Tampilkan postingan dengan label cerita motivasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerita motivasi. Tampilkan semua postingan

Selasa, Oktober 19, 2010

10 / 90

Bayangkan kejadian berikut ini terjadi pada kehidupan Anda, pembaca yang budiman :

Suatu pagi, Anda sedang sarapan bersama keluarga sebelum berangkat kuliah. Tiba-tiba adik perempuan Anda yang masih kelas 4 SD menumpahkan segelas susu cokelat ke kemeja putih yang sedang Anda kenakan untuk berangkat ke kampus.
Secepat kilat Anda berada dalam situasi dimana Anda harus memilih untuk marah dan menumpahkan segala kekesalan Anda kepada adik kecil Anda itu atau Anda bersabar untuk memaafkannya.

Ternyata respon yang Anda pilih adalah “marah dan menumpahkan segala kekesalan Anda pada adik Anda”.
Anda pun mulai mengumpat, berkata-kata kasar memarahi adik Anda yang telah menumpahkan segelas susu cokelat ke kemeja putih Anda. Adik Anda pun menangis.

Setelah itu, Anda melihat ke arah ibu Anda, kemudian mengkritiknya karena telah menaruh segelas susu tadi terlalu dekat dengan tepi meja. Pertengkaran yang tidak perlu terjadi antara anak dan ibundanya pun terjadi. Anda pun semakin naik pitam dan sembari memukul meja makan untuk melampiaskan kekesalan Anda, Anda pun pergi ke kamar untuk mengganti kemeja. Setelah itu Anda kembali dan melihat adik perempuan Anda tadi baru saja menghabiskan sarapannya, namun masih menangis.
Keadaan semakin terasa buruk karena mobil jemputan adik Anda tidak bisa datang hari ini. Ini berarti Anda harus mengantar adik Anda ke sekolahnya terlebih dahulu, sementara waktu yang dibutuhkan untuk bisa sampai di kampus tepat waktu tidaklah banyak.
Akhirnya, Anda pun mengendarai sepeda motor Anda layaknya seorang pembalap liar. Sayangnya, pembalap liar yang kemudian harus berurusan dengan pihak berwajib. Terbuanglah 10 menit untuk membereskan urusan dengan pihak berwajib tadi. Akibatnya adik Anda pun terlambat selama 10 menit pula. Beruntung pintu gerbang sekolah belum tertutup untuknya. Anda mungkin tidak peduli. Yang Anda pedulikan, sambil tetap mengalirkan sumpah serapah kepada adik Anda, hanyalah bagaimana agar bisa tiba di kampus dalam waktu lima menit kedepan.
Secepat apapun Anda berusaha, sepuluh menit kemudian Anda baru tiba di parkiran kampus Anda. Satu-dua langkah lebar Anda ambil dan tiba-tiba Anda tersadar, print-out makalah tugas Anda yang harus dikumpulkan pagi ini (atau tidak ada nilai sama sekali) tertinggal di meja makan rumah Anda.
Hari itu pun berlalu dengan begitu buruk, ingin rasanya Anda segera pulang. Ketika Anda pulang, Anda masih menyalahkan adik dan ibu Anda sebagai pangkal permasalahan dari buruknya hari ini bagi Anda.

Anda sepakat dengan “Anda” pada kisah tadi? Siapakah yang menurut Anda patut disalahkan dari buruknya hari yang “Anda” alami? Segelas susu cokelat yang tumpah? Kecerobohan adik “Anda”? Pihak berwajib (polisi) yang menghambat perjalanan Anda? Atau kah “Anda” sendiri?

Apakah yang akan terjadi seandainya “Anda”, ketika segelas susu tadi tumpah mengenai kemeja Anda, memilih untuk bersabar dan memaafkan adik Anda? Mungkin “Anda” tetap perlu mengganti kemeja “Anda”, tapi “Anda” akan tetap tenang dan tidak tergesa-gesa sampai melupakan tugas penting yang harusnya tak boleh “Anda” lalaikan. “Anda” tidak perlu berurusan dengan pihak berwajib yang menyebabkan waktu anda banyak terbuang, dan hari itu pun akan berjalan dengan baik dan anda tidak kehilangan nilai sebagaimana yang Anda inginkan.

Renungkanlah kata-kata berikut ini;
-    10% kehidupan dibuat oleh hal-hal yang terjadi terhadap kita
-    90% kehidupan ditentukan oleh bagaimana kita bereaksi/ memberi respon

Kejadian “segelas susu cokelat yang tumpah ke kemeja ‘Anda’” dalam cerita di atas adalah “10%” peristiwa yang mungkin kita tidak punya kuasa apapun untuk merubah atau mengontrolnya. Yang bisa kita lakukan adalah mengontrol respon kita untuk menanggapi “10%” tadi, karena respon kitalah yang sesungguhnya bernilai “90%”. Tidak masalah apa yang menimpa kita, yang menjadi masalah adalah bagaimana respon kita dalam menanggapi masalah atau peristiwa yang terjadi.

Hal-hal yang mungkin terlihat menyulitkan kehidupan kita, kebijakan pemerintah lah, kebijakan  kampus yang tidak bersahabat lah, tuntutan akademis yang tinggi lah, kesibukan non akademis kampus lah, ketegangan antara kawan lah, kondisi keluarga lah, dsb. Bisa jadi hanya 1 bagian dari dinamika kehidupan kita. Respon atau reaksi kita terhadap peristiwa-peristiwa itulah yang menentukan 9 bagian lain dari usaha kita dalam mencapai kesusksesan yang ingin kita raih.

Dan karena cerita tadi menyangkut soal maaf-memaafkan, semoga petikan kisah ini pun dapat memberikan suatu skema baru mengenai makna dari “maaf” dan “memaafkan”.

Wallahu’alam bi showab..

*cerita ini saya dapatkan dari salah seorang sahabat saya, tapi beliaupun tidak menyebutkan sumber resmi darimana cerita ini berasal. Mudah-mudahan tidak dihitung sebagai plagiarisme, hehe..

gambar : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiuXg07flCbl4ypgoxf1K7YzXzQoEagxayT8JsAUyywn57mWS0mIU5eggPbDS720gc2LQPAaNY_6SYffgMVjdpTCqClLgjcv5UhYB1TK8aWVo-po0bCYIcCZvcvkaOVzunMMkfW2MCLWTE/s1600/SusuTumpah.jpg

Jumat, Maret 05, 2010

Hidayah dan Hidangan Istimewa.


Dahulu, seorang pemuda datang dari sebuah desa terpencil untuk belajar di Universitas Al-Azhar. Ia merantau ke mesir membawa impian besar dan harapan mendalam bahwa kelak ia menjadi seorang da’I yang ikhlas membantu agama Allah, seikhlas para ulama dahulu yang kisahnya telah banyak ia baca.

Setiap pagi ia pun menghadiri pengajian yang di masjid Al-Azhar, bersama seorang Syaikh. Disitulah ia mendulang ilmu-ilmu fikih, tafsir, hadists, adab, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Dengan takzim, setiap ia duduk mendengarkan ucapan syaikh yang menyampaikan pelajaran serta petuah-petuah penuh hikmah.

Namun keadaanya berbeda sejak beberapa bulan terakhir. Kiriman uang sekadarnya dari orangtuanya yang bekerja sebagai petani di kampung tak kunjung tiba. Dan sudah beberapa hari, uang persediaanya telah habis meskipun ia telah mencoba bertahan dengan menghemat sisa uangnya.

Kebutuhan sehari-harinya mulai terganggu. Bahkan seringkali ia tidak makan seharian. Keadaan itu sering membuatnya tidak mampu berkonsentrasi penuh terhadap setiap pelajaran yang disampaikan syaikh.

Hingga di suatu hari, ia tidak bisa lagi menahan rasa lapar yang mendera perutnya. Maka, ia memutuskan meninggalkan sejenak pengajian bersama syaikh, dengan harapan di luar sana, ia dapat menemukan sepotong roti untuk mengganjal perutnya yang semakin lama semakin perih karena lapar.

Maka berjalanlah ia menelusuri jalan dan lorong di sekitar kampus Al-Azhar. Tanpa ia sadari, ia tiba di sebuah bangunan rumah yang terlihat lebih mewah dari rumah di sekelilingnya. Pintu rumah itu terbuka lebar dan tidak terlihat siapapun di dalam rumah tersebut. Pemandangan yang menggoda siapa saja untuk masuk dan menjarah harta bendanya.

Karena tidak menemukan siapapun, ia memutuskan untuk masuk ke dalam rumah itu. di ruang makan, ia mendapati hidangan yang tertata rapih di atas meja, seolah disiapkan untuk satu jamuan. Aroma makanan betul-betul menggoda selera, menggugah perutnya yang perih didera rasa lapar.

Saat akan menyuapkan makanan tersebut kedalam mulutnya , seketika ia teringat akan nasihat Imam Asy-Syafi’I kepada Waqi’ bin Jarrah ; “karena ilmu adalah cahaya Allah. Dan cahaya itu takkan dikaruniakan pada pelaku maksiat”.

Sungguh, memasukkan makanan haram ke dalam perut walaupun hanya secuil roti adalah bagian dari menghalangi cahaya itu. Ia percaya mustahil menggabungkan antara cahaya dan kegelapan dalam satu ruang.

Akhirnya dengan perut yang masih sangat lapar, ia memutuskan untuk kembali ke pengajian bersama syaikh.

Setelah pelajaran syaikh baru saja usai, tiba-tiba saja seorang wanita separuh baya menghampiri syaikh. Lalu keduanya terlibat pembicaraan serius.

Tak lama kemudian, syaikh memanggil sang pemuda, “wahai Abdullah, kemarilah!”

Pemuda itu pun menjawab, “ya Syaikh, kenapa tiba-tiba Syaikh memanggilku?”

“Begini, bagaimana pendapatmu jika kamu menikah?” ujar syaikh.

Dengan terkejut pemuda tersebut menukas, “apa?! Apakah syaikh sedang bercanda dengan ku? Demi Allah, aku sudah tiga hari tidak makan, mau diberi makan apa istriku nanti, wahai syaikh?”

“Dengarkanlah, sesungguhnya wanita tua ini mengeluhkan kepadaku, kalau suaminya baru saja meninggal dunia. Suaminya meniggalkannya bersama Aisyah, putri satu-satunya, dan mewarisi harta yang melimpah. Ibunya ingin segera menikahkanya dengan seorang pemuda saleh, atas pertimbanganku. Ia mebutuhkan menantu yang nantinya akan membantunya untuk mengelola harta warisan, peninggalan ayahnya. Bagaimana?”

Seakan tidak percaya, pemuda itu menjawab, “kalau demikian, baiklah wahai syaikh, terimakasih atas perhatiannya. Saya siap menikah dengannya.”

Tak berapa lama, mereka segera menuju kediaman aisyah. Dan ketika tiba mereka disana, tiba-tiba pemuda itu meneteskan air mata.

Syaikh bertanya heran; “kenapa engkau menangis Abdullah? Apakah kau merasa terpaksa menikah dengan gadis ini?”

“Bukan ya Syaikh. Bukan karena itu, tapi, belum lama ini, saya pernah memasuki rumah ini. hampir saja saya mengambil makanan yang ada di atas meja itu. Tapi, aku teringat kalau makanan itu bukanlah milikku dan aku tidak boleh memakannya tanpa seizin pemiliknya. Jika aku memakannya, itu berarti aku memasukkan makanan yang haram ke perutku. Karena itu, aku segera meninggalkannya karena takut kepada Allah”

Syaikh pun bertasbih, “ Maha Suci Allah yang pernah berfirman, ‘barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeky dari arah yang tidak disangka-sangka’ (Ath-Thalaq : 2-3).”

Akhirnya, pemuda dan gadis itu dinikahkan oleh Syaikh, disaksikan oleh ibunda gadis tersebut serta orang-orang yang mereka cintai dan cinta kepada mereka.

Subahanallah, karena kecintaannya kepada Allah, pemuda desa itu telah mendapatkan limpahan rahmat. Kini, Ia pun tidak hanya mendapatkan seorang istri, tapi juga mewarisi harta kekayaan ayah dari isterinya. Begitulah cinta yang sesungguhnya. Ketika cinta kita tujukkan semata-mata kepada Yang Maha Mencinta, maka limpahan cinta-Nya akan membuat hidup ini terasa nikmatnya. Ia akan menguatkan jiwa kita, karena sesungguhnya jiwa ini lemah ketika dalam posisi yang salah..

Indah bukan ketika cinta kita letakkan pada jalan yang diridhoi oleh-Nya?! Lantas, masihkah kita tergoda untuk mencoba meletakkan, mewujudkan, memberikan cinta kita melalui jalan atau tradisi yang justru bertentangan dengan tuntunan yang sesuai fitrah kita (Islam) ?

Wallahu’alam bi showab

(Cerita dikutip dari buku : Engkau Lebih Cantik dari Bulan Purnama, karya Muhammad Yasir)


Kamis, Juli 23, 2009

Kenapa Bukan Aku?

Aku sangat ingin menjadi seorang astronot, sangat ingin tebang ke luar angkasa. Tapi.. aku tidak memiliki gelar dan aku bukanlah seorang pilot. Aku hanyalah seorang guru.
Harapan sempat mucul ketika Gedung Putih mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan 5I-L pesawat ulang-alik Challenger. Kesempatan yang tidak boleh disiasiakan, aku pun ikut melamar. Betapa bahagianya diriku ketika amplop berlogo NASA yang berisi undangan untuk ikut seleksi aku terima. Aku terus beroda dan ternyata doaku terkabul karena aku lulus seleksi demi seleksi. Mimpi ku semakin mendekati kenyataan.
Dari 43 ribu pelamar yang kemudian disaring lagi menjadi 10 ribu orang dan akhirnya aku pun menjadi bagian dari 100 orang yang berhak mengikuti ujian tahap akhir. Ada simulator, uji klaustrofobi, latihan ketangkasan, percobaan mabuk udara, dan serangkaian tes lainnya. Siapakah diantara kami yang bisa melewati tahap akhir ini? “Ya Tuhan.. izinkanlah diriku yang terpilih..” lirihku dalam doa yang kupanjatkan.
Lalu tibalah hari pengumuman itu. Dan ternyata NASA memilih Christina McAufliffe. Bukan aku. Aku telah kalah. Hidupku hancur. Aku mengalami depresi, seiring dengan lenyapnya rasa percaya diriku juga kebahagiaanku. Hanya amarah yang tertinggal. “Tuhan kenapa bukan aku? Kenapa Engkau tidak berbuat adil padaku? Kenapa Engkau begitu tega menyakiti hatiku?” Aku pun menangis di pangkuan ayahku. Namun ayahku hanya berkata, “anakku, semua terjadi karena suatu alasan..”
Selasa, 28 Januari 1986. Aku berkumpul bersama teman-temanku untuk melihat peluncuran Challenger. Saat pesawat itu melewati landasan pacu, aku menantang impianku untuk yang terakhir kalinya, “Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu..”. Namun tak ada yang bisa kulakukan. “Tuhan.. Kenapa bukan aku?”.
Tujuh puluh tiga detik kemudian, ternyata Tuhan menjawab semua pertanyaan dan menghapus semua keraguanku. Tujuh puluh tiga detik setelah peluncuran itu, Challenger meledak dan menewaskan semua penumpangnya.
Aku teringat kata-kata Ayahku, “semua terjadi karena suatu alasan...”. Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walau aku sangat menginginkannya, karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di bumi ini. Aku memilki misi lain dalam hidup ini, dan aku tidaklah kalah. Aku tetap seorang pemenang. Ya aku tetap seorang pemenang. Aku menang karena aku telah kalah. Aku, Frank Slazak.

...boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (QS Al-Baqarah : 216)

diadaptasi dari "Rencana Allah", dalam buku Mengantar Ginjal ke Surga (Eman Sulaiman, penerbit : MadaniA Prima)

gambar: http://www.wired.com/ly/wired/news/images/full/Challenger_Launch.jpg

Sabtu, April 11, 2009

Belajar Bersabar dan Mensyukuri Pemberian

Berikut ini sebuah cerita yang saya dapat dari teman di Facebook (di kampus juga sih..). Cerita yang cukup menyentuh lubuk hati saya pikir. Tentang banyak hal, mulai dari kasih sayang orang tua terhadap anaknya, sikap anak yang sering menyakiti orang tua, tentang bagaimana menghargai pemberian orang lain apapun itu bentuknya.. dan mungkin masih banyak lagi.. sebanyak hikmah yang bisa Anda ambil dari cerita ini.. Cocok untuk bahan renungan diri..
Hehehe... Selamat membaca..

Hargailah Pemberian Seseorang
Seorang pemuda sebentar lagi akan diwisuda, sebentar lagi dia akan Menjadi seorang sarjana, akhir dari jerih payahnya selama beberapa tahun di bangku pendidikan. Beberapa bulan yang lalu dia melewati sebuah showroom, dan saat itu dia jatuh cinta kepada sebuah mobil sport, keluaran terbaru dari Ford. Selama beberapa bulan dia selalu membayangkan, nanti pada saat wisuda ayahnya pasti akan membelikan mobil itu kepadanya. Dia yakin, karena dia anak satu-satunya dan ayahnya sangat sayang padanya, sehingga dia yakin banget nanti dia pasti akan mendapatkan mobil itu. Dia pun berangan-angan mengendarai mobil itu, bersenang-senang dengan teman-temannya, bahkan semua mimpinya itu dia ceritakan keteman-temannya.
Saatnya pun tiba, siang itu, setelah wisuda, dia melangkah pasti ke ayahnya. Sang ayah tersenyum, dan dengan berlinang air mata karena terharu dia mengungkapkan betapa dia bangga akan anaknya, dan betapa dia mencintai anaknya itu. Lalu dia pun mengeluarkan sebuah bingkisan,… bukan sebuah kunci !Dengan hati yang hancur sang anak menerima bingkisan itu, dan dengan sangat kecewa dia membukanya. Dan dibalik kertas kado itu ia menemukan sebuah Alqur’an yang bersampulkan kulit asli,dikulit itu terukir indah namanya dengan tinta emas. Pemuda itu menjadi marah, dengan suara yang meninggi dia berteriak, “Yaahh… Ayah memang sangat mencintai saya, dengan semua uang ayah, ayah belikan Alqur’an ini untukku ? ” Lalu dia membanting Alquran itu dan lari meninggalkan ayahnya. Ayahnya tidak bisa berkata apa-apa, hatinya hancur, dia berdiri Mematung ditonton beribu pasang mata yang hadir saat itu.

Tahun demi tahun berlalu, sang anak telah menjadi seorang yang sukses,dengan bermodalkan otaknya yang cemerlang dia berhasil menjadi seorang yang terpandang. Dia mempunyai rumah yang besar dan mewah, dan dikelilingi istri yang cantik dan anak-anak yang cerdas. Sementara itu ayahnya semakin tua dan tinggal sendiri. Sejak hari wisuda itu, anaknya pergi meninggalkan dia dan tak pernah menghubungi dia. Dia berharap suatu saat dapat bertemu anaknya itu, hanya untuk meyakinkan dia betapa kasihnya pada anak itu.

Sang anak pun kadang rindu dan ingin bertemu dengan sang ayah, tapi mengingat apa yang terjadi pada hari wisudanya, dia menjadi sakit hati dan sangat mendendam.

Sampai suatu hari datang sebuah telegram dari kantor kejaksaan yang memberitakan bahwa ayahnya telah meninggal, dan sebelum ayahnya meninggal, dia mewariskan semua hartanya kepada anak satu-satunya itu. Sang anak disuruh menghadap Jaksa wilayah dan bersama-sama ke rumah ayahnya untuk mengurus semua harta peninggalannya. Saat melangkah masuk ke rumah itu, mendadak hatinya menjadi sangat sedih, mengingat semua kenangan semasa dia tinggal di situ.

Dia merasa sangat menyesal telah bersikap jelak terhadap ayahnya. Dengan bayangan-bayangan masa lalu yang menari-nari di matanya,dia menelusuri semua barang dirumah itu. Dan ketika dia membuka brankas ayahnya, dia menemukan Alquran itu, masih terbungkus dengan kertas yang sama beberapa tahun yang lalu.Dengan airmata berlinang, dia lalu memungut Alquran itu, dan mulai membuka halamannya. Di halaman pertama Alquran itu, dia membaca tulisan tangan ayahnya, ‘Ayah sangat mencintai dan bangga padamu nak..”

Selesai dia membaca tulisan itu, sesuatu jatuh dari bagian belakang Alquran itu. Dia memungutnya,….sebuah kunci mobil! Di gantungan kunci mobil itu tercetak nama dealer, sama dengan dealer mobil sport yang dulu dia idamkan ! Dia membuka halaman terakhir

Alquran itu,dan menemukan di situ terselip STNK dan surat-surat lainnya, namanya tercetak di situ. dan sebuah kwitansi pembelian mobil, tanggalnya tepat sehari sebelum hari wisuda itu.

Dia berlari menuju garasi, dan di sana dia menemukan sebuah mobil yang berlapiskan debu selama bertahun-tahun, meskipun mobil itu sudah sangat kotor karena tidak disentuh bertahun-tahun, dia masih mengenal jelas mobil itu, mobil sport yang dia dambakan bertahun-tahun lalu. Dengan buru-buru dia menghapus debu pada jendela mobil dan melongok ke dalam. bagian dalam mobil itu masih baru, plastik membungkus jok mobil dan setirnya, di atas dashboardnya ada sebuah foto, foto ayahnya, sedang tersenyum bangga.

Mendadak dia menjadi lemas, lalu terduduk di samping mobil itu, air matanya tidak terhentikan, mengalir terus mengiringi rasa menyesalnya yang tak mungkin diobati……..

-----
dikutip dari "Hargailah Pemberian Seseorang", dikirim oleh Rizky Putra M. (http://www.facebook.com/note.php?note_id=63949908914&ref=mf)

gambar : http://tengotengo.com/yahoo_site_admin/assets/images/gift_cert.319134810_std.jpg

Minggu, Mei 04, 2008

Kisah 4 Lilin

Di dalam suatu ruangan, ada 4 lilin menyala, namun sedikt demi sedikit keempatnya mulai meleleh. Ruangan tersebut mulai gelap dan suasana begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan diantara keempat lilin itu,

Lilin pertama berkata,
“Aku adalah lilin kedamaian. Namun manusia tak mampu menjagaku, jadi lebih baik mematikan diri saja!” Setelah itu sedikit demi sedikit sang lilin padam.
Lilin kedua berkata,
“Aku adalah lilin keyakinan. Sayang, aku tidak berguna lagi. Manusia tak mau mengenalku. Untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala...” Sesaat setelah ia selesai bicara, tiupan angin memadamkan dirinya.
Melihat hal itu, Lilin ketiga kini angkat bicara, dengan sedih ia berkata,
“Aku adalah lilin cinta, tak mampu lagi aku tetap menyala, manusia tak lagi memandangku dan tak lagi menganggapku berguna. Mereka saling membenci! Bahkan membenci mereka yang mencintainya!” Tidak lama waktu berselang, matilah lilin ketiga.

Tiba-tiba...
Seorang anak masuk ke ruangan tersebut, dan ia melihat dari keempat lilin yang ada, tiga diantaranya sudah padam,
“Apa yang terjadi?! Kalian harus tetap menyala! Aku takut akan kegelapan...” Iapun menangis tersedu-sedu.
Terharu melihat si anak menangis, Lilin keempat kemudian berkata,
“Jangan takut! Jangan menagis... selama aku masih menyala, kita masih bisa menyalakan ketiga lilin lainnya, karena aku adalah lilin HARAPAN...”
Mendengar itu, si anak bangkit, ia menyeka air matanya, kemudian ia mengambil sang lilin harapan, lalu menyalakan ketiga lilin yang sebelumnya telah padam.
-----

Selama kita masih punya HARAPAN, kita bisa membangkitkan kemballi KEYAKINAN, KEDAMAIAN, dan CINTA di dalam hati kita.
Jangan pernah berhenti berharap! Karena selama kita masih memiliki harapan, hari esok akan selalu ada!

Cerita disadur dari:
10 Jurus Sakti Agar Motivasi Tidak Pernah Mati; Arif Dahsyat; Jakarta: MAD Publishing.

(080501:19.01)

Sabtu, Februari 23, 2008

Ibnu Sina dan Psikoterapi

Pernah dengar tentang Ibnu Sina? Pernah donk! Beliau ini kan ilmuan muslim yang sangat terkenal, terutama di bidang kedokteran. Iya kan?! Bukunya, Al-Qanun Fi Al-Thib, telah diterjemahkan ke baerbagai bahasa, dan bahkan menjadi salah satu rujukan utama buku-buku bidang ilmu kedokteran.
Seperti kita tau, kesehatan fisik erat hubungannya dengan kesehatan (kondisi) emosional kita, begitupun sebaliknya. Maka jangan heran kalau Ibnu Sina juga ahli di bidang psikoterapi. Mau tau seperti apa kehebatannya? Ini dia sepenggal kisahnya;

Suatu ketika, ada orang yang yang mengalami gangguan jiwa, dia merasa dirinya bukanlah manusia, melainkan seekor kerbau, ingin disembelih pula! Makanya orang ini selalu pergi sambil membawa sebilah golok, kemudian ia meminta orang-orang yang ia temui untuk menyembelih dirinya! Selain itu, karena merasa dirinya ini kerbau, orang yang mengalami gangguan jiwa ini juga tidak mau makan dan minum, pokoknya ingin mati! Nah lho!
Kemudian, bertemulah orang sableng ini dengan Ibnu Sina, ia pun langsung meminta tolong kepada Ibnu Sina untuk menyembelihnya.
“Saya adalah seekor kerbau, tolong sembelihlah saya...” (mungkin) begitu kata orang tadi.
Lalu, bagaimana tanggapan dari Ibnu Sina?
“Tidak! Saya tidak akan menyembelih kerbau kurus seperti dirimu! Kamu harus makan dulu yang banyak, sampai gemuk, baru saya mau menyembelihmu!” (kira-kira) begitulah yang diucapkan oleh Ibnu Sina.
Orang yang minta disembelih tadi akhirnya mau makan dan minum lagi, ia ingin menjadi gemuk supaya Ibnu Sina mau menyembelihnya.
Secara perlahan kondisi fisik si orang gila tadi membaik, begitu juga kondisi jiwanya. Kemudian, saat Ibnu Sina mendatanginya (untuk menyembelih),
“Mau menyembelih saya? Emangnya saya ini kerbau!?” bentaknya tadi pada Ibnu Sina yang diam-diam berkata “Syukurlah, berarti dia sudah sembuh...”.
Hehehe...

Yap! orang tersebut sudah kembali normal fisik dan jiwanya. Dia tidak lagi menganggap dirinya seekor kerbau dan nggak mau disembelih lagi. Hwehe.. sebuah terapi psikologis yang unik tapi manjur bukan? Itulah salah satu kehebatan Ibnu Sina di bidang psikoterapi.

Dikutip dari: Belajar Jadi Orang Hebat, M. Rojaya, penerbit DAR! Mizan.

Rabu, Januari 16, 2008

Kisah Seekor Belalang...


Kisah Seekor Belalang


Seekor belalang telah lama terkurung dalam sebuah kotak. Suatu hari ia berhasil keluar dari kotak yang selama ini telah mengurungnya. Dengan gembira ia menikmati kebebasannya. Di perjalanan dia bertemu dengan seekor belalang lain. Namun dia keheranan mengapa belalang itu bisa melompat jauh lebih tinggi dari dirinya

Dengan penasaran ia menghampiri belalang itu, dan bertanya, “mengapa engkau bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh dariku, padahal kita tidak jauh berbeda dari umur maupun bentuk tubuh?”

Belalang itupun menjawab dengan pertanyaan, “dimana selama ini kamu tinggal? Karena setiap belalang yang hidup di alam bebas pasti bisa melakukan apa yang tadi kulakukan”. Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak itulah yang membuat lompatannya tidak sejauh dan setinggi belalang lain di alam bebas.

Renungan:
Terkadang, kita sebagai manusia, tanpa disadari pernah juga mengalami hal yang sama seperti belalang. Lingkungan yang buruk, hinaan, trauma masa lalu, kegagalan beruntun, perkataan teman, orang tua, tetangga, dll. Seolah membuat kita terkurung dalam kotak semu yang membatasi semua kelebihan kita. Semua itu seakan meyembunyikan kemampuan kita yang sesungguhnya. Dan, yang lebih sering lagi, kita menerima dan mempercayaai mentah-mentah apapun yang mereka voniskan kepada kita tanpa pernah berpikir, benarkah kita seperti yang mereka katakan? Benarkah kita seburuk/sejelek/separah itu? Bahkan apa tanggapan kita lebih buruk lagi, kita justru lebih mempercayai apa yang mereka katakan daripada mempercayai diri sendiri.

Tidakkah kita pernah menyatakan kepada hati nurani bahwa kita bisa “melompat lebih tinggi” (seperti lagi sheila on7...lho?!) dan atau “melompat lebih jauh” kalau kita mau menyingkirkan “kotak” itu? Tidakkah diri ini ingin membebaskan diri anda agar bisa mencapai sesuatu yang selama ini diri kita anggap diluar kemampun, atau bakan mustahil?!

Kita sendirilah yang bisa menjawabnya, dengan melewati “kotak” yang selama ini membatasi kita. Berani?! Harus!!!

Dikutip dari sebuah E-book berjudul Motivsi Net karya Ir. Andi Muzaki, SH, MT

Selasa, Januari 08, 2008

Sang Juara

Suatu ketika ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba balap mobil mainan. Suasana sungguh meriah siang itu, sebab inilah saatnya babak final digelar. Hanya tersisa 4 orang sekarang dan ini saatnya mereka memamerkan mobilny amasing-masing. Semua buatan sendiri, karena memang begitu peraturannya.

Ada seorang anak bernama Mark. Mobilnya tidak sebagus mobil lain yang masuk final. Dibanding ketiga mobil mainan lainnya, mobil Mark-lah yang paling tidak sempurna. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedap-kedip diatasnya, tidak sebanding dengan hiasan mewah yang dimilik mobil lainnya. Namun Mark tetap bangga, karena bagaimanapun mobil mainan itu adalah buatannya sendiri. Namun, tidak demikian dengan anak-anak lain yang menonton pertandingan itu, beberapa dari mereka menyangsikan kemampuan mobil itu untuk berpacu melawan mobil-mobil lainnya.


Tibalah saatnya final kejuaraan mobil balap mainan dilangsungkan. Setiap peserta mulai bersiap di garis start untuk mendorong mobil mereka sekencang mungkin. Di setiap jalur lintasan telah siap 4 mobil, dengan 4 "pembalapnya". Lintasan tersebut berbentuk lingkaran dengan 4 jalur terpisah diantaranya.

Kemudian, tibalah saatnya start akan dimulai, namun, sesaat kemudian, Mark meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak komat-kamit, matanya terpejam, menunduk, dan tangannya saling bertangkup, ia sedang memanjatkan doa. Lalu, semenit kemudian, ia berkata, "ya, aku siap!"

Dor! Tanda dimulainya lomba sudah dibunyikan. Dengan satu hentakan kuat, semua peserta mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobilpun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak-sorai, bersemangat, memberi dukungan kepada jagoannya masing-masing. "ayo... Ayo cepat... Ayo maju... Maju...", begitu teriakan mereka. Ahaa.. Garis finishpun terlewati, pemenag lomba itu kini sudah ditentukan, dan Mark-lah pemenang lomba itu. Ya, semua penonton bersorak gembira, begitu pula Mark. Ia berucap, dan berkomat-kamit lagi dalam hati. "teima kasih."

Saat pembagian piala tiba, Mark maju ke depan dengan bangga. Sebelum sang ketua panitia memberikan pialanya, ia bertanya kepada Mark, "hai jagoan, pasti tadi kamu berdoa agar tuhan menjadikanmu pemenang dalam lomba ini, iya kan?". Mark terdiam, kemudian ia berkata "bukan pak, bukan itu yang aku panjatkan tadi". Ia berhenti sejenak, kemudian melanjutkan, "sepertinya tidak adil untuk meminta tuhan menolongmu mengalahkan orang lain, aku hanya memohon kepada-nya supaya nanti, apabila aku kalah, aku tidak menangis...".

Seluruh hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk tangan tanda kekaguman dan kebanggaan mereka pada Mark.


Renungan:

Mungkin dalam setiap doa kita, kita selalu meminta Tuhan untuk menjadikan kita yang terbaik, menjadikan kita yang nomor 1, menjadikan kita pemenang dalam setiap ujian, sering pula kita berdoa pada-Nya untuk mengahalu semua cobaan dan hadangan yang ada di hadapan kita. Memang itu semua tidak salah, tidak ada pula yang melarang. Tetapi, bukankah yang kita butuhkan adalah tuntunan, bimbingan, panduan, serta kemudahan dari-Nya untuk mengadapi semua cobaan maupun ujian dalam hidup ini? Betul?!

-----
Dikutip dari sebuah
E-book berjudul Motivsi Net karya Ir. Andi Muzaki, SH, MT. (ni e-book dapet dari temen, tapi siapa ya? duh... kalo ada yang inget, harap menghubungi saya ya! hehe...)

Putus Asa

Pada suatu hari, Iblis mengumumkan bahwa ia akan menjual berbagai perkakas kejanya. Tibalah hari yang ia janjikan itu dan seluruh perkakas yang akan ia jualpun dipajang di "showroom"-nya agar para calon pembeli dapat melihatnya, dan semoga kemudian mau membelinya. Tak lupa pula, perkakas-perkakas tersebut ditempeli label harga jualnya. Seperti saat kita masuk ke sebuah showroom barang-barang kerajinan atau produk seni, barang barang yang terdapat dalam showroom milik Iblis ini juga sangat menarik dan kelihatannya sangat berguna sesuai fungsinya. Dan yang lebih menarik lagi, harganyapun tidak mahal!

Barang-barang yang dijual oleh Iblis ini diantaranya: dengki, iri, tidak jujur, tidak menghargai orang lain, tidak tau terimakasih, malas, dendam, dan lain-lainnya.

Di salah satu pojok ruangan showroom ini, ada satu perkakas yang bertuknya se­derhana, sudah agak aus, tapi harga jualnya dipatok tinggi, lebih tinggi dari yang lain.

Salah satu calon pembeli yang tertarik pada benda ini kemudian bertanya pada Iblis, "alat apa ini, apa namanya?" kemudian Iblis menjawab, "oh.. Alat yang itu namanya putus asa!"

"kenapa mahal sekali harganya? Padahal sudah tidak terlihat bagus lagi, sudah aus sepertinya."

"ya, karena perkakas ini sangat mudah dipakai dan berdaya guna tinggi, saya bisa dengan lebih mudah masuk ke tubuh manusia dengan menggunakan alat in dibanding dengan perkakas yang lainnya. Begitu saya berhasil masuk ke dalam hati manusia dengan alat ini, saya dengan sangat mudah dapat melakukan apapun yang saya inginkan terhadap manusia tersebut. Dan barang ini menjadi aus karena begitu seringnya saya pakai, hampir ke semua orang. Karena kebanyakan manusia tidak tau bahwa 'putus asa' yang mereka rasakan itu milik saya."

Renungan:

Yap! Dalam kehidupan yang kita jalani ini, mungkin bebrapa kali kita mengalami putus asa, setelah berusaha namun tidak kunjung berhasil atau saat kita merasa pesimis ketika kita tidak lagi menemukan harapan untuk penyelesaian masalah yang sedang kita hadapi. Ketika semua jalan keluar seakan tertutup.

Namun, sadarkah kita bahwa putus asa yang kita alamai sebenarnya adalah bisikan iblis ke dalam hati kita! Ingatlah, masih ada Tuhan di sisi kita, tidak seharusnya kita berputus asa, karena selama kita mau berusaha, pertolongan-Nya akan selalu ada untuk kita. Betul?!


Dikutip dari sebuah E-book berjudul Motivsi Net karya Ir. Andi Muzaki, SH, MT. (ni e-book dapet dari temen, tapi siapa ya?)

Rabu, Desember 26, 2007

Katak dan Angsa

Suatu hari, ada dua ekor angsa yang sedang bersiap-siap untuk terbang ke arah timur untuk melakukan migrasi tahunan. Ketika itu, seekor katak yang penuh semangat menghadapi hidup, meminta tolong untuk diajak bermigrasi.

Karena kebaikannya kedua angsa ini tidak keberatan jika si katak ikut dalam migrasi mereka. Namun, mereka bertanya-tanya, bagaimana cara membawa katak ini?

Katak yang penuh semnagat hidup ini akhirnya mendapatkan ide kreatif. Ia mengambil sebuah akar rumput panjang yang kuat, kemudian meminta kedua angsa tersebut untuk memegangi kedua ujungnya dan membawanya terbang. Sementara, si katak bergelantungan di tengah-tengahnya dengan menggunakan mulutnya.

Perilaku kedua ekor angsa dan seekor katak ini sangat luar biasa. Mereka terbang, terbang semakin tinggi. Beberapa hewan lain melihatnya dari bawah dengan penuh kekaguman. Kemudian, salah satu diantara mereka berteriak “ siapa yang pandai dan memiliki ide luar biasa ini?”

Ketika katak mendengar teriakan itu, ia menjadi sombong, kemudian membuka mulutnya dan berteriak “Aku!!!” kontan si katakpun terjatuh berkeping-keping.

Itulah gambaran dari kehidupan ini. Begitu banyak kreativitas yang kita miliki dan kita hasilkan, namun semua itu justru menghancurkan kita, karena kita karena kita tidak tahan menerima pujian-pujian, sehingga lupa kan tujuan hidup kita yang sebenarnya. Berhati-hatilah dengan kepandaian dan kreativitas kita, karena jika salah justru akan menjadi bumerang bagi kita. Nggak mau kan bernasib sepert katak yang tadi...

Dikutip dari “Matinya Kreativitas” dalam buku Hidup Untuk Hidup, Masrukhul Amri. Dar!Mizan. Bandung. 2004