Aku sangat ingin menjadi seorang astronot, sangat ingin tebang ke luar angkasa. Tapi.. aku tidak memiliki gelar dan aku bukanlah seorang pilot. Aku hanyalah seorang guru.
Harapan sempat mucul ketika Gedung Putih mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan 5I-L pesawat ulang-alik Challenger. Kesempatan yang tidak boleh disiasiakan, aku pun ikut melamar. Betapa bahagianya diriku ketika amplop berlogo NASA yang berisi undangan untuk ikut seleksi aku terima. Aku terus beroda dan ternyata doaku terkabul karena aku lulus seleksi demi seleksi. Mimpi ku semakin mendekati kenyataan.
Dari 43 ribu pelamar yang kemudian disaring lagi menjadi 10 ribu orang dan akhirnya aku pun menjadi bagian dari 100 orang yang berhak mengikuti ujian tahap akhir. Ada simulator, uji klaustrofobi, latihan ketangkasan, percobaan mabuk udara, dan serangkaian tes lainnya. Siapakah diantara kami yang bisa melewati tahap akhir ini? “Ya Tuhan.. izinkanlah diriku yang terpilih..” lirihku dalam doa yang kupanjatkan.
Lalu tibalah hari pengumuman itu. Dan ternyata NASA memilih Christina McAufliffe. Bukan aku. Aku telah kalah. Hidupku hancur. Aku mengalami depresi, seiring dengan lenyapnya rasa percaya diriku juga kebahagiaanku. Hanya amarah yang tertinggal. “Tuhan kenapa bukan aku? Kenapa Engkau tidak berbuat adil padaku? Kenapa Engkau begitu tega menyakiti hatiku?” Aku pun menangis di pangkuan ayahku. Namun ayahku hanya berkata, “anakku, semua terjadi karena suatu alasan..”
Selasa, 28 Januari 1986. Aku berkumpul bersama teman-temanku untuk melihat peluncuran Challenger. Saat pesawat itu melewati landasan pacu, aku menantang impianku untuk yang terakhir kalinya, “Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu..”. Namun tak ada yang bisa kulakukan. “Tuhan.. Kenapa bukan aku?”.
Tujuh puluh tiga detik kemudian, ternyata Tuhan menjawab semua pertanyaan dan menghapus semua keraguanku. Tujuh puluh tiga detik setelah peluncuran itu, Challenger meledak dan menewaskan semua penumpangnya.
Aku teringat kata-kata Ayahku, “semua terjadi karena suatu alasan...”. Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walau aku sangat menginginkannya, karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi ini. Aku memilki misi lain dalam hidup ini, dan aku tidaklah kalah. Aku tetap seorang pemenang. Ya aku tetap seorang pemenang. Aku menang karena aku telah kalah. Aku, Frank Slazak.
“...boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS Al-Baqarah : 216)
diadaptasi dari "Rencana Allah", dalam buku Mengantar Ginjal ke Surga (Eman Sulaiman, penerbit : MadaniA Prima)
gambar: http://www.wired.com/ly/wired/news/images/full/Challenger_Launch.jpg
Harapan sempat mucul ketika Gedung Putih mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan 5I-L pesawat ulang-alik Challenger. Kesempatan yang tidak boleh disiasiakan, aku pun ikut melamar. Betapa bahagianya diriku ketika amplop berlogo NASA yang berisi undangan untuk ikut seleksi aku terima. Aku terus beroda dan ternyata doaku terkabul karena aku lulus seleksi demi seleksi. Mimpi ku semakin mendekati kenyataan.
Dari 43 ribu pelamar yang kemudian disaring lagi menjadi 10 ribu orang dan akhirnya aku pun menjadi bagian dari 100 orang yang berhak mengikuti ujian tahap akhir. Ada simulator, uji klaustrofobi, latihan ketangkasan, percobaan mabuk udara, dan serangkaian tes lainnya. Siapakah diantara kami yang bisa melewati tahap akhir ini? “Ya Tuhan.. izinkanlah diriku yang terpilih..” lirihku dalam doa yang kupanjatkan.
Lalu tibalah hari pengumuman itu. Dan ternyata NASA memilih Christina McAufliffe. Bukan aku. Aku telah kalah. Hidupku hancur. Aku mengalami depresi, seiring dengan lenyapnya rasa percaya diriku juga kebahagiaanku. Hanya amarah yang tertinggal. “Tuhan kenapa bukan aku? Kenapa Engkau tidak berbuat adil padaku? Kenapa Engkau begitu tega menyakiti hatiku?” Aku pun menangis di pangkuan ayahku. Namun ayahku hanya berkata, “anakku, semua terjadi karena suatu alasan..”
Selasa, 28 Januari 1986. Aku berkumpul bersama teman-temanku untuk melihat peluncuran Challenger. Saat pesawat itu melewati landasan pacu, aku menantang impianku untuk yang terakhir kalinya, “Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu..”. Namun tak ada yang bisa kulakukan. “Tuhan.. Kenapa bukan aku?”.
Tujuh puluh tiga detik kemudian, ternyata Tuhan menjawab semua pertanyaan dan menghapus semua keraguanku. Tujuh puluh tiga detik setelah peluncuran itu, Challenger meledak dan menewaskan semua penumpangnya.
Aku teringat kata-kata Ayahku, “semua terjadi karena suatu alasan...”. Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walau aku sangat menginginkannya, karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi ini. Aku memilki misi lain dalam hidup ini, dan aku tidaklah kalah. Aku tetap seorang pemenang. Ya aku tetap seorang pemenang. Aku menang karena aku telah kalah. Aku, Frank Slazak.
“...boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS Al-Baqarah : 216)
diadaptasi dari "Rencana Allah", dalam buku Mengantar Ginjal ke Surga (Eman Sulaiman, penerbit : MadaniA Prima)
gambar: http://www.wired.com/ly/wired/news/images/full/Challenger_Launch.jpg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar