membelah birunya langit, menembus gelapnya angkasa,
Karena itulah cinta untukmu...



gambar: http://www.timswineblog.com/~ASSETS/IMG/upload/blue-sky.jpg

Selasa, Mei 19, 2009

Sembilan Belas Bait Cinta; Mencari Esensi dari Eksistensi Sejauh Ini...


Sebuah paradoks cinta mengawali kisah ini..
Ketika cinta diberikan padahal tiada yang meminta
Ketika cinta itu justru meminta dirinya dijaga, meminta dirinya diberi arti
Karena kelak cinta ini akan kembali pada pemilik sejatinya..

Matahari, bulan, dan bintang bergantian memberikan sinarnya,
Demi menyemai cinta ini, demi tubuh yang di(berikan)cinta ini
Demi waktu terus maju, demi harapan dan mimpi, cinta tumbuh..

Cinta terus tumbuh, mencari makna tentang dirinya
Mencari makna tentang cintanya..

Dan cintapun mulai memberontak menuntut kebebasannya, menuntut dirinya untuk mampu mencinta sendiri

Namun apa itu cinta?
Misteri yang berulang, terus menerus menghantui tanpa jawaban pasti
Sementara mata telah terluka dan hati tak sanggup lagi menaggung luka..
Maafkan diri ini tak sanggup lepas dari duri, hingga luka tiada jua berhenti..

Duhai pemilik cinta, sembunyikanlah cinta dari diri ini
Sembunyikanlah, simpanlah hingga siap kuterima cahaya itu.. Hingga berpendarnya jiwa ini bisa menguatkanku menemukan makna..
Hingga cinta itu tak merubah cintaku pada Mu..

Terima kasih atas cinta Mu yang telah membuatku melangkah sejauh ini..
Dengan cinta Mu, izinkanlah kulanjutkan langkah tuk temukan makna cinta yang Kauberikan.. (dalam waktu yang tersisa..)

------
gambar:
sangbintang.wordpress.com/.../

Jumat, April 10, 2009

Pengalaman Pertama, Begitu Menggoda, Selanjutnya...


Di suatu negara yang menerapkan sebuah sistem bernama “demokrasi”, akan kita temukan suatu momen dimana rakyat negeri tersebut diminta untuk ikut “memberikan suaranya” dalam menentukan siapa-siapa yang akan duduk di kursi pemerintahan (legislatif dan eksekutif), baik untuk menjalankan amanat rakyat maupun untuk mewakili masyarakat. Itulah Pemilu, pemilihan umum, dan inilah sedikit cerita dari pengalaman seorang anak manusia yang untuk pertama kalinya mengikuti pesta demokrasi di negerinya...

Saat Angin Mulai Berhembus, Mengabarkan Meriahnya Pemilu..
Sebelum pemilu tahun 2009 ini, pemilu terakhir dilaksanakan pada tahun 2004. Menghasilkan orang-orang yang sampai ini masih berada di kursi-kursi pemerintahan saat ini. Berbagai prestasi dan aib telah diraih pemerintahan yang akan menggenapkan masa jabatannya selama lima tahun di tahun 2009 ini. Sehingga saat mendekati pemilu ini, muncul harapan-harapan dan tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menggapai perbaikan kondisi negeri. Pemilu pun menjadi salah satu sarana untuk mewujudkan harapan tersebut.

Tapi, akankah harapan itu kembali menjadi sia-sia belaka mengingat seperti sudah tradisi di negeri ini bahwa lembaga perwakilan rakyat justru berisi (sebagian) orang-orang busuk atau bodoh yang hanya mendekatkan negeri ini kepada kesengsaraan saja. Tidak bisa dipungkiri, orang-orang busuk dan atau bodoh (karena tidak tau apa yang seharusnya mereka lakukan) ini akan selalu ada. Mengingat masyarakat negeri ini banyak yang masih buta politik (akibat rezim-rezim terdahulu) dan akibatnya banyak paradigma yang tidak pada tempatnya, berkaitan dengan isu politik ini.


Ah, apapun itu, toh masyarakat tetap saja meriah menyambut digelarnya kembali pesta demokrasi ini. terutama ketika tiba saatnya partai-partai politik berpromosi, beraksi di jalan-jalan, berbuat kotor (mengotori jalan-jalan dengan logo parpol dan foto-foto narsis beberapa orang yang minta dipilih) berjanji (doang..) dan bernyanyi (dangdut erotis lagi... dasar! Calon pemimpin kok malah memberi hiburan yang merusak mental! guo***k!!!). Pantaskah orang-orang dari kelompok macam itu dipilih tuk duduk di kursi yang sangat kita hormati..?!


Demokrasi dan Kontroversi, atau Golput Saja?
Makin mendekati hari-H pemilu, demokrasi itu sendiri pun dipertanyakan validitas dan reliabilitasnya oleh beberapa pihak. Wajar sih.. sistem yang dipromosikan sebagai sistem pemerintahan terbaik ini nyatanya tidak terasa perannya secara signifikan untuk memperbaiki kondisi bangsa di berbagai aspek. Yah.. yang namanya ciptaan manusia memang punya sisi negatif dan positif, sisi buruk dan sisi baiknya. Ya.. dengan demokrasi memang kebebasan dan hak kita untuk mengeluarkan pendapat, ide, atau gerakan apapun terjamin. Tapi aspek-aspek lain yang berkaitan dengan ini telah banyak terbukti juga kelemahannya. Seperti saat diambilnya keputusan berdasarkan suara terbanyak, kan tidak selamanya yang terbanyak itu mewakili yang benar... sementara para ahli jumlahnya tidak banyak.. nah lho! Hal ini pun dapat memicu sebuah ironi ketika suara si ahli bisa sama derajatnya dengan seorang yang amatir (kalo gitu.. ngapain belajar? Toh, bodoh-pintar sama saja..?!). Meskipun demikian, Ustadz M. Ilyas, dalam suatu sesi diskusi di kampus ku, pernah memberikan analogi yang bagus soal penerapan demokrasi di Indonesia. Demokrasi itu ibarat pisau! Carilah sebanyak-banyaknya peluang untuk mendapatkan kebaikan dari pisau tersebut! Meskipun dalam keadaan yang ekstem mungkin pisau tersebut dapat membunuh tuannya sendiri. Nah lho!

Lantas, apakah dengan demikian menjadi golongan putih (golput) itu suatu solusi? Suatu pilhan yang bijak? Ya.. ini sih kembali ke pendapat dan keyakinan masing-masing. Tapi cobalah pikirkan lagi. Apakah dengan diam saja (tidak ikut “bersuara”) perubahan ke arah kebaikan itu akan datang begitu saja? Apakah aspirasi kita akan tersampaikan jika kita “diam saja”. Jikalau tidak ada yang pas di hati, pilihlah yang mendekati.. bukankah tidak ada yang sempurna di dunia ini? betul?! Lagipula telah banyak biaya yang keluar untuk pergelaran ini (namanya juga pesta) dan itupun berasal dari rakyat. Bukankah ironis ketika sesuatu yang ditujukan untuk rakyat justru disiasiakan oleh rakyat??


Ya.. mungkin golput atau tidak bisa dipikirkan lagi untuk pemilu presiden mendatang. Tapi, seperti kata seorang teman dari Fakultas Hukum UGM, “..better lid the candle than blame the darkness..”


Akhirnya sampailah kita di hari itu...
Semakin mendekati hari-H, suasana makin “panas” kampanye ada di mana-mana. Mulai di kampus dengan pendekatan yang personal sampai yang brutal (bayangkan, di kampusku yang netral, dua orang pengendara sepeda motor pernah kudapati mengibarkan bendera salah satu parpol yang memiliki warna kebanggaan merah di kampus sambil berkeliling menaiki sepeda motor. Gila kan!?). Dunia maya dengan Facebook-nya pun tak luput dari sarana kampanye. Tapi saya lebih mengapresiasi yang ada di Facebook, karena kampanye yang dilakukan di sini saya lihat lebih kreatif, terutama dalam permainan singkatan nama parpol. Kocak-kocak deh! (tapi maaf tidak etis rasanya menampilkan contoh, khawatir justru menyinggung nama baik parpol yang bersangkutan..^^). Tak lupa, kampanye lewat sms pun sempat menghiasi inbox-ku.. Namanya juga kampanye.. segalanya dilakukan..

Ya.. singkat cerita, sampailah kita di Hari-H pelaksanaan pemilu tuk memilih anggota-anggota badan legislatif negeri ini, pemilu 9 April 2009. sebenarnya diri ini sangat antusias menyabut pesta ini. Hati pun tak lagi risau karena bingung hendak memilih apa, toh.. Jauh sebelum ini pun hati ini telah kepincut oleh “pesona” yang ditebarkan salah satu parpol.. Hahahaha!!! Tapi antusiasme ini tidak begitu menjalar di awal pagi hari di hari itu, kalah oleh nikmatnya memanjakan mata dan tangan bersama joystick PS-X dan game Winning Eleven. Hehehe... Akibatnya, jam 8 lewat saya baru pergi ke TPS di dekat rumah.


Ketika sampai di TPS, wah! Ternyata sudah banyak yang mengantri.. Bapak-bapak dan Ibu-ibu mendominasi. Pemuda yang masih sekolah atau kuliah (dan belum menikah..) hanya aku dan seorang temanku yang masih SMA kelas 3. Dari obrolan orang-orang di sekitar TPS kebanyakan mengaku pemilu kali ini repot sekali, apalagi parpol beserta caleg yang ditawarkan banyak sekali. Belum lagi kertas suara yang besarnya nyaris seperti poster kampanye anti narkoba atau anti rokok (gede buanget maksudnya..). Pusing dah!


Cukup lama aku menunggu, bahkan untuk dua kali keluar masuk wc tuk “hajat-an” pun namaku belum juga dipanggil oleh petugas. Akhirnya namaku pun dipanggil. Saking semangat (dan norak)nya aku sempat mengacungkan tangan dan berteriak “saya!!” (duh..). Diiringi basmalah melangkahlah aku menuju bilik dengan membawa 4 buat kertas suara, untuk DPR, DPRD provinsi, DPD, dan DPRD kota-kabupaten. Untungnya yang hendak kupilih berada di daerah-daerah pojok, jadi tinggal membuka sedikit, langsung contreng.. hehehe.. (sepertinya jadi ketahuan saya milih apa..^^). Saya mencontreng logoo parpol di ketiga surat suara DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kota-kabupaten. Yakin saja lah siapapun caleg yang maju, itu berasal dari parpol yang kita percayai.. Kertas suara DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kota-kabupaten dengan mudah saya lahap, tak sampai 2 menit ketiganya telah dicontreng. Masalah baru timbul ketika membuka kertas terakhir, kertas suara untuk DPD. Begitu kertas dibuka.. subahanallah.. besar sekali.. dan subahanallah, banyak sekali pilhan orang untuk dicontreng. Namun sayangnya tidak semuanya kukenal, duh.. paling pusing pas mau milih di DPD, mau pilih siapa coba?! Tak ada calon yang dipikirkan sejak awal. Yang ada pun tiada yang dikenal. Yang kutemukan hanya seorang mantan komentator sepak bola yang maju menjadi calon dan seorang yang sudah lama malang melintang di dunia politik Indonesia. Duh, pilih yang mana nih? Komentator sepak bola? Akankah dia kompeten di bidang barunya nanti? Sementara kalo memilih yang “tua” (yang sudah malang-melintang di dunia perpolitikan) akankah dia bisa dengan baik menjalankan kembali tugasnya, atau bisakah dia melahirkan ide-ide yang segar? Argh.. bingung.. tapi pilihan harus cepat diputuskan. Dan aku pun memilih.. yang sudah tua.. argh.. setelah memilih kok rasanya sedikit menyesal ya.. kenapa dia lagi-dia lagi... Ah.. mudah-mudahan pilihan ini tidak salah..


Yah.. itulah pengalaman pertama mencontreng di Pemilu, setelah selama ini mencoblos di pilkada.. hehehe.. semoga bisa menjadi sebuah kenangan dan sebuah inspirasi.. hehehe..


Dan semoga pemilu kali ini membawa perubahan ke arah yang lebih baik bagi bangsa ini. Untuk yang terpilih untuk mewakili rakyat di parlemen, janganlah kalian merasa puas dan bangga, karena sesungguhnya amanah yang tidak mudah sedang menanti Anda! Buktikan bahwa Anda memang berjuang demi rakyat, jangan cuma omong doank!


Heheheheehe.


gambar : http://i497.photobucket.com/albums/rr334/putrago/logo-pemilu2009_0.jpg.

Jumat, Februari 27, 2009

Eh, Aku "Romantis", Lho!


Pernahkah anda mendengar atau mengetahui tentang "Eneagram"? Pernahkah seseorang (lawan jenis anda) mengatakan kepada anda bahwa anda orang yang romantis? Bagaimakah rasanya "dicap" sebagai orang yang "romantis"..??

Hehe.. Sepertinya untuk melanjutkan membaca tulisan ini mungkin kita harus saling menyamakan presepsi kita tentang kata "romantis". Apakah "romantis" yang akan saya bahas dalam tulisan ini adalah romantis dalam artian pandai merayu mesra pada lawan jenis, ahli melantunkan puisi-puisi soal "cinta", atau seperti ksatria dalam cerita-cerita abad pertengahan dari Eropa yang rela mempertaruhkan nyawanya melawan hewan buas untuk melindungi seorang putri? Haha.. salah besar Bung! Romantis yang akan saya bahas di sini adalah salah satu tipe keperibadian yang ada dalam "Eneagram"... Apa itu "Eneagram"? Bagaiamana keperibadian si tipe "Romantis"ini?

Sekilas Tentang Eneagram
Jujur, istilah “eneagram” merupakan istilah yang cukup
anyar bagi telinga saya. Pertama kali saya mendengar atau tahu istilah ini, sekitar 1 tahun yang lalu, ialah dari sebuah buku milik adik kelas saya di SMA, yang judulnya pun Eneagram, ditulis oleh Reene Baron dan Elizabeth Wagele. Buku berjudul Eneagram milik teman saya ini ternyata berisi tentang klasifikasi tipe-tipe keperibadian yang ada pada manusia. Ada 9 (sembilan) klasifikasi! Ada perfeksionis, penolong, pengejar prestasi, romantis, pengamat, pencemas, petualang, pejuang, dan pendamai. Wow! Menarik sekali cara pengklasifikasian ini! Lebih banyak daripada 4 tipe yang ada pada Personality Plus-nya Florence Litteur.

Mengapa bisa sampai ada 9 tipe? Saya tidak mengkap secara pasti sih, penyebab mengapa bisa sampai ada 9 tipe. Tapi, sejauh yang saya pahami, sembilan tipe keperibadian yang berkembang dari pada sufi di timur tengah dan kemudian disebarkan ke Eropa oleh Gurdijeff dari Russia ini menyebutkan bahwa “ia” terbentuk dari 3 “pusat” yang ada pada tubuh manusia, yaitu hati atau perasaan, kepala atau pikiran, dan perut atau naluri. Masing-masing pusat tersebut, jika ia menjadi dominan pada seseorang, ia akan menurunkan tiga tipe keperibadian. Contohnya, jika pusat yang dominan adalah “hati atau perasaan”, maka keperibadian yang diturunkan dari pusat itu adalah tipe penolong, pengejar prestasi, dan romantis. Begitu pula pada dua pusat yang lain, “kepala” akan menurunkan pengamat, pencemas, dan petualang. Sementara “perut” akan menurunkan pejuang, pendamai, dan perfeksionis. Satu hal lagi, “pusat” yang sama ini juga menimbulkan motivsi dasar yang sama dan membentuk sudut pandang yang hampir serupa. Jadi, ternyata ada jutaan orang di dunia yang kemungkinan memiliki motivasi dasar dan point of view terhadap dunia dengan cara yang sama dengan kita. Tapi, tentunya tiap individu memiliki keunikan masing-masing...

Wah, sebenarnya masih banyak hal menarik tentang 9 tipe keperibadian ini. Bacalah sendiri bukunya jika ingin tau lebih banyak.. Hahahaa!!

Ciri Tiap Keperibadian dalam Eneagram

Sekilas tadi telah saya sebutkan tentang 9 tipe keperibadian dalam eneagram ini. Ada perfeksionis, penolong, pengejar prestasi, romantis, pengamat, pencemas, petualang, pejuang, dan pendamai. Bagaimana ciri-ciri tiap-tiap orangnya?

Tipe penolong umumnya memiliki kepedulian yang tinggi, peka terhadap kebutuhan orang lain, dan juga penuh kehangatan. Lalu, orang dengan tipe pengejar prestasi umunya lebih energik, optimistis, percaya diri yang tinggi, dan “mata”nya menatap pada tujuan yang ingin diraih. Sementara itu, orang dengan tipe romantis cenderung memiliki perasaan yang peka, pribadi yang juga hangat seperti tipe penolong, dan sangat pengertian .

Selanjutnya, ada tipe pengamat yang orang-orangnya memiliki rasa dahaga yang tinggi akan ilmu pengetahuan, penuh rasa ingin tahu, sangat analitis, meskipun dia introvert . Lalu tipe pencemas yang menjunjung tinggi kesetiaan pada keluarga, teman, dan kelompoknya hingga ia manjadi sesorang yang bisa sangat dipercaya dan bertanggung jawab . Kemudian si tipe petualang yang selalu energik, optimistis, dan memiliki keinginan untuk memberikan sumbangsih bagi dunia .

Adapun tipe pejuang yang orang-orangnya terus terang, mengandalkan diri sendiri, percaya diri, dan protektif. Lalu ada pula tipe pendamai yang mudah menerima, senang membuat orang lain senang, dan merupakan pribadi yang selalu mencoba menyatu dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya . Dan terakhir, si tipe perfeksionis yang sesuai dengan namanya, merupakan orang-orang yang memegang prinsip dan berusaha menjalani hidup dengan standar ideal yang tinggi, serta relasistis dan penuh pertimbangan.

Itulah sedikit gambaran tentang ciri-ciri watak dasar orang dalam 9 tipe keperibadian di Eneagram. Jika ingin mengetahui lebih jauh lagi, ya.. bacalah sendiri bukunya.. hehe!

Satu hal lagi. Dalam eneagram ini dikenal sistem “sayap” dan “panah”. Artinya keperibadian yang anda miliki bisa jadi tidak benar-benar terkotak dalam salah satu dari 9 tipe yang ada, keperibadian anda mungkin dipengaruhi juga oleh tipe keperibadian yang ada di sebelah kiri dan kanan anda (dalam diagram Eneagram). Dan anda pun memiliki kecenderungan untuk bertingkah laku menyerupai tipe yang lain terhubung dengan tipe anda melalui garis-garis pada Eneagram. Seperti gambar di bawah ini...

Tentang Aku, si Romantis!
Nah, kalau tadi kita membahas semua tipe secara general, kini saya akan mengkhususkan pembicaraan pada tipe romantis, tipe dimana saya berada.. Tapi, dari manakah saya tau hingga dengan
semprulnya saya menyebut diri saya romantis? Tentunya itu tidak sembarangan dan seenak jidat sendiri, itu semua setelah saya mengisi semacam kuisioner yang terdapat dalam buku ini untuk mengetahui berada dalam klasifikasi apakah keperibadian yang dimiliki. Jadi, agar anda mengetahui yang mana tipe anda, jangan cuma baca tulisan ini tapi belilah (atau pinjamlah) buku ini dan isi “kuisionernya”..

Kita mulai pembicaraan tentang si romantis ini.. Romantis yang dimaksud sebagai nama bagi tipe ke-empat ini saya pikir bukanlah romantis dalam pengertian gombal seperti disebutkan di awal tulisan ini. Romantis dalam konteks eneagram berarti orang tersebut dimotivasi oleh kebutuhan untuk memahami perasaan dan ingin dipahami pula perasaanya oleh orang lain. Oleh karenanya, orang-orang romantis cenderung senang bergaul dengan orang yang suka memberinya pujian, orang-orang yang menjadi teman yang mendukung, menghargai bakat dan intuisi yang dimiliki oleh si romantis, dan orang yang bisa membuat si romantis merasa ceria, karena ia sebetulnya cukup sering durundung kesediahan. Tapi, sebaiknya jangan mengatakan bahwa si romantis ini terlalu sensitif atau bertindak berlebihan!

Wah, sepertinya repot sekali bergaul dengan si romantis ini, sangat sensitif perasaanya! Tapi, janganlah sungkan bergaul dengan mereka karena mereka ini orang yang berempati, mendukung, lembut, jenaka, penuh gairah, cerdas, membuka diri dan mudah akrab. Merka juga mampu memahami perasaan orang-orang di sekitanya dengan baik sehingga orang-orang romantis ini mampu menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain. Sisi positif lain dari orang-orang romantis adalah kreatif dan memiliki kepekaan estetis.

Namun, terkadang orang-orang romantis memang membuat kita kerepotan menjaga perasaanya karena mereka sangat mudah merasa sakit hati, mudah diselimuti perasaan kelam dan putus asa, dan sering merasa rendah diri. Selain itu, orang-orang romantis kerap kali merasa sangat bersalah ketika ia mengecewakan orang lain, sering merasa diabaikan, terobsesi dengan kekesalan, dan kadang menginginkan apa yang tidak dimilikinya.

Uh.. begitulah orang-orang yang romantis, seperti saya (jika anda memang mengenal si penulis blog ini..) perasaanya begitu peka, maka jagalah perasaanya agar tidak terluka.. Hahahaha!!!

Yap! Dari Sedikit ulasan tentang eneagram ini, hikmah yang saya pikir bisa diambil adalah bahwa tiap manusia itu berbeda satu sama lain. Maka, kita harus bisa mengenal tiap orang di sekitar kita dengan lebih dalam dan mengetahui bagaimana kecenderungan-kecenderungan yang ada pada dirinya agar interaksi kita tetap berjalan dengan sehat karena kita bisa saling memahami satu sama lain. Bagaimana menurut anda?

Data buku

judul : Eneagram; Menganal 9 Tipe Keperibadian Manusia dengan Lebih Asyik

penulis : Renee Baron & Elizabeth Wagele

penerbit : Serambi

tebal : 179 halaman